Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sembilan Bulan

SEMBILAN BULAN

Author: BJUNG || Wattpad: xbjung21 || Mark Lee, Jung Raein, Lee Taeyong (Mark Brother) || Sadism, Married life, Hurt, Thiller || 2159 words||

""""""""""""""""""""

Pagi yang cerah mengiringi hari yang indah, sinar mentari yang hangat dan penuh kelembutan mengintip dari celah tirai jendela kamar. Menyilaukan netra seorang wanita yang masih berusaha fokus dengan keadaan sekitar. Ia menggeliat pelan di atas kasur guna merenggangkan seluruh otot di tubuhnya. Dan, mendesah pelan tatkala jari jemari seorang lelaki mengelus permukaan perut membuncitnya lembut.

"Pagi Raein" sapa lelaki itu. Netra tajamnya menatap wanita yang terbaring di sampingnya, dalam. Sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyuman yang selalu ia berikan, hanya untuk sang pujaan hati.

Raein membalas senyuman lelaki itu dengan mengecup bibir ranum miliknya sekilas. Mereka adalah sepasang suami istri bernama Mark Lee dan Jung Raein. Mereka baru menikah beberapa bulan yang lalu, tepat setelah hari kelulusan sekolah mereka.

Pernikahan yang terjadi akibat pergaulan yang terlampau bebas, Raein hamil anak Mark 2 bulan. Alasan itu Mark gunakan untuk mengikat Raein dalam suatu hubungan yang menyiksa, membuat Raein mau tak mau harus sehidup semati dengannya. Seorang lelaki berdarah dingin, yang tak segan membunuh siapa saja yang mengusik hidupnya.

"Bagaimana tidurmu semalam?" Tanya Mark lembut sembari menyingkirkan helaian rambut yang menutupi sebagian wajah Raein. Wanita muda itu berusaha semanis mungkin menanggapi pertanyaan sang suami.

"Nyenyak sayang. Semalam kau pulang jam berapa?" Tanya Raein balik.

Mark merebahkan tubuhnya tepat di samping istrinya. Menggunakan tangan kanan Raein sebagai bantalannya.

"Aku baru saja pulang" jawabnya pelan. Terlihat jelas kelelahan di wajah tampannya.

"Lembur lagi?"

Mark menarik nafas dalam kemudian mengangguk dan mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Raein lagi. Setelah mereka resmi menjadi sepasang suami istri, Mark lebih banyak menghabiskan hidupnya untuk kerja paruh waktu. Demi menafkahi Raein dan calon anak mereka.

Raein sangat bersyukur, karena semakin Mark disibukkan dengan kegiatan positif, semakin ia dapat terbebas dari kebiasaan buruknya dulu. Membunuh orang tanpa kenal waktu dan tempat. Raein telah terbiasa dengan hal seperti itu tetapi wanita itu tak ingin mengingatnya lagi. Cukuplah ingatan kejadian mengerikan itu memudar seiring berjalannya waktu.

"Sayang kau merindukanku?" Tanya Mark dengan nada bicara yang sengaja ia imutkan. Raein terkekeh pelan sambil mengusap wajah Mark dengan sayang. "Aku sangat merindukanmu, Mark" jawab Raein meyakinkan. Ia tersenyum tipis kemudian mengecup bibir Mark lagi.

Seiring berjalannya waktu, Raein mulai mencintai Mark. Mark selalu menemaninya di saat senang maupun duka. Termasuk saat Raein merasa terpuruk dan depresi karena mengetahui dirinya telah hamil 2 bulan anak Mark. Lelaki itu dengan tak malu mengakuinya ke orang tua Raein dan penuh keyakinan, menikahi sang kekasih sebagai rasa tanggung jawab atas perbuatannya itu. Membuat Raein tersadar atas ketulusan cinta Mark yang selama ini ia ucapkan dan Raein sangat menghargainya.

"Sayang aku lapar" gumam Mark kemudian bangkit dari tidurnya, menatap Raein memohon.

Pranggg

Suara piring pecah terdengar dari arena dapur rumah mereka. Refleks mereka bangkit dan berjalan menuju dapur guna memeriksa sumber suara itu.

"Hyung!! Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Mark sedikit kesal pada seorang laki-laki bersurai coklat yang tak lain adalah Lee Taeyong, kakak kandung Mark.

Taeyong terlihat sedang berjongkok guna membersihkan kekacauan yang baru saja terjadi.

"Yak! Ini rumahku juga. Apa salahnya aku pulang ke rumah sendiri?" Jawab Taeyong dengan nada bicara yang tak kalah tinggi.

Raein berusaha menenangkan Mark. Yang Taeyong katakan benar, rumah ini bukan sepenuhnya milik Mark dan Raein. Rumah ini adalah peninggalan orang tua Mark yang mereka gunakan untuk menetap, mengingat umur keduanya masih terlalu muda untuk membeli sebuah rumah.

"Kau tak memberitahuku lebih dulu hyung" ucap Mark sembari menarik tubuh Raein agar lebih dekat padanya. Ia melingkarkan lengan kirinya posesif pada pinggang Raein.

"Tak perlu, lagipula aku hanya menginap beberapa hari saja disini" jawab Taeyong mengalihkan pandangannya dari serpihan piring yang berserakan di lantai, menatap Raein dan Mark secara bergantian. Lelaki itu tersenyum ramah pada Raein kemudian melanjutkan kegiatannya membersihkan serpihan piring.

"Kau seharusnya menjaga Raein, Mark. Apa kau lupa hari ini tepat sembilan bulan usia kandungannya?" Ujar Taeyong mengingatkan. Refleks Mark menoleh kearah istrinya memastikan "Oh astaga! Benarkah sayang?"

Raein mengangguk lemah pada Mark. Atensi Mark terlihat semakin berbinar, menandakan bahwa ia sangat bahagia ketika mendengar kabar itu.

"Anak kita sebentar lagi akan lahir sayang!!" teriak Mark heboh. .

.

.

.

Raein merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar, mengistirahatkan sejenak jiwa dan raga yang begitu lelah menghadapi semua kenyataan hidup. Raein mengambil handphone miliknya yang terletak di atas nakas meja dan mulai menjelajahi dunia.

Ia tersenyum miris saat tanpa sengaja melihat foto teman-teman sekolahnya dulu yang terlihat begitu bahagia dengan kehidupan mereka. Mereka dapat menikmati kehidupan remaja mereka dengan bersenang-senang dan terus berusaha untuk menggapai impian mereka.

Sedangkan Raein hanya bisa merutuki nasib buruknya ini. Ia tak mempunyai impian, yang Raein inginkan hanya sebuah kebebasan dan rasa bahagia..

"Raein-ah ayo diminum susunya" Taeyong tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar yang tertutup kemudian berjalan menghampiri Raein dengan membawa segelas susu di tangannya.

Raein bangkit dari tidurnya kemudian mendudukan diri di atas kasur.

"Terima kasih oppa" ucap Raein. Taeyong menaruh gelas kaca berisikan susu nutrisi kehamilan itu di atas nakas samping tempat tidur Raein.

"Ne" jawab Taeyong seraya tersenyum manis pada Raein. Ia mengusap lembut surai Raein kemudian berniat meninggalkan kamar ini sebelum keberadaannya diketahui oleh sang adik. Ia telah menganggap Raein seperti adiknya sendiri karena Taeyong tahu, Raein adalah segalanya bagi Mark.

Tetapi terlambat, Mark ternyata sudah berdiri di depan pintu kamar sembari mengepalkan kedua tangannya kuat. Ia mengeraskan rahangnya, terlihat jelas kilatan emosi dari tatapannya itu.

Planggg

Dalam sekejap, Mark membanting gelas yang berisikan susu yang Taeyong berikan ke lantai kemudian mendorong tubuh kakaknya agar keluar dari kamar ini.

"Mark!!" Geram Taeyong dari balik pintu kamar yang telah terkunci. Lelaki itu terus menggedor pintu kamar yang membuat suasana bertambah mencekam.

Tatapan itu adalah tatapan yang paling Raein takuti selama ini. Tatapan yang selalu Mark tunjukan sebelum ia membunuh seseorang. Hampir berbulan-bulan Raein tak melihatnya dan sekarang tatapan mematikan itu hanya terfokus padanya.

"Mengapa kau memanggilnya oppa sayang?" Tanya Mark dingin sembari berjalan menghampiri sang istri.

Tubuh Raein membeku, bahkan untuk menelan ludah saja ia tak mampu. Jantungnya semakin berdegub kencang tatkala jari jemari Mark meraih wajahnya dan mencengkram kuat bagai ingin meremukkannya.

"Dia kakak kandungmu Mark. Kakak iparku juga" ucap Raein diakhiri ringisan yang begitu kencang. Ia ketakutan dan merasa panik saat berusaha menjelaskan kesalahpahaman ini pada Mark. Saking kuatnya remasan Mark pada wajahnya, ia sampai tak mampu merasakan wajahnya lagi.

Tetapi Mark seperti tak memperdulikan ringisan Raein itu.

Bughh!!

Satu pukulan keras mendarat mulus pada wajah Raein. Air mata kini tak bisa lagi ia tahan, tubuhnya bergetar begitu merasakan sakit yang luar biasa dari pukulan Mark itu.

"Apa kau berniat menggodanya? Mengapa suaramu terdengar imut seperti itu?" Mark mengangkat wajah Raein lagi. Amarahnya semakin memuncak ketika melihat air mata yang seharusnya tak keluar dari pelupuk mata Raein.

Tak ada sedikitpun niat Raein untuk menggoda Taeyong, tetapi Mark selalu saja seperti ini. Marah karena urusan kecil.

Mark sangat mencintai Raein, ia benar-benar terobsesi pada sosok wanita yang menangis di hadapannya ini. Ia tak ingin menyakiti Raein tetapi sisi lain dalam dirinya ini seakan tak perduli dengan hal itu.

"Baiklah-baiklah aku minta maaf. Aku takkan memanggilnya oppa lagi. Kumohon Mark.. Aku mencintaimu" Raein bangkit dari duduknya dan memeluk paksa sang suami, berharap dapat meredakan emosi Mark. Dan sukses, Mark terdiam saat menyadari perbuatan kejinya itu. Ia luluh hanya lewat tangisan serta pelukan yang selalu membuatnya nyaman.

"Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu" gumam Mark membalas pelukan Raein erat. Tubuh Raein bergetar hebat, hal seperti ini bukan pertama kali terjadi padanya. Mark adalah tipe orang pencemburu, ia bahkan tak segan membunuh siapa saja yang berusaha memisahkan dirinya dengan Raein. Dan tak jarang, Raein harus rela menjadi pelampiasan amarah Mark agar tak menyebabkan korban jiwa lagi. Cukup, sahabat Raein dan beberapa teman dekat Mark saja yang menjadi korban.

"Uljima"

""""""""""""""""""""""""

Raein menatap kosong televisi di hadapannya yang menampilkan sebuah acara variety show. Hari mulai menggelap, waktu pun sudah menunjukkan pukul 19:00 malam. Seharusnya Mark sudah pulang sejak sore karena hari ini ia telah berjanji akan mengantar Raein untuk memeriksa kandungannya.

"Raein-ah ada apa dengan wajahmu? Mengapa memar seperti itu?" Pertanyaan Taeyong itu sukses menghamburkan lamunan Raein. Dengan khawatir Taeyong berjalan mendekati Raein dan mendudukan diri tepat sebelah Raein.

"Aku tak sengaja menabrak pintu tadi, kak. Gwenchana" elak Raein saat Taeyong berusaha meraih wajahnya guna memeriksa lebam itu.

"Itu harus diobatin dulu" ucap Taeyong tetap keukeuh memeriksa lebam di wajah Raein. Ukuran lebam yang sangat besar membuat siapa saja khawatir saat melihatnya.

"Gwenchana kak, nanti bisa hilang sendiri" Raein terus berusaha menghindar dari Taeyong.

"Sudahlah, kau duduk saja" ujar Taeyong dengan cepat mengambil perlengkapan p3k yang terletak di kamar mandi kemudian mulai mengobati lebam di wajah Raein. Raein sudah berusaha menolaknya tetapi tetap saja Taeyong bersikeras agar lebam itu diobati.

Brak!!

"Apa yang kau lakukan Hyung??" Teriakan itu refleks menghentikan kegiatan Taeyong. Posisi Taeyong saat ini sangat mendukung untuk terjadinya sebuah kesalahpahaman. Posisi wajah Taeyong yang sangat dekat dengan wajah Raein serta tangan lelaki itu yang terulur guna menempelkan salep ke wajah Raein, sukses menyulut emosi Mark lagi.

"Mwo?? Aku hanya mengobatinya..

Mark dengan penuh kemarahan berjalan menghampiri mereka kemudian menarik rambut Taeyong keras, agar menjauh dari Raein

Yak, lepaskan" jerit Taeyong. Padahal Taeyong memiliki tubuh yang lebih besar dari Mark, tetapi tetap saja tarikan Mark itu menghambat pergerakannya.

"Aku tak suka seseorang menyentuh milikku!! Termasuk Raein, ia pantas mendapatkan memar itu hyung!!" Bentak Mark kencang. Emosi telah memenuhi dirinya saat ini. Sedangkan Raein hanya bisa menangis kencang melihat dua orang dihadapannya. Tubuh wanita itu bergetar saking takutnya.

"Mwo?? Apa maksudmu? Dia istrimu Mark"

Mark tertawa kencang kemudian mengeluarkan pisau lipat dari dalam saku celananya. Raein menutup mata serta telinganya rapat. Ia tahu apa yang akan terjadi jika Mark sudah mengeluarkan pisau kesayangannya itu.

"Ia adalah segalanya bagiku. Aku tak suka kau menyentuhnya hyung!!"

Mark menggoreskan pisau lipat miliknya di leher Taeyong, membuat luka yang cukup dalam dengan tetap menarik rambut lelaki itu kuat.

"Akhhh apa yang akan kau lakukan?" Pekik Taeyong saat merasakan perih luar biasa pada bagian lehernya. Tubuhnya melemas, pandanganya kabur dan seluruh tenaganya dirasa habis akibat luka menganga yang Mark buat di lehernya. Darah mengalir deras mengotori baju serta lantai rumah ini.

"Melenyapkanmu hyung, apa lagi!!?"

Mark akhirnya melepaskan tarikan rambut Taeyong dan beralih menusukkan pisau miliknya pada perut Taeyong beberapa kali. Mengoyak isi perut lelaki itu kemudian mengeluarkan beberapa bagian inti tubuh Taeyong. Membuat suara mengerikan yang berpadu dengan teriakan kesakitan Taeyong.

"Yak Mark Lee!! Sadarlah ia kakak kandungmu" geram Raein berusaha menyadarkan suaminya. Ia tak bisa hanya diam terus seperti ini, semua akan lenyap jika emosi terus dibiarkan memenuhi diri Mark.

"Kau membelanya sayang?" Tanya Mark menghentikan seluruh kegiatannya dan berjalan perlahan menghampiri Raein. "Aniya, bukan begitu. Ia hanya membantuku mengobati memar ini, tak lebih. Kau salah paham sayang" ucap Raein pelan, berusaha menyingkirkan rasa takut yang ia rasakan saat menatap atensi tajam Mark.

"Aku tak perduli, Raein. Kau pasti sangat mengenalku dengan baik" ucap Mark penuh penekanan kemudian menarik tengkuk gadis itu agar dapat mencium bibir ranum miliknya. Mark meraih tangan kanan Raein dan memberikan potongan daging berlumuran darah di tangan gadis itu."Jari ini, jari yang ia gunakan untuk menyentuhmu"

Raein berteriak ketakutan sembari membuang potongan jari Taeyong yang berlumuran darah dari tangannya.

Mark tertawa keras saat Raein tiba-tiba meringis kesakitan sambil memegangi perutnya."Mark!! Perutku.."

"Ada apa sayang?" Tanya Mark santai. Menempelkan telapak tangannya yang dipenuhi darah pada wajah sang gadis."Perutku sakit sekali" ringis Raein menggenggam erat pergelangan tangan Mark guna mengalihkan rasa sakit yang ia rasakan.

"Kau tahu seberapa besar rasa cintaku padamu?"

Raein tak memperdulikan pertanyaan Mark itu. Rasa sakit di perutnya sungguh di luar nalar. Raein mengigit bibir bawahnya kuat demi meredakan sakit yang ia rasakan.

"Aku sangat mencintaimu, tetapi mengapa kau tega melakukan ini padaku sayang?" Tanya Mark membawa wajah Raein agar menatapnya. Mark berusaha melepaskan gigitan Raein pada bibirnya sendiri menggunakan tangan yang berlumuran darah Taeyong.

"Mark kumohon.. sepertinya aku.." pinta Raein dengan sangat agar suaminya sadar dan segera membawanya ke bidan terdekat. Ia rasa ini adalah waktu yang tepat.

"Aku akan membantu mengeluarkan anak kita" gumam Mark membaringkan tubuh istrinya pelan di atas sofa. Raein menggelengkan kepalanya, ia tak bisa melakukan apapun untuk menghindar maupun melawan Mark saat ini. Rasa sakit itu melumpuhkan seluruh persendian tubuhnya.

Raein memejamkan matanya erat saat pisau itu sudah berada di depan perutnya

"Akhhhh!!!"

Mark merobek perut Raein seperti seorang dokter yang sedang melakukan operasi caesar, tetapi bedanya Raein masih dalam keadaan sadar. Dan, tanpa kelembutan mark mengangkat bayi itu keluar dari dalam tubuh Raein.

"Wah bayi kita laki-laki, sayang. Aku akan memberikannya nama-"

"Mark!!"

Tubuh Raein bergetar hebat, darah Raein telah mengotori hampir sebagian badan sofa. Membuat Mark terdiam sebentar sambil memperhatikan hasil karyanya di tubuh Raein.

"Maafkan aku Raein.. Aku terlalu mencintaimu. Aku tak ingin menyakitimu lagi.. Ini yang terakhir kalinya sayang, maafkan aku.." Ucap Mark meletakkan bayi mereka di atas sebuah meja di dekat dapur kemudian berlari guna menghampiri sang istri. Ia merutuki dirinya sendiri saat sadar apa yang telah ia perbuat.

"Mark.. jaga.. anak.. kitaa.." Mark berteriak kencang saat mendengar perkataan terakhir wanita yang sangat dicintainya itu. Ia tak sadar telah membunuh Raein dengan tangannya sendiri.

"Maafkan ayah, nak"

THE END


Writer by xbjung21

Jangan Lupa  komentar ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro