Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

📸2-Alice di Dunia Antah Berantah

Rana pernah mendengar suatu kalimat, entah dari siapa (mungkin dari video-video singkat yang lewat di laman media sosialnya) bahwa baiknya, kita bangun pagi dengan menyadari bahwa akan ada banyak kejadian dan orang-orang yang akan mengecewakan kita selama satu hari ini. Berpikiran seperti itu sesaat setelah bangun pagi, kabarnya dapat membantu kita untuk mempersiapkan diri, bahwa hidup pasti tidak akan berjalan sesuai dengan kehendak kita. Bersikap awas pada kemungkinan bahwa kita akan kecewa (dalam satu hari tersebut) merupakan suatu sikap untuk mengatasi kekecewaan itu sendiri, lalu, menjadi kunci untuk menjadi pribadi yang lebih tenang dan kebal untuk dikecewakan oleh kehidupan.

Menurut Rana, itu adalah pernyataan yang logis, sayangnya pendapat itu tidak dapat membantunya untuk bersikap tenang dan biasa-biasa saja untuk hari ini. Tenggat waktu submisi dan presentasi naskah drama akan ditutup sekitar dua hari lagi, hal tersebut membuatnya belum tidur semalaman suntuk. hasil submisi akan menjadi penilaian di rapor, di tabel penilaian ekstrakurikuler, sekaligus nilainya akan masuk perhitungan dalam pemilihan jabatan organisasi ekstrakurikuler nantinya, belum lagi, jika hasil submisi terpilih menjadi film pendek, hal itu akan menjadi portofolio yang bagus untuknya.

Dengan tekad mendapat nilai bagus di ekstrakurikuler teater, Rana beranjak dari kursi meja belajarnya dan menarik kenop, tepat saat adik laki-lakinya hampir mengetuk daun pintu kamarnya.

"Anjrit!" Adiknya memekik.

Mau tak mau, Rana juga kaget saat tahu adiknya di depan pintu. "Kenapa pake acara kaget juga sih!" Rana membentak.

"Ya aku kira setan tadi, lagian muka kusut banget begitu!"

"Aku belum tidur!" Bola matanya berputar ke atas.

"Dipanggil mama tuh, bantu buat sarapan."

"Kenapa nggak kamu aja, sih, yang sesekali masak?" ujar Rana sambil mengekor di belakang adiknya menuruni tangga menuju dapur.

"Ya udah nanti kita bagi tugas dan tukar sif, aku yang masak, Kakak yang bantu Ayah cuci motor sama cuci mobil."

Rana meringis. "Ya udah, nggak jadi, lebih enak masak, bisa cemil-cemil."

Tanpa ia tahu, adik laki-lakinya itu memutar bola mata.

"Kan, aku juga mau," ujar adiknya itu.

Dari tangga, adiknya itu berbelok ke kanan menuju teras rumah, sementara Rana berbelok ke kiri, menghampiri ibunya yang sudah mengenakan daster hijau dan celemek oranye—perpaduan warna yang di luar dugaan, menurut Rana.

"Gimana, Ma?"

"Gini—Astaganagabonar jadi dua!"

Rana menutup kupingnya. "Kenapa sih, Ma?"

"Mami kira kuntilanak tadi."

Seketika Rana jadi semakin bete. "Rana nggak bisa tidur, sebentar Rana cuci muka dulu, ya."

Ibunya menganggukkan kepala sambil mengatur napas dan detak jantungnya. Sementara Rana berjalan ke arah wastafel di luar kamar mandi, menatap cermin oval di depannya dan seketika mata Rana terbuka lebar.

Sekarang ia jadi paham kenapa adik dan ibunya kaget melihat wajahnya, ternyata memang seburuk ini. Rana kemudian menyalakan kran air dan membasuh mukanya, air yang mengalir dari kran juga sesekali membasahi rambut bagian depannya.

Tepat saat ia sudah selesai membasuh muka, pintu kamar mandi yang ada di sampingnya terbuka. Rana tentu saja reflek menoleh dengan rambut dan wajahnya yang basah, hanya untuk menemukan ayahnya tergeragap.

"Se-Setan!" Ayahnya memekik.

"Ayah!!"

📸

Rama baru saja bebersih rumah saat ia melihat ponselnya menyala di kamar. Lelaki itu sejenak melihat siapa yang mengirim pesan di hari minggu ini. Kedua alisnya naik melihat siapa dan apa pesan yang masuk ke ponselnya itu, telunjuknya segera berkeliaran di layar ponsel.

Rana: "Dmn?"

Rama: "Rumah, knp?"

Rana: "Ke taman?"

Rama: "Brgkt."

Rama segera keluar kamar dan menuruni tangga, menemui ibunya yang berada di dapur kotor mereka yang cukup lebar. Di sana juga sudah ada dua orang lagi yang merupakan pegawai toko roti milik ibunya.

"Ma, Rama mau ke taman sama Rana."

"Iya, boleh. Mau dibekelin sarapan?"

Rama menggeleng. "Kayanya malah nanti siang Rama ajak Rana makan siang di sini, tapi kalau dia mau, ya."

Ibunya mengangguk. "Ya udah, hati-hati."

Rama tersenyum setelah mendapat lampu hijau dari ibunya, ia kembali lagi ke kamarnya di lantai dua dan bersiap-siap. Ia mengenakan celana pendek dengan kaos putih oversize, serta deker tangan. Butuh setidaknya 30 menit perjalanan ke taman terdekat dari rumahnya dan Rana jika menggunakan sepeda, sepuluh menit lebih cepat jika menggunakan motor. Namun setiap mereka ke taman, entah kenapa mereka tidak akan menggunakan motor, mereka akan menggunakan sepeda, sudah kebiasaan.

Rama tak lupa menyambar tas yang dapat memuat kamera analog kesayangannya, setelah itu ia berjalan turun ke garasi dan membawa sepedanya ke luar rumah.

Di luar ia cukup menyeberang saja, kemudian ia sudah berada beriringan dengan Rana, tetangga sekaligus sahabatnya yang terus bersama sejak mereka sama-sama duduk di kelas 1 sekolah dasar. Gadis itu menyanggul, atau lebih tepatnya, memasukkan rambut panjangnya di dalam topi berwarna oranye yang bertengger di kepalanya, dipadu padan dengan kaos lengan panjang berwarna krem dan celana jeans selutut.

"Ada agenda mau ngapain?" tanya Rama.

Rana tampak bingung sesaat. "Aku cuma pengin menghirup udara segar, lagi stuck sama naskah."

Rama mengangguk. "Ya udah, kalau gitu nanti aku tinggal keliling aja. Nggak masalah, 'kan."

"Boleh," ujar Rana sambil mulai mengayuh sepedanya.

Rama dan Rana berjalan dalam satu baris, dengan posisi Rana yang memimpin mereka, sementara Rama mengekor di belakang. Butuh waktu sekitar 20 menit perjalanan dengan mengayuh sepeda untuk pergi ke taman.

Sesampainya mereka di sana, Rama memang langsung pamit untuk berkeliling, sementara Rana membuka tabletnya dan mulai memutar otak. Di saat yang bersamaan, seekor kucing berbulu oranye dan putih berjalan dan mendekat, lalu mengetukkan cakarnya ke arah gantungan kunci berbentuk lumba-lumba milik Rana.

Melihat hal itu, mau tak mau Rana jadi mengalihkan fokus. Ia tutup dan ia letakkan tablet itu di samping tubuhnya lalu dengan perlahan, ia mengangkat kunci sepeda miliknya.

Rana terkikik saat melihat kucing itu berdiri dan berusaha meraih gantungan kunci berbentuk ikan miliknya. Permainan menyenangkan itu berlangsung tak lama, dan berubah jadi kepanikan saat kucing tersebut meloncat dan menyambar ikan itu dengan mulutnya.

"Heh!" Rana refleks berteriak. Ia segera menyambar tablet dan terburu-buru memasukkan benda itu ke dalam tasnya, lantas berlari mengejar kucing itu.

"Pus! Berhenti!" Tentu saja, berteriak begitu pun, kucing hanyalah kucing, ia tidak paham bahasa manusia.

Kucing tersebut berlari sangat cepat dan ternyata menuju ke arah seorang lelaki dengan kaos oversize dan rambut yang dikucir seperti tangkai apel.

Itu Rama!

"Awas!" Rana memekik.

Pemuda itu tak sempat menoleh, dan si kucing iseng itu melompat tempat ke samping pinggang Rama. Rana sudah tidak ada waktu untuk berhenti dan menyeimbangkan dirinya, tubuhnya sudah terlanjur menabrak punggung Rama hingga mereka berdua, terutama Rama, terjerembab hingga basah kuyup di kolam dangkal.

Rana segera berdiri dan melihat kucing itu terus berlari ke luar taman sambil membawa kucing sepedanya. Perut Rana jadi terasa melilit saat menyadari bahwa kunci sepedanya telah bilang, dan sakit itu bertambah saat ia melihat kamera milik Rama ikut terapung di permukaan kolam

"Rama! Kameranya!" Rana memekik.

Jadi, begitulah kejadiannya sampai sekarang mereka ada di tempat servis kamera rangkap studio foto terdekat, yang merupakan langganan Rama sejujurnya, dan Rana kenal baik dengan salah seorang kasir di sana.

Ya, dengan Rama yang masih basah kuyup dan lumut-lumut yang menempel di pakaiannya.

Di depan Rama dan Rana yang menggigit bibirnya karena cemas, seorang pria berambut panjang dan berkumis sedang membolak-balik kamera analog di tangannya.

"Ya … ini kayanya tinggal nunggu mukjizat," ujar pria itu.

Jantung Rana rasanya turun ke lambung saat itu juga.

"Kalian tinggal dulu aja. Rama, nanti gue hubungin, ya." Rama mengangguk dengan tatapan kosong sembari kamera itu dibawa ke ruangan belakang.

Mereka berdua pun berjalan ke luar studio tanpa berbicara sepatah kata pun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro