Ch 3_Firasat
Bel istirahat berbunyi. Sebagian besar murid berceceran keluar kelas untuk menikmati jam istirahat.
Arslan Gammer. Pria berbadan pendek sekitar 165 cm, berambut poni lurus sedikit berantakan warna orange menyala seperti labu tengah bersenda gurau bersama dua teman ekskulnya menuju taman tengah, membawa bekal dan kantong plastik berisi jajanan dari kantin.
Mereka membahas banyak hal sampai di tempat tujuan. Arslan yang awalnya mengikuti arus obrolan teman-temannya tiba-tiba menghentikan langkahnya dan tatapannya tertuju pada seorang pria berambut lurus moca cream yang tengah duduk jongkok bengong melihat bunga di hadapannya.
"Hey, Arslan!!" Panggil temannya yang sudah berada di salah satu kursi taman. Sedangkan sang oknum sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu. Ia masih terpaku melihat pria bengong itu.
Warna rambut yang indah berpadu dengan warna mata Hazelnut menyala benar-benar membuat Arslan terpaku ditempat. Arslan mencoba mendekati pria tersebut.
"Permisi..." Ucap Arslan berdiri di samping pria itu. Pria itu tampak sedikit terkejut.
Pria yang merasa terpanggil itu mendongakkan kepalanya melihat wajah Arslan. Matanya yang sayu membuat ekspresi kalem menyejukkan.
"Ya?" Tanya pria itu sambil memiringkan kepalanya dengan wajah kalemnya. Sedangkan Arslan terpukau dengan wajah pria itu.
"A-anoo... M-mau..." Ucap Arslan gugup.
"Mau?" Tanya pria itu penasaran.
"I-itu... M-m-mau... j-jadi.. mo... del.. ku? A-aahh!! m-maksudku, model kami..!!" Ujar Arslan benar-benar gugup setengah mati. Pria itu terdiam seperti sedang berpikir.
"Boleh." Ucapnya kemudian dengan senyuman kalem terukir jelas di wajahnya.
"Oy!! Arslan--- Oh! Senior Hanzel...!! Selamat siang!!" Seru teman Arslan berambut rapih hitam di samping Arslan.
"Selamat siang!!" Sapa teman Arslan yang satunya.
"Siang..." Jawab Pria bermata Hazelnut yang bernama Hanzel itu lalu berdiri.
"Eh, Tiyo, Aron!! Aku menemukan model untuk projek lukis kita!!" Ujar Arslan sambil menunjuk Hanzel dengan percaya diri.
"Eh?! Beneran?! Senior mau??" Tanya teman Arslan berambut rapi hitam bernama Tiyo itu dengan tatapan tak percaya pada Seniornya. Hanzel tersenyum ramah kepada mereka. Mereka pun senang.
"Tapi..."
"Aku ada permintaan untuk imbalannya." Ucap Hanzel dan membuat mereka bertiga--- Arslan, Tiyo dan Aron menelan ludah bersamaan siap mendengarkan permintaan dari model sempurna mereka.
"Pinjamkan pria manis labu itu untukku~ Untuk menemani waktu luangku..." Ucap Hanzel dengan senyum tipisnya. Tiyo dan Aron saling bertatapan lalu mengangguk bersamaan saling meyakinkan diri. Arslan kebingungan di tempat. Pasalnya, apa yang dimaksud dengan "Pria manis labu" itu?
"Hanya itu?" Tanya Tiyo dan Aron bersamaan.
"Yups~" Jawab Hanzel.
"Eh?" Arslan masih tidak paham.
"Arslan!! Mulai sekarang kamu jadilah pendamping Senior Hanzel!!" Ujar Tiyo dan didukung anggukan oleh Aron.
"E-eh?? Pendamping?! Maksudnya??" Arslan benar-benar gagal paham.
"Iya, pendamping waktu Senior." Sahut Aron.
"A-ah, b-baiklah..." Arslan mengiyakan padahal dirinya belum paham apa maksud dari kedua teman sejak SMP nya itu.
"Kalau begitu, mohon kerjasamanya, ya.." Ucap Hanzel menepuk kilas kepala Arslan lalu pergi dengan senyuman tipis kalemnya. Arslan sedikit kaget setelah Hanzel menepuk kepalanya.
'Kenapa firasat ku jadi tidak enak..?' Batin Arslan merinding.
+++
Arslan duduk menyilang sambil memegang sketchbook dan tengah menggambar lingkungan sekitarnya, lebih tepatnya di taman belakang sekolah. Ia duduk di bawah pohon rindang dan hanya ditemani sketchbook, pensil lancipnya serta earphone yang tengah terpasang di kedua telinganya. Oh, tidak lupa tas sandang warna Light blue miliknya berada di sampingnya.
Pemandangan yang cukup indah di sore hari untuk di gambar. Yups, Arslan adalah anggota ekskul lukis. SenKis. Singkatan dari "Seni Lukis". Setiap pulang sekolah, ia menyempatkan diri untuk menggambar di taman belakang sekolah jika tidak ada kegiatan. Arslan sangat menyukai menggambar sejak ia duduk di kelas 2 SD. Ayahnya juga seorang pelukis yang cukup terkenal di suatu komunitas lukis.
Arslan kini tengah terfokus pada sketchbook yang ia pegang. Sering kali ia melihat depannya untuk menyamakan gambarannya. Hingga tak ia sadari ada Hanzel yang baru datang dan duduk di sampingnya.
"Woah.. Keren..!" Ujar Hanzel ketika melihat gambaran Arslan. Tentu Arslan langsung terkejut, karena tiba-tiba mendengar suara orang di sampingnya. Arslan menoleh ke sumber suara. Terlihat Hanzel yang tengah tersenyum kalem di hadapannya. Tapi, ini terlalu dekat!!
"A-ah... Ternyata Senior Hanzel." Basa basi Arslan melepaskan kedua earphone nya lalu bergerak perlahan menjauhkan wajahnya dari wajah Hanzel
"Kenapa menjauh?" Tanya Hanzel sambil mendekatkan wajahnya.
"S-senior...?" Arslan sweatdrop, bingung untuk meladeni Seniornya ini.
"Tidak pulang?" Tanya Hanzel sambil memiringkan kepala sedikit.
"A-ah!! ini mau pulang...!!" Ujar Arslan cepat sambil langsung berdiri dan hendak mengambil tas sandangnya. Tapi, tangan Hanzel menghentikannya.
"Eh?"
"Mau langsung pulang? Mau ke apartemen ku tidak?" Ajak Hanzel dan membuat Arslan kebingungan. Arslan benar-benar dibuat bingung oleh Seniornya ini.
+++
Pada akhirnya Arslan menerima ajakan Hanzel untuk pergi ke apartemennya. Mereka sekarang berada di depan pintu apartemen Hanzel. Hanzel membuka knop pintu apartemen.
"Masuklah... Jangan sungkan-sungkan~" Ujar Hanzel mempersilahkan. Arslan pun masuk.
"Maaf mengganggu..." Gumam Arslan sembari masuk. Pintu apartemen tertutup otomatis.
"Duduklah dimana yang kamu suka." Ucap Hanzel lalu pergi ke dapur.
Arslan duduk di sofa mini warna dark choco yang cukup memuat dua orang. Arslan tengak-tengok melihat keadaan apartemen Hanzel. Benar-benar apartemen yang bersih dan rapi. Barang-barangnya berdominan modern. Bahkan ada PS4.
'Pasti mahal...' Batin Arslan saat melihat PS4 yang terletak di dekat maja kecil di depannya. Beberapa menit Arslan menunggu Sang pemilik rumah menunjukkan batang hidungnya.
"Arslan~" Tercium aroma sedap dari belakang. Ditoleh sumber aroma sedap itu. Akhirnya Sang pemilik rumah memperlihat batang hidungnya. Hanzel tangah membawa nampan yang berisi dua piring kare menghampiri Arslan.
"Aku belajar membuat ini. Aku ingin kau mencobanya." Ucap Hanzel dengan senyum senang terukir di wajah tampannya.
Hanzel menaruh nampan itu di atas meja berkaki pendek di depan Arslan. Benar-benar aroma dari sebuah kare yang sangat menggiurkan.
"Selamat makan!!" Seru Hanzel lalu mengambil piring dan mulai melahap.
"Selamat makan..." Arslan juga mengambil piring dan mulai melahap. Betapa terkejutnya Arslan, kare ini benar-benar enak. Wortel dan kentangnya dimasak dengan pas. Wortel berbentuk bunga yang menghiasi kare juga membuat nafsu makan bertambah.
"Bagaimana?" Tanya Hanzel meminta pendapat dari Arslan.
"Enak!!" Seru Arslan sambil makan dengan lahap seperti anjing kecil yang tengah kelaparan menyantap makanannya.
Tak butuh waktu lama, sepiring kare di tangannya ludes tak bersisa. "Ah, aku yang akan mencucinya." Ujar Arslan lalu berdiri mengambil piring Hanzel yang sudah kosong dan segera menuju ke dapur.
+++
Dapur yang benar-benar bersih dan rapih. Arslan sedang mencuci piring bekas kare tadi. Suara air yang mengalir memecah keheningan di dapur.
Lagi-lagi Arslan tidak menyadari kedatangan Hanzel di sampingnya. "Manisnya~" Gumam Hanzel sambil menatap wajah Arslan dari samping dengan senyum tipis kalemnya.
"A-ah! Senior Hanzel.. Jangan mengagetkanku dong.." Keluh Arslan sambil menaruh piring di rak.
"Tidak bisa ku tahan..." Gumam Hanzel lalu memeluk Arslan. Karena tinggi dan berat badan lebih besar Hanzel, Arslan tidak kuat menahannya dan akhirnya Arslan terjatuh dengan Hanzel serta pelukannya.
"Sen---"
"Kamu boleh memanggilku Hanzel." Bisik Hanzel tepat di telinga Arslan. Arslan merinding seketika.
"Nn..!!" Tak sadar Arslan mengeluarkan suara aneh saat Hanzel menjilati daun telinganya. Tapi jantung Arslan berdekup cukup kencang. Wajahnya memerah.
"Sen---"
"Sudah kubilang kamu bisa panggilku Hanzel.." Ucap Hanzel sambil menatap Arslan dalam.
"Senior Hanz--- hmph!!" Ciuman mendarat di bibir tipis Arslan. Spontan Arslan mendorong Hanzel. Tautan itu terlepas, "T-tunggu dulu, Sen--- hnn!!" Tautan itu dilanjut Hanzel, kini sedikit lebih ganas dan panas. Hanzel beralih mengecup dan menjarahi leher jenjang Arslan dam membuat Arslan berusaha menahan suara erangannya. Hanzel mulai membuka sedikit kemeja Arslan dari bawah dan mulai meraba pinggang ramping nan kecil Arslan. Sang oknum kini sedikit meronta, tapi ia tak memiliki cukup tenaga untuk memberontak. Tenaganya benar-benar habis.
Hanzel menghentikan aksinya lalu menatap Arslan. Nafas Arslan tampak memburu. Wajahnya bagitu merah.
"H-haaah.... haaahh.... H-hanz--- haah...... ---zel... Cu... kup.. Haaah..." Pinta Arslan dengan nafas yang masih memburu.
Terukir senyuman tipis di bibir Hanzel. Arslan bergidik ngeri, pasalnya kini ia baru sadar bahwa senyuman tipis yang selalu Hanzel lontarkan padanya itu adalah senyuman licik.
"Tidak mau... Kamu begitu manis. Aku tidak tahan... Tapi, sepertinya hari ini cukup. Hari sudah gelap." Ucap Hanzel lalu bangkit dari badan kecil Arslan. Arslan merubah posisinya menjadi duduk lalu merapihkan penampilannya yang begitu berantakan setelah apa yang dilakukan oleh Hanzel.
"Mau ku antar?" Tawar Hanzel berdiri di depan TV.
"T-tidak, terima kasih. Maaf sudah mengganggu dan terima kasih hidangannya." Ucap Arslan lalu segera mengambil tasnya dan keluar dari apartemen Hanzel.
'Hari yang buruk dari yang terburuk!!' Batin Arslan kesal sambil berjalan dan mengusap kasar mulutnya. Wajahnya masih memerah.
+++
Arslan berjalan di trotoar tengah kota. ia berjalan dengan gontai menuju apartemennya. Arslan masih kepikiran tentang kejadian tadi.
'Apa yang dipikirkan Senior Hanzel??!!!' Batin Arslan grusar tak habis pikir.
Namun, jantungnya berdekup kencang jika mengingat hal tadi. Wajahnya memerah. 'Oh, shi-- ups tidak boleh bicara kasar. Akh sial!! Apa apaan perasaan ini?! Mana mungkin aku suka dengan Senior m-m-mesum itu...' Batinnya tsundere.
Arslan menutup mulutnya sambil berjalan memasuki gedung apartemennya. Berjalan menuju lift dan menekan tombol lift lalu menunggu lift.
Pikirannya benar-benar kacau. Ia masih meyakinkan diri kalau dia tidak mungkin suka dengan Seniornya yang barusan ia temui dan berbuat hal 'itu' kepadanya.
Dentingan lampu lift menyadarkan Arslan dan membuatnya memutuskan jika ia perasaannya itu bukan perasaan 'suka'.
"Hah!! Sudah ku putuskan kalau perasaan ini bukan 'SUKA'!!" Ujar Arslan lalu memasuki lift.
+++
Jam sebelum pulang, dan Jam ekskul akan berakhir. Para anggota SenKis berkumpul di ruang ekskul termasuk Arslan bersama kelompoknya. Mereka tengah berbenah setelah melakukan kegiatan ekskul mereka. Arslan bersama Tiyo dan Aron tengah menata peralatan mereka masing-masing.
Seorang pria berpenampilan simple mendekati Tiyo dan Aron. "Hei, ku dengar kalian merekrut Senior Hanzel untuk jadi model di projek kalian, ya?" Tanya Pria itu.
"Emang banar." Jawab Tiyo mengiyakan.
"Oh, begitu ya. Baguslah kalau sudah menemukan modelnya. Tapi, Senior Hanzel memiliki banyak rumor tentang dirinya. Terutama yang paling heboh itu, dia pernah meniduri pria lho. Katanya sih itu kekasihnya. Yah, muskipun rumor itu belum pasti kebenarannya." Arslan yang mendengar itu membuatnya bungkam.
"Masa sih? Wajahnya yang kalem itu masa berbuat seperti itu?" Tanya Aron tidak percaya.
"Yah, kita kan tidak boleh menilai hanya dari sampulnya saja kan?"
"Benar juga." Celetuk Aron.
"Haish kalian ini...!! Yah, yang penting kami sudah mendapatkan modelnya, jadi hal seperti itu tidak perlu diambil pusing." Ujar Tiyo lalu lanjut merapikan perlengkapannya. Pria itu pun pergi.
"Arslan, kamu ada kegiatan hari ini?" Tanya Tiyo pada Arslan yang dari tadi terdiam sambil merapikan peralatannya.
"Tidak. Aku mau langsung pulang. Aku duluan, ya.." Jawab Arslan lalu keluar ruang ekskul. Kedua temannya dibuat bingung dengan tingkah Arslan.
"Tidak biasanya." Gumam Tiyo.
"Mungkin sedang ada keperluan di rumahnya." Sahut Aron sambil menggendong tas gendongnya.
"Hm.. Mungkin saja.." Ucap Tiyo sambil menatap langit melalui jendela di ruangan itu.
+++
TBC
+
+
+
NEXT uwu --->
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro