#06
Cowok Idola Idaman Wanita (6)
Parama SW : Gaes
Parama SW : Butuh bantuan nih.
Edgar D. S : Apaan
Parama SW : Gue kan lagi di luar
Parama SW : Terus Arsya nitip jepit
Parama SW : Nah gue bingung
Parama SW : Jepit yang dia maksud tuh ini.
Parama SW sent a photo
Parama SW : Apa ini
Parama SW sent a photo
Faris Rafandra : Tanya lah nyet
Parama SW : Udah setan
Parama SW : Terus mau tau nggak dia bilang apa
Faris Rafandra : Apa
Parama SW : "MASA GITU AJA KUDU NANYA SIH?!"
Edgar D. S : Namanya juga cewek
Edgar D. S : Ngadepin aja ribut
Faris Rafandra : Apalagi mencintai
Faris Rafandra : Yegak
J. Mahardika : Lo doang kali
J. Mahardika sent a photo
J. Mahardika : Gue mencintai dia mudah-mudah aja tuh
Edgar D. S : Malem minggu gini mah kalau udah punya pacar nge-date atuh
J. Mahardika : Udah tadi sore
J. Mahardika : Kalau malem sayangku harus nugas
Faris Rafandra : Alah cinta lo panas ee ayam
Faris Rafandra : Anget di awal dingin di akhir
J. Mahardika : Buat dia mah nggak
Edgar D. S : Nggak usah ngomongin cinta.
J. Mahardika sent a photo
Edgar D. S : Tai
Faris Rafandra : Bahahaha
Faris Rafandra : Nggak direspon yah ama Rinjani?
Edgar D. S : Bacot
Faris Rafandra : Coba bilang gini ke Rinjani
Faris Rafandra sent a photo
Parama SW : WQWQWQWQWQ
Parama SW sent a photo
J. Mahardika : Receh anjing
Faris Rafandra : Receh anjing (2)
Dio Alvaro : Mohon ijin bc, sesuai info untuk diri, "Utk diriku, dan saudara saudaraku yg kusayang."
Ranjan Das, CEO dan MD SAP-Indian subcontinent meninggal setelah terkena serangan jantung di Mumbai baru-baru ini. Dia aalah salah satu CEO termuda & usianya baru 42 thn. Apa sebenarnya penyebab kematian Ranhan Das?
Dia sangat rajin berolahraga, penggila fitnes dan seorg pelari maraton jg
Setkh berolahraga, ia tdk sadarkan diri krn serangan jantung & meninggal. Dia punya istri & 2 anak yg msh kecil. Hal ini hrs jd perhatian utk semua perusahaan besar di India, terutama para pimpinannya.
Pertanyaannya adalah knp seorg yg sangat aktif berolahraga & seorg pelari, bisa kena serangan jantung di umur yg msh 42 thn. Semua orang melewatkan sebaris kalimat dalam laporan, bhw Ranjan biasa tidur hanya 4-5 jam. Dlm wawancara sblmnya dgn Ranjan, ia mengakui selalu kurg tidur & ingin bisa tidur lbh byk.
Lama waktu tidur yg singkat bisa meningkatkan risiko darah tinggi sbsr 350%-500% dibanding org yg tidur >6jam/mlm. Orang berumur 25-49 thn 2x lbh bsr terkena drh tinggi jika kurang tidur.
Org yg tidur <5jam/mlm berisiko terkena serangan jantung 3x lipat. 1 malam kurang tidur meningkatkan zan racun dlm tubuh spt Interleukin-6, Tumour necrosis-factor-alpha and C-reactive protein. Jg menyebabkan kanker, arthritis dan penyakit jantung. Tidur....See more.
Faris Rafandra : Yo, ini bukan ruang kuliah.
Parama SW : Panjang bat anju kaya pidato Eyang Puteri gue
J. Mahardika : Ga berlaku di dunia teknik, bolot
J. Mahardika : Mending kena serangan jantung karena begadang daripada kena serangan jantung pas liat nilai semesteran.
Faris Rafandra : RT brotha
Dio Alvaro : Lupa gue
Dio Alvaro : Harusnya ga gue share disini
Dio Alvaro : Biar orang-orang kaya lu cepet mati
Edgar D. S : Sans yo, jangan galak-galak dong wkwkwk
Parama SW : Btw Adrian mana
Parama SW : Jangan-jangan semedi lagi
Faris Rafandra : Atau nontonin yang ena-ena
Dio Alvaro : Otak lo kapan beres sih, nyet
Dio Alvaro : Katanya tadi mau tobat
Dio Alvaro : Sampe balik kuliah mampir dulu di mesjid kampus
Faris Rafandra : Hehe
Edgar D. S : Modus detected banget
Edgar D. S : Ada maba anggota remaja mesjid yang cakep
Edgar D. S : Dia mau ngecek ombak
Parama SW : Mustahil iblis kaya Faris bisa beriman.
Faris Rafandra : Gue udah beriman dari dulu coy
Parama SW : Alah spanduk partai
Faris Rafandra sent a photo
J. Mahardika : Seger
Parama SW : Inget bini
J. Mahardika : Always
Adrian : Nggak penting banget sih
Faris Rafandra : Akhirnya keluar juga lu dari kandang
Faris Rafandra : Ngapain sih
Adrian : Abis ngelarin tugas
Parama SW : Yang temanya purity purity itu
Adrian : Iya
Parama SW : Mentang-mentang abis danusan sama Azalea langsung dapet inspirasi ya.
Adrian : Apa sih
Faris Rafandra : Aries apa kabar
Edgar D. S : Jangan jadi anak nakal, Yan
Adrian : Gaje tau nggak kalian tuh.
J. Mahardika changed the group name to Ganteng-ganteng Goblok.
Parama SW : Itu di atas ngapa dah.
Edgar D. S : Itu di atas ngapa dah. (2)
Faris Rafandra : Dibajak nggak sih dia
Faris Rafandra : Jangan-jangan
Parama SW : Bahaya pisan anjir
Parama SW : Banyak rahasia negara disini.
J. Mahardika sent a photo
Faris Rafandra : Waduh mak lampir
J. Mahardika : HEH
J. Mahardika : Ternyata ya
J. Mahardika : Kerjaan cowok-cowok brengsek macem kalian tuh gini
J. Mahardika : Ngomongin yang aneh-aneh
J. Mahardika : Dasar manusia berotak sekotor dudukan kloset mall
Edgar D. S : Na
Edgar D. S : Kenapa hape Jev bisa sama elo?
Parama SW : Waduh kasus ini.
J. Mahardika : Kasus palelu
J. Mahardika : Lagi di kost-nya Raya.
Dio Alvaro : Gue nggak ikutin
J. Mahardika : Hehehe
J. Mahardika : Tau kok.
J. Mahardika : Makasih share infonya yah
J. Mahardika : Gue bakal usaha buat nggak banyak begadang
Edgar D. S : Sumpah geli banget
Faris Rafandra : Sama
Parama SW : Chatnya pake akun Jev
Parama SW : Pake muka Jev
Parama SW : Ngomong manis ke Iyo
J. Mahardika : Stop
J. Mahardika : Ada Adrian ngga sih disini?
J. Mahardika : YANNNN
J. Mahardika : Pangeran Bavariakuhhhhh
Faris Rafandra : Enek sumpah
Parama SW : Jev tau ngga sih hapenya dibajak?
Dio Alvaro : Pangeran Bavaria?
J. Mahardika : Soalnya Adrian kan kaya orang Jerman gitu mukanya hehehe
J. Mahardika :BUKAN BERARTI GUE SUKA ADRIAN LOH
Edgar D. S : Nggak ada yang nanya, shay
Edgar D. S : Shayton
J. Mahardika : Kali aja ada yang butuh klarifikasi
J. Mahardika : :)
Dio Alvaro : :)
J. Mahardika : YANNNNN
Adrian : Apaan sih?
J. Mahardika : Makasih loh udah ngebantuin danusan
Dio Alvaro : Jangan bilang danusan buat acara fakultas gue?
J. Mahardika : Iya dong
Dio Alvaro : Tumben nih bule mau bantuin
J. Mahardika : Aku paksa dengan kekuatan bulan
Faris Rafandra : (((AKU)))
Parama SW : Jijay kuadrat
Adrian : Sama-sama.
J. Mahardika : Singkat bener.
J. Mahardika : Kasih emot apa kek
J. Mahardika : Padahal gue yakin lo pasti seneng bisa ngider-ngider se-FISIP bareng cewek galak itu.
J. Mahardika : Sampe ngobrol bareng di selasar.
Faris Rafandra : Ngobrol bareng?!!
Parama SW sent a photo
Edgar D. S : Rakyat butuh klarifikasi!!!!!
Parama SW : Rakyat butuh klarifikasi!!!!! (2)
Parama SW : Runtuhkan FSRD!!!
Faris Rafandra : Kampus gue nyet
Edgar D. S : Kampus gue nyet (2)
Adrian : Ck
J. Mahardika : Muehehe
Faris Rafandra : Gila ya Adrian
Faris Rafandra : Sekalinya jatuh cinta langsung poligami
Parama SW : Eyyyyy senangnya dalam hati
Edgar D. S : Kalau beristri duaaaaaa
Faris Rafandra : Sepertiiiii oooo duniaaaaaa
Parama SW : Tiada yang punyaa~
Edgar D. S : Kepada isteri tua
Faris Rafandra : Kanda sayang padamuuuuu~
Parama SW : Ooo kepadaaaaaa istri muda
Edgar D. S : I say I love you
Faris Rafandra : Yan?????
Parama SW : Heloh?
Dio Alvaro : Ngilang dia.
Adrian menarik napas, kemudian memutuskan menutup jendela grup tersebut. Teman-temannya bisa sangat heboh sampai kadar yang membuat Adrian merasa jengah. Selama mereka berteman, Adrian belum pernah merasa seaneh ini sebetulnya. Dia memang sempat mengakui kalau Aries terlihat menarik di matanya. Bahkan mereka sempat saling mengobrol dan jalan bareng. Tapi apakah itu berarti Adrian tidak punya kebebasan untuk mencoba berteman dengan cewek lain?
Adrian merasa heran. Buatnya, kesetiaan bukan berarti belenggu. Apalagi diantara dirinya dan Aries belum ada hubungan apapun yang lebih dari sebatas teman. Atau mungkin ini karena dia terlalu jarang berteman dengan makhluk bernama perempuan. Kalau dipikir-pikir, satu-satunya perempuan yang berinteraksi bebas dengannya di luar ibu dan kedua kakak perempuannya hanya Hana dan Raya. Yah, mungkin begitu.
Lalu cowok itu menghela napas perlahan sementara matanya jatuh pada selembar kertas penuh guratan warna di atas mejanya. Seraut wajah tergambar disana. Sederhana, namun cantik. Hanya sosok seorang gadis, tanpa ada yang lain. Sebentuk kemurnian yang mempesona.
Adrian berpikir sebentar, kemudian cowok itu meraih kembali ponselnya. Mengabaikan notifikasi grup yang masuk, dia mendial nomor ponsel Azalea. Pesan singkat atau telepon adalah satu-satunya cara untuk menghubungi gadis itu. Penyebabnya sederhana. Azalea hampir tidak punya akun sosial media. Atau kuota internet. Kadang, Adrian berpikir kalau cewek itu seperti Patrick Star yang tinggal di bawah batu. Dia hidup dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang tanpa merasa kesepian.
Atau mungkin Azalea punya masa dimana dia merasa kesepian. Sepertinya. Adrian saja yang tidak mengetahui itu.
Telepon Adrian tidak diangkat oleh Azalea. Adrian melirik jam di dinding, menebak-nebak sebelum memutuskan menelepon nomor gadis itu setengah jam kemudian. Kali ini teleponnya diangkat, dengan latar belakang suara ramai yang menerbitkan rasa penasaran Adrian.
"Halo?"
"Halo, Lea. Ini Adrian."
"Oh. Kenapa?"
Selalu straightforward.
"Lo lagi dimana?"
Hening sebentar. "Apa lo selalu seperhatian ini sama temen lo?"
"Urgh... I'm sorry, then."
Di luar dugaan, tawa Azalea justru pecah. "Nope. Apa gue semenyeramkan itu sampai-sampai lo ngerasa perlu minta maaf."
"Because I don't call you just to make you angry."
"Chill. I'm okay. Baru selesai kerja aja."
"Di kafe?"
"Enggak. Kali ini di GI. Not as a barista, thought."
"Tell me."
"Promise me you won't laugh."
Seulas senyum Adrian tertarik. "I won't, I promise."
"I'm a dishwasher."
"Lo emang cewek serba-bisa ya?"
"Maksud lo?" Azalea balik bertanya.
"You have that talent to be an enterpreneur. To be a barista. To be a dishwasher. To be a loving sister." Adrian terkekeh. "And even, a brave woman."
"Being a dishawasher is not something to compliment."
"It's true. I salute you."
"Oke. Gue yakin lo nggak menelepon gue cuma untuk memuji."
"Gue nggak memuji. That's the truth." Adrian menjawab. "Jangan marah, oke? Gue menggambar lo untuk tugas gue."
"Hng?"
Dengan sabar, Adrian menjelaskan tema dari project tugas yang harus dia kumpulkan minggu depan. Azalea mendengarkan dengan seksama, lalu kemudian ada kesunyian yang panjang. Awalnya, Adrian mengira Azalea kesal karena dia sudah menggambar gadis itu tanpa izin.
"I'm so sorry. Does it offend you?"
"Tergantung."
"Hm?"
"Kalau gambar lo jelek, gue akan sangat tersinggung."
"Lo mau liat gambarnya?"
"Dengan senang hati."
"Jam kerja lo selesai kapan?"
"Sejujurnya udah selesai sih."
"Okay, let's meet there."
"Dimana?"
"Di GI."
Diam sejenak.
"Lea?"
"Oke."
"So, see you in half an hour?"
"Yakin banget." Suara Azalea terdengar seperti mencibir. "Lo bicara seolah-olah Jakarta nggak pernah dilanda kemacetan."
Adrian tertawa. "Okay... Just, see you... Then?"
"See you."
***
Saat melihat dia melambai di kejauhan sebelum kemudian berjalan menghampiri gue, ada sedikit sesal yang terbit karena udah bersedia ketemuan dengan dia. Bukan apa-apa. He just... look so fine. Apakah gue pernah bilang gimana warna biru gelap terlihat sangat serasi dengan kulitnya? Rambutnya disisir jatuh ke depan, menutupi sebagian keningnya. Dia jadi terlihat seperti anak SMA, namun dengan bentuk badan tinggi macam supermodel. Sementara gue adalah oposit sejati dari penampilannya yang sekarang.
Gue kucel. Dekil. Belum mandi. Nggak inget kapan terakhir kali gue keremas. Dan entah sejak kapan, keberadaan ransel ala tentara ini terasa mengganggu gue. Namun, udah nggak ada gunanya mengeluh apalagi mencoba kabur. Adrian sudah berjalan menghampiri gue. Jarak diantara kita semakin menyempit, hingga gue bisa melihat dengan jelas matanya yang terang di bawah siraman cahaya lampu.
"Udah lama?"
"Not really. Tapi lo telat lima belas menit."
"Traffic is not something I can control."
Gue tertawa kecil. "I know."
Adrian mengajak gue masuk ke kafe terdekat. Kita memilih salah satu kursi di dekat jendela. Dia terlihat duduk dengan nyaman, sementara gue merasa agak sedikit... canggung. Ini adalah kali pertama gue pergi ke kafe dengan seorang teman, dan yang terpenting, teman itu adalah laki-laki. Setelah memesan (awalnya gue memesan air mineral, tapi Adrian justru memesankan sesuatu yang lain), kita duduk diam selama beberapa saat sampai Adrian berinisiatif membuka obrolan.
"Lo secapek itu ya?"
"Enggak juga. Kenapa?"
"Karena lo diam aja dari tadi."
"I'm never a chatty person."
"I know." Mata Adrian menatap gue lekat. "You are that kind of girl who finds joy in silence. You don't like the crowd. You have pride, with a little touch of insecurities inside."
Gue menyipitkan mata. "Lo itu dukun ya?"
"Cuma nebak."
"I have to admit that some of them are true. Maksudnya, liat gimana gue sekarang. Gue lebih mirip bocah tentara yang baru balik dari barak ketimbang orang yang emang niat jalan di mall. Sementara lo..."
"Sementara gue?" Adrian menunggu gue meneruskan.
"Honestly, you look so fine."
"Gue pikir kita sudah bikin kesepakatan sejak awal." Adrian tertawa kecil. "You'll show me the depth of the sea. And in return, I'll take you to the entire galaxy."
"Silly you."
Adrian hanya tersenyum, sebelum dia meraih tabung bazoka yang semula tergeletak di sisinya. Cowok itu mengeluarkan selembar kertas dari sana, membentangkannya di depan gue. Ada kumpulan warna disana, membentuk objek yang membuat gue terperangah tidak percaya.
"It's so pretty."
"As pretty as you."
Kening gue berlipat. "Jangan bilang lo lagi ngegombal."
"Cewek kayak lo bukan tipe cewek yang bisa digombalin." Adrian memandang gue dengan sorot jahil. "Dan enggak, apa yang gue bilang jujur. Gue menggambar lo. Dengan kata lain, apa yang ada di kertas ini adalah refleksi diri lo."
"Gue nggak pernah terlihat secantik ini ketika gue ngaca."
"Karena lo emang seharusnya nggak percaya sama kaca. Kaca itu selalu berbohong. It makes you think that all you're worth can be seen from the outside. Lo nggak bisa melihat yang lebih dari itu. Lo nggak bisa melihat bagaimana wajah lo ketika lo berkedip. Atau ketika mata lo berpijar saat lo bercerita tentang adik lo. Atau ketika lo tersenyum. Tapi gue bisa. Dan faktanya, lo memang secantik itu."
Pipi gue memerah.
"Gue nggak ngegombal, karena gue nggak lagi mencoba mencuri hati lo atau apa."
"Dari semua pose, kenapa lo menggambar gue dengan pose ini?"
"Kenapa? Lo mau digambar ala-ala Rose dalam film Titanic?"
Gue mendengus. "Bukan gitu."
Adrian tertawa. "Because I have no strength to draw your eyes, I guess."
"Kenapa?"
"Your eyes stole all my words away."
Gue terdiam lagi. Mata gue menatapnya, mencoba mencari pancaran tengil dari iris hazelnya. Tapi nggak ada. Hanya ada kepolosan. Kejujuran. Seperti dia sungguh-sungguh mengucapkan itu.
"Urgh... Thanks?"
"Udah makan malam?" Adrian tiba-tiba beralih pada topik yang lain.
"Kenapa?"
"Gue laper."
"Gue juga. Tapi," gue melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan gue. "Gue bisa kehabisan angkot."
"Santai. Gue bisa anter lo balik."
"Nggak perlu."
"Emang. Lo cewek mandiri. Gue tau lo bisa balik sendiri," sahutnya. "Tapi gue nggak. Gue nggak nyaman makan sendirian. Jadi temenin gue? Lo bisa ngabarin nyokap atau adik lo kalau lo boleh balik telat."
Gue diam sejenak sebelum bicara lagi. "Dengan satu syarat."
"Em-hm?"
"Give me a copy of this." Gue menunjuk gambar yang masih terbentang di atas meja. Lalu senyumnya kembali melebar.
"I promise. So, deal?"
"Deal."
Bersambung.
[][][]
a/n : Sumpah, nge post chapter ini susahnya setengah mati wkwkwkwk
Visualisasi the one and only Jev ada di konten multimedia.
Oke deh.
Biar gabanyak bacot, sampai ketemu di chapter berikutnya.
Makasih loh udah komen luv luv luv
ciao.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro