#04
Faris Rafandra invited you to a group.
Kening Adrian langsung berlipat begitu dia membaca notifikasi baru yang masuk sekitar lima belas menit yang lalu. Saat makan malam, Adrian sengaja meninggalkan ponselnya di kamar. Mama tidak pernah suka jika ada diantara anaknya yang terdistraksi pada hal lain ketika mereka sedang duduk bersama di meja makan. Member dari grup itu sudah genap berjumlah lima orang. Berpikir sebentar, Adrian akhirnya memilih opsi 'Accept'.
Cowok Idola Idaman Wanita (6)
Dio Alvaro : Najis banget namanya.
J. Mahardika : Lah bro, kita kan memang kumpulan cowok idola idaman wanita
Faris Rafandra : Tadinya mau dikasih nama Kantin Teknik Squad
Faris Rafandra : Cuma kalau gitu kan harus ngundang ciwey-ciwey kemari
Dio Alvaro : Kenapa nggak diundang aja?
Parama SW : Yeu
Parama SW : Yang ada ntar tuh dua anak syok
Parama SW : Lagian kan nggak bisa saling tukar-menukar aset dong
Dio Alvaro : Aset?
Edgar D. S : JAV lah tolol
Edgar D. S : Pura-pura nggak tau aja lo
Dio Alvaro : Ckck, otak kalian semua udah rusak
Edgar D. S : Emangnya lo nggak?
Dio Alvaro : Nggak.
Parama SW : Alah
J. Mahardika : Lagak lo, kayak anak kedokteran nggak demen melototin bagian-bagian badan cewe aja wkwkwk
Dio Alvaro : Tolong ya, itu demi kepentingan pembelajaran
J. Mahardika : Lah kita juga ngoleksi 3gp demi kepentingan pembelajaran kali, Yo
Dio Alvaro : Pembelajaran dari mananya coba. Ngaco lo.
Faris Rafandra : Pembelajaran menjadi suami yang jantan dan memuaskan istri di masa depan
J. Mahardika : Dats ma bro
Faris Rafandra : Luv yu bro
J. Mahardika : Thanks. I love me too.
Faris Rafandra : Sampah
J. Mahardika : Kamu dong
Parama SW : Btw ini kaya ada yang kurang gitu yah
Parama SW : Si bule kok kaga nongol-nongol
J. Mahardika : Ngepet kali.
Faris Rafandra : Jadi kepikiran
Edgar D. S : Apa?
Faris Rafandra : Kalau Adrian jadi babi ngepet, babinya albino nggak yah
J. Mahardika : RECEH ANYING WKWKWKWKWK
Adrian : Apa sih
Parama SW : Cie, nongol juga
Parama SW : Tumben lama
Parama SW : Teteh apa mamah nih yang lagi giliran dateng bulan sekarang
Adrian : Nggak usah ngeledek
Parama SW : Muehehehe.
Edgar D. S : Lagi pusing mikirin Aries ya? Nggak usah dipikiran serius-serius amat gitu lah, Yan.
Edgar D. S : Aries kalau nolak lo tuh
Edgar D. S : Fix lah udah gila dia
Edgar D. S : Kapan lagi coba bisa ditaksir Pangeran Bavaria
Dio Alvaro : Gue belajar dulu ya
Faris Rafandra : Sebebas elu aja
Adrian : Nggak mikirin Aries.
Parama SW : Siapa dong? Mamah? Teteh?
Adrian : Bukan
Faris Rafandra : Jangan bilang...
Faris Rafandra : Lo mikirin cewek serem itu
J. Mahardika : SIAPA?!!!!
Edgar D. S : SIAPA?!!!! (2)
Parama SW : Oh gitu cuma Faris aja yang dikasih tau tega ya lo, Yan. Lo nggak tau apa siapa yang selama ini ngasih lo uang bensin dan uang jajan?!!!
Parama SW : YA NYOKAP LO LAKHHHHHH!!!
Parama SW : WKWKWWKWK
J. Mahardika : Diem dulu nyet
Faris Rafandra : Itu loh, anak HI yang kemaren sempat nguber Adrian
Faris Rafandra : Yang bilang adeknya maba di jurusan Adrian
Faris Rafandra : Terus adeknya ngefans
Faris Rafandra : Dia nyamperin minta Adrian mau ketemuan sama adeknya
Faris Rafandra : Si ciwey galak
J. Mahardika ; Oh
J. Mahardika : Azalea bukan siy namanya
Edgar D. S : Kok lo tau?
J. Mahardika : Dulu pas jaman kegelapan gue kan suka ngoleksi nama-nama cewek cantik di setiap departemen
J. Mahardika : Azalea tuh termasuk cantik tau
J. Mahardika : Cuma dandanannya aja yang serampangan kayak maba baru masuk
J. Mahardika : Ransel segede alaihim digendong kemana-mana
J. Mahardika : Terus galaknya kayak anjing minta dikawinin
Parama SW : Inget Raya
J. Mahardika : Kalau itu mah
J. Mahardika : Selalu ada dalam hatiku
J. Mahardika : <3
Adrian : Bukan Lea
Faris Rafandra : KIDIWWWWWWW MESRA AMAT MANGGILNYA
Adrian : Serius.
Adrian : Ini soal tugas.
Adrian : Gue kudu bikin project.
Adrian : Temanya purity.
Adrian : Bingung
Parama SW : Purity? Kemurnian?
Adrian : Iya
J. Mahardika sent a photo
J. Mahardika : Kemurnian versi aku
Read by 5
Dio Alvaro sent a photo
Dio Alvaro : EH MAAF SALAH KIRIM
Parama SW : Aih aih kasussssssssss
Edgar D. S : Ekhem
Faris Rafandra : ALIG ALIG
J. Mahardika : ANJIR LO NYIMPEN FOTO HANA?!!!
Parama SW : Pasti dapet maling dari Instagram yah muehehehe
Dio Alvaro : LO SEMUA SALAH PAHAM JIR
Faris Rafandra : O gt y
Edgar D. S : O gt y (2)
J. Mahardika : O gt y (3)
Parama SW : O gt y (4)
Adrian : O gt y (5)
Dio Alvaro : BODO
Dio Alvaro : Gue mau belajar lagi
Faris Rafandra : Ternyata oh ternyata
Parama SW sent a photo
Parama SW : Nih kemurnian
Parama SW : Asli dari pegunungan
Parama SW : Ada manis-manisnya gitu lagi
Adrian : Kacau lo semua
Faris Rafandra sent a photo
Faris Rafandra : Kalau yang ini kacau nggak, yan?
J. Mahardika : ANJU DAPET DARIMANA
Faris Rafandra : Candid by Bobby
Parama SW : Bobby si raja ketombe HI itu?
Faris Rafandra : Yoi
Edgar D. S : Lagi makan aja mukanya tetep galak
Edgar D. S : Cantik sih
Edgar D. S : Tapi galaknya kayak mau nyekek orang
Parama SW : WKWKWKWKWK
Adrian : Ris
Adrian : This is too much
Faris Rafandra : Apanya?
Adrian : Nggak usah becanda bawa-bawa cewe
Adrian : Apalagi sampe ngetawain gitu
Adrian : Lo nggak kenal dia
Adrian : And what she has been through
Edgar D. S : Cie, emang lo tau?
Adrian : Enggak
Adrian : Makanya gue nggak mau bersikap sok tau
Adrian : Everyone has their own battle, that's why you should be nice even to a stranger
Adrian : Gue nggak mau ya foto itu nyebar kemana-mana di luar grup ini
Adrian : Bilangin Bobby juga
J. Mahardika : Yan....
J. Mahardika : Kok lo serem
Faris Rafandra : Kok lo serem (2)
Adrian : Lo semua bebas bercanda
Adrian : Tapi nggak perlu ngeledekin cewek juga kan?
Adrian : Apalagi orang yang lo cuma tau namanya doang
Adrian : Gue off ya
Adrian : Banyak tugas
Adrian menutup jendela yang menampilkan chatroom grup tersebut, beralih pada akun sosial-medianya yang lain sebelum jarinya berhenti bergerak ketika dia membuka data panggilan ponselnya secara tidak sengaja. Sebaris nomor berderet disana, tersimpan dalam sebuah kata berupa nama seseorang bersuara manis yang berbicara dengannya tempo hari. Suara itu adalah suara milik adik perempuan Lea. Namanya Alamanda.
Adrian bukan ahli analisa suara, tapi dia tahu kalau Alamanda adalah gadis remaja yang sangat baik, sopan dan polos. Nada kekhawatiran tersirat jelas dalam ucapannya kala Adrian memberitahu tentang apa yang menimpa Lea. Meski begitu, Alamanda tidak menunjukkan histeria maupun kepanikan yang berlebihan. Dia mendengarkan penjelasan Adrian dengan seksama, lantas mengucapkan terimakasih dengan santun karena Adrian sudah menolong kakak perempuannya.
Besok adalah hari ulang tahunnya. Senyum tipis Adrian tertarik perlahan saat dia terkenang pada sebuah kue tart dalam kemasan kardus yang belum ditutup. Kue itu tidak besar. Bagian atasnya dipenuhi oleh parutan cokelat dan hiasan buah ceri berwarna merah ranum. Ada coretan dari krim putih, membentuk nama Alamanda dan angka usianya yang baru. Mengucapkan selamat ulang tahun lewat perantara bukan sesuatu yang disarankan, namun tidak berarti tak diizinkan. Adrian melirik pada jam dinding yang terpampang di tembok kamar sebelum memutuskan mengetikkan sebuah pesan untuk Alamanda.
To : Alamanda
Halo, Manda. Ini Adrian, teman Lea yang menelepon tempo hari.
Saya baru tau dari kakak kamu kalau kamu ulang tahun besok.
Happy early birthday.
Am I the first to wish you a happy birthday?
All the best for you.
Lalu tanpa berpikir panjang, Adrian memilih opsi kirim. Layar ponsel menampilkan status sending. Lalu sent.
***
Alamanda tumbuh besar dengan mendengarkan komentar orang mengenai kebiasaannya yang aneh. Kebiasaan yang membuat orang-orang kerap menatapnya dengan sorot tidak mengerti. Atau bersikap seperti dia adalah pasien yang kabur dari rumah sakit jiwa. Tapi Alamanda tidak gila. Sungguh. Dia hanya punya sarana relaksasi yang agak sedikit berbeda dengan orang lainnya. Namun, bukan berarti dia berbahaya.
Alamanda masih sangat kecil ketika ayahnya pergi meninggalkan rumah. Tapi bukan berarti sosok pria itu sepenuhnya terhapus dari ruang ingatan. Menjelaskan perselingkuhan dan kepergian satu-satunya figur ayah yang pernah dikenal bukan sesuatu yang mudah, terutama pada anak kecil yang belum lagi cukup umur untuk masuk Sekolah Dasar. Lea selalu berkata, jika Manda menutup matanya, pada hitungan kesepuluh Ayah akan kembali. Manda menurut, walau ucapan Lea tidak terbukti. Ayah tidak pernah kembali.
Manda akhirnya mengerti bahwa Ayah memang sudah benar-benar menarik dirinya keluar dari kehidupan mereka. Dia berhenti merengek. Dia berhenti bertanya. Karena dia tidak ingin menyakiti Bunda dan Lea. Namun itu bukan berarti Manda berhenti merindukan Ayah.
Ada satu masa yang sangat berkesan ; sebentuk memori dengan Ayah yang bagi Manda sangat berharga. Lea tidak pernah tau. Dan Manda tidak pernah memberi tau. Karena dia mengerti bagaimana Lea benar-benar membenci Ayah atas apa yang sudah pria itu lakukan. Ingatan Manda tentang Ayah berkaitan dengan hari ulang tahunnya yang kelima. Saat itu Ayah menyalakan lilin di depan wajahnya, membuat Manda kecil takjub dengan liuk lidah api yang menyala. Entah bagaimana, dalam pijar jingganya, Manda seperti menemukan Ayah. Jelma dari sosok yang telah lama dia rindukan.
Manda mulai pergi kemanapun bertemankan lighter. Ketika gadis itu merasa sedih, dia akan menyalakan pemantik dalam sakunya. Api yang menyala seperti menjadi pengingat bahwa Ayah masih ada dan selalu menjaga Manda. Mulanya, Bunda dan Lea tidak terlalu mempermasalahkan hal itu hingga pada suatu hari, kecerobohan Manda hampir membakar seisi rumah. Lea melarang Manda menyalakan api. Gadis itu juga membuang lighter yang kerap Manda bawa bersamanya.
Alamanda mengerti itu demi kebaikannya, tapi kata-kata Lea dan wajah khawatir Bunda tidak cukup berhasil mengusir sepi yang mendatangi. Hingga kemudian, dia melihat Adrian. Pertemuan yang tidak istimewa, sebetulnya. Bus yang ditumpangi Alamanda hanya kebetulan berhenti di depan sebuah halte, dan Adrian tengah duduk di salah satu bangkunya. Cowok itu mengenakan earphone. Matanya terpejam menikmati alunan lagu. Jaket almamater melapisi kaus biru gelap yang dia pakai.
Melihat Adrian membuat Alamanda merasa lega. Seperti ada bagian dalam hatinya yang terobati. Tanpa perlu menyalakan api.
Lamunan Manda buyar tatkala ponselnya mengeluarkan suara dering halus. Dahi gadis itu sempat berlipat, lalu tangannya terulur. Ada satu pesan baru yang masuk. Manda membacanya, lantas ekspresinya berubah seperti seseorang yang baru saja dikabari menang lotere.
Itu pesan dari Adrian. Dan isinya ucapan selamat ulang tahun. Gadis itu menutup mulutnya dengan telapak tangan, membungkam jeritan yang hendak terlontar keluar. Ada lega yang meletup dalam dadanya. Ketenangan yang mengaliri batinnya. Lalu hangat. Semua itu terjadi begitu saja. Begitu mudah, dan Alamanda seperti lupa akan dirinya yang hanya anak gadis tanpa ayah.
Sekali lagi, tanpa api yang tersulut.
Bersambung.
[][][]
a/n : I'm sorry but I laughed at Kry's eating face :( Sorry Adrian, dont be mad at me :(
Anyway, gue menegaskan sekali lagi kalau Alamanda nggak punya ketertarikan romantis sama Adrian. Manda tuh ngeliat Adrian tuh kayak fangirl ngeliat biasnya, tapi nggak berharap dikawinin atau dipacarin gitu loh haha and I kinda feel bad for her because she has a kind of angsty fate in this story :( Miane yerimaaaah
Alurnya bakal cepet yha meskipun chapnya pendek-pendek wkwk
Ah ya, gangguan psikologis kayak kecenderungan untuk menyalakan api itu emang ada btw, dan gue udah dari dulu pengen nulis cerita yang berhubungan dengan ini... kalau nggak salah dari kelas satu SMA deh? Wkwk dan baru terealisasi sekarang, so thankyou Adrian!
Yang ada di konten multimedia adalah visualisasi Alamanda.
Oke deh kalau gitu, makasih udah baca.
Ciao.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro