ALWAYS THERE (Vignette)
Jingga
.
.
.
"Mark akan selalu berada di sisimu."
With Senar Senja - Dialog Hujan
__________
Seoul, 9 Maret 2015
"Pagi!"
Aku menoleh, mencoba untuk mencari sumber suara dengan mengelilingi ruangan tempat baca di rumahku ini. Dengan rasa penasaran, aku memasuki sebuah ruangan yang sedikit akan cahanya, ketika itu juga, aku merasakan jika punggungku disentuh seseorang.
"Aaaaa!" Teriakku sembari memukul badan yang aku yakini adalah lelaki. Tidak lama kemudian, aku berhenti ketika mencium bau parfum yang sangat familiar.
"Mark?"
"Mark apa itu kau?" Tanyaku karena dia tidak kunjung menjawab.
"Ayolah! Ini Mark atau pencuri?!" Sedikit konyol, tetapi dalam situasi seperti ini aku sangat panik.
"Iya iya, ini aku Mark, Hwang Minjung," ucapnya, lalu dilanjutkan oleh tertawa.
Dengan kesal, aku menendang tulang keringnya, yang membuat Mark memegang bahuku lalu tersungkur jatuh.
"Bagaimana? Enak, 'kan?" Tanyaku sarkastik, lalu kembali menuju ruang baca. Dari kejauhan, aku dapat mendengar bunyi langkah Mark dan sesekali lelaki itu merintih kesakitan.
Aku senang, tentu saja. Mark sangat suka menjahiliku dan terkadang aku hanya memukulnya pelan. Namun ini berbeda, dia sudah membuat jantungku hampir terlepas.
"Ya! Hwang Minjung!"
"Apa?"
"Kau cantik," ucapnya yang sudah berada di depanku. Oh Tuhan, dia sudah berani untuk memegang tanganku.
"Mark! Ini masih pagi!" Ucapku kesal sembari menarik tanganku.
"Tidak apa, toh orang tuamu sedang pergi."
"Jadi kau masuk ke rumah tanpa meminta ijin dari orang tuaku?!"
Lelaki itu menghela napas. "Justru aku kemari diperintahkan oleh orang tuamu."
Aku hanya tertawa pelan. "Terima kasih."
Mark hanya mengelus puncak kepalaku dengan pelan. Sudah sekitar 14 tahun aku bersahabat dengan dia, tentunya kami selalu bersama walapun aku memiliki keterbelakangan fisik.
"Nanti aku temani ke dokter, oke?"
Aku menggeleng. "Aku ingin jalan-jalan," jawabku jujur.
"Kau ingin dapat melihat dunia lagi, 'kan? Maka dari ituㅡ,"
"Aku bilang aku ingin jalan-jalan!"
Keadaan menjadi hening, seharusnya ini sudah biasa dan Mark yang selalu menang. Namun, kali ini dia bergumam terlebih dahulu.
"Baiklah, tetapi janji padaku nanti malam akan pergi."
"Of course, captain!" Seruku sembari memberikan hormat kepada Mark layaknya dia akan mengikuti wajib militer.
ㅐㅐㅐ
Dalam sehari ini, aku dapat mencium bau selain rumah sakit dan rumahku sendiri. Aku sangat suka dengan udara segar menerpa wajahku serta bau harum bunga menggelitik hidungku. Dan yang paling aku sukai dari semua ini adalah kebersamaan dengan Mark.
"Ini Namsan Tower, kau pasti sudah sering mendengarnya."
Aku mengangguk bersemengat.
"Ah, ibu selalu mengatakan jika aku dapat melihat kembali, aku akan diajak pergi kemariㅡ."
"Tapi nyatanya Mark Tuan yang sudah mengantarku terlebih dahulu." Lanjutku diselangi oleh tawa kecil.
"Kau bahagia?"
Aku terdiam, sembari menggenggam tangannya erat. "Selalu di sampingmu sudah membuat diriku bahagia, Mark."
"Dan apa kau tau?" Tanyaku memecahkan keheningan.
"Apa itu?"
"Aku bisa melihatmu."
Mark terdiam, seketika genggaman ini merenggang. "Maksudmu?"
"Bukan dapat benar-benar melihat."
"Aku tidak paham, mengapa?"
"Karenamu, ada sebuah cahaya di antara warna gelap ini."
Aku juga tidak paham dengan semua ini. Semua yang aku lihat seperti dinding berwarna abu-abu, yang tidak memiliki hiasan di sekitarnya. Namun, jika ada Mark, sebuah cahaya muncul dan aku yakini itu berasal dari Mark.
"Ah begini, pasti kau lapar. Ayo makan, aku yang membayar."
Satu hal yang harus kalian pahami, aku kalah dengan makanan.
ㅐㅐㅐ
Selain Namsan Tower, Mark juga mengajakku ke sebuah pantai. Sejak aku kecil dan memiliki kecacatan fisik, aku belum pernah ke pantai. Dan Mark menjadi orang pertama yang membawaku kemari. Mobil miliknya berhenti. Dia turun, membukakan pintu serta menuntunku keluar.
"Aku merekomendasikan agar kau tetap memakai sepatu."
Aku terdiam terlebih dahulu. "Bukankah pantai memiliki pasir?"
"Tentu."
"Jika begitu, rekomendasimu tidak kubutuhkan."
"Ya! Disini sedikit berbahaya, Hwang Minjung."
"Tidak masalah," ujarku menggeleng sembari tersenyum.
"Baiklah, aku bantu."
Setelah kami melepaskan alas kaki, Mark mengajakku pergi ke tepi pantai. Kami duduk di tempat yang sedikit lembab. Aku yakin itu adalah kayu.
Keheningan melanda kami berdua. Sebelumnya tidak pernah terjadi hal seperti ini, pasti di antara kami ada yang berbicara panjang lebar, tetapi kali ini baik aku maupun Mark, lebih memilih untuk menikmati udara segar pantai.
"Kau tau ini pantai apa?"
"Tidak."
"Ini Pantai Eurwangni. Kau akan sangat menyukai warna langitnya jika dapat melihat."
"Aku berharap secepatnya mempunyai mata baru." Aku tersenyum.
"Minjung, semua orang mempunyai kelemahan fisik masing-masing. Mau itu dari kalangan atas hingga bawah. Seperti aku."
"Maksudmu?"
"Aku juga mempunyai keterbatasan fisik walaupun tidak terlalu terlihat. Bahkan, aku ingin menjadi dirimu. Lebih baik,"
"Satu hal lagi, selain menyukai warna langit senja, aku menyukaimu."
ㅐㅐㅐ
Sudah 10 hari ini aku tidak mendengar kabar dari Mark. Aku khawatir karena pada dasarnya keseharianku selalu diisi oleh dirinya, dan alhasil selama 10 hari itu juga aku hanya terdiam di kamar. Dia tidak meneleponku. Ini membuatku bertanya-tanya.
"Hwang Minjung," panggil ibuku.
"Ibu memiliki kabar gembira."
"Tentang apa? Mark?"
"Bukan."
Kedua alisku menyatu. Selain berita tentang Mark, sepertinya aku tidak terlalu tertarik untuk saat ini.
"Lalu apa?"
"Kau mendapat donor mata."
Aku terdiam. Mengeratkan genggaman tangan ibuku. Ini berita besar! Berita yang harus aku sampaikan pada Mark.
"Ibu! Ibu aku pinjam telepon! Mark! Mark!" Histerisku lalu mendapatkan telepon yang sudah tersambung dengan Mark.
"Mark!"
"Ya? Apa?"
"Ada berita besar! Kau pasti akan menyukai hal ini!"
"Ada apa?"
"Aku ... akan ... mendapat ... mata baru!"
Tidak ada jawaban untuk beberapa detik.
"Mark?"
"Sungguh?! Wah! Aku sangat bahagia!" Ucapnya ikut berteriak kencang.
"Kau kemana saja 10 hari ini?"
"Aku sedang menyelesaikan tugas kuliah, sebenarnya aku ingin mengajakmu tetapi, yah kau taulah."
"Pokoknya ketika aku operasi kau harus ada!"
"Iya, iya."
"Dan ketika aku dapat melihat, kita berdua akan ke pantai lagi."
"Iya Nona besar."
ㅐㅐㅐ
Seoul, 9 Maret 2016
Langit sudah berubah menjadi jingga. Menandakan bahwa senja sudah datang. Aku tetap di sini sejak pukul 4 sore, melihat betapa indahnya ketika matahari tenggelam, ombak yang menghantam kaki dan udara segar yang meniup wajahku. Dan sudah sejak 2 tahun aku kemari, sendirian.
Mark mengingkari janjinya.
Setelah operasi, lelaki itu membuatku menangis. Bukan, itu bukanlah tangisan sembari memeluknya dan berkata 'Mark! Aku sudah dapat melihatmu!'. Salah besar.
Beberapa hari setelah operasi, aku menemuinya. Mark yang benar-benar tampan, dan Mark yang selalu melindungiku. Kami akhirnya dapat melihat satu sama lain. Di tempat yang tidak pernah kusangka,
Pemakaman.
"Kurang lebih 3 tiga tahun Mark mengidap kanker kolorektal. Dia meminta agar kau tidak mengetahuinya."
"Dia sangat bersyukur memilikimu, Hwang Minjung. Kau harus percaya bahwa Mark akan selalu melindungimu di manapun kau berada, Mark akan selalu berada di sisimu."
Aku merasa sedih tatkala ayahnya mengatakan, 'Jaga mata itu, karena mata milikmu adalah milik Mark juga.'
Semua perkataan ayahnya selalu membuatku menangis, ditambah ketika aku harus mengingat bagaimana Mark memegang tangan atau kepalaku dan juga baunya yang sudah menghilang.
Pelukanku pada badan semangkin mengerat, dan aku mulai terisak.
"Kau tau Mark? Aku merindukanmu. Sangat sangat merindukanmu," ucapku hingga badanku sendiri gemetar hebat.
Karena aku menyadari suatu hal,
Kita tidak saling menyukai
Melainkan,
Kita saling mencintai.
.
.
.
End
Screenwriter : ariseol
Editor : Rilamickey
Covered : ariseol
A/N;
Halo! *mic check*
Btw maaf kalo kurang nge feel huhuhu:') Dan kalo ada yang tanya kanker kolorektal itu apaan? Kanker di usus yeu ... thankyou.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro