Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ch 2_Senyuman

Sore yang sejuk di sebuah taman anak di suatu perumahan. Warna jingga yang menawan menghiasi langit. Suara tangisan seorang anak terdengar dari sebuah terowong main di taman anak itu.

Seorang bocah berumur 6 tahun berambut hitam pekat duduk menangis di dekat terowong main itu. David kecil. Tubuhnya cukup kotor dan terdapat luka di dahi kanannya. Tak lama, seseorang mengulurkan tangan mungil untuk David kecil. Tangisan David kecil pun terhenti. Terlihat seorang bocah lebih muda setahun darinya berambut cocoa menawan berdiri di depannya sambil mengulurkan tangannya. Arliz kecil.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Arliz kecil dengan suara lembutnya.

"Dahiku..." Jawab David kecil sambil mengusap air matanya.

"Pasti sakit ya..." Ucap Arliz kecil hendak menyentuh luka gores milik David kecil. David kecil sedikit merintih kesakitan.

"Yosh..!!" Seru Arliz kecil lalu mengecup luka gores David kecil.

"Sakit, sakit.. Pergilah!!" Seru Arliz sambil menggerakkan tangan kanan mungilnya keatas-bawah seperti sedang mengusir.

"Masih sakit?" Tanya Arliz kecil kemudian, dibalas gelengan kecil oleh David kecil.

"Terima kasih.." Ucap David kecil sambil tersenyum tipis dan dibalas senyuman merekah Arliz kecil.

+++

David's POV

Yah, kini senyuman itu tidak pernah ku lihat darinya lagi. Hanya ekspresi datar di kesehariannya. Di kelas, kantin, perpus bahkan saat mengobrol, diajak bercanda.

'Kapan terakhir kali aku liat dia tersenyum ya...?' Batinku saat melewati kelas Arliz dan melihatnya yang tengah membereskan buku di mejanya. Sudah beberapa hari dari awal masuk, dia belum memperlihatkan senyumannya.

*Buk!!

Buku bawaanku jatuh setelah menabrak seseorang di depanku. "Maaf..." Ucapku spontan.

"Heh..?? Keluarga Ryne bisa minta maaf ya ternyata???" Suara menjengkelkan yang familiar tepat di depanku. Evan. Evan Eryuee. Musuhku sejak SMP. Karena sifat dan sikapnya yang menjengkelkan, membuatku sering bertengkar dengannya.

"Huh? Keluarga Eryuee sekarang tidak punya mata ya? Nabrak sembarangan!!" Sahutku kesal.

"Hah?! Bukannya dirimu yang nabrak?! Liat ke arah mana dirimu saat berjalan?!" Sahutnya kini sedikit membentak. Ugh, kini ku benar-benar bungkam. Memang benar tadi aku tidak melihat depan, malah melihat Arliz. Ugh, sial..!

"Ck!!" Decik ku pelan.

Ku hela nafas panjang lalu mengambil buku ku yang terjatuh tadi dan segera pergi dari hadapannya. Evan pun juga melewati ku. Dan bel istirahat pun berbunyi.

"Honey, Arliz~" Ku toleh asal suara menyebalkan itu. Terlihat Evan tengah menghampiri Arliz yang tengah keluar kelas.

Syok. Pasalnya, Evan sekarang tengah melingkarkan kedua tangan najisnya di leher Arliz mesra. Geram rasanya dan aku hanya melihatnya dari jauh. Tapi, berbagai pikiran negatif segera ku hapus.

'Mungkin sedang bercanda.. Mana mungkin Evan sialan itu tertarik pada adik kelas seperti Arliz..' Batinku menghapus pikiran negatif ku lalu melanjutkan langkahku menuju kelas.

+++

"Arliz!!" Sapaku saat bertemu dengannya di depan mesin minuman. Jam istirahat belum selesai.

Ku tepuk cukup keras pundak kanannya. Oh, sial disitu ada lukanya. Dan seperti dugaan, dia meringis kesakitan.

"Senior david..." Ucapnya sambil menoleh seram padaku. Ku hanya sweatdrop di tempat.

"M-maaf... aku lupa. Apa masih sakit?" Tanyaku padanya. Sudah jelas tadi dia merasa sakit kenapa malah ku tanya??! Bodohnya diriku.

"Begitulah." Jawabnya singkat.

"Kalau begitu..."

*Cup~

Ku kecup pundak kanannya pelan. "A-apa yang---"

"Sakit, sakit... pergilah!!" Seruku sambil mengayunkan tanganku keatas-bawah seperti sedang mengusir.

"Bocah, ya..?" Celetuk Arliz menatapku dengan tatapan jijiknya lalu memilih minumannya.

"Berisik.. Itu hanya gurauan. Teman masa kecilku pernah melakukannya padaku, tahu." Elak ku menahan malu.

"Pasti dia orang yang baik, ya." Ucapnya tanpa ekspresi sambil mengambil minumannya.

"Y-yah.. begitulah. Ahaha..." Jawabku lalu memasukkan koin ke dalam mesin.

"Aku duluan ya.."

"B-baiklah..." Arliz berjalan menjauh dari pandanganku dan menghilang dari persimpangan lorong.

+++

Seperti biasanya, pagi yang cukup sejuk untuk berangkat sekolah. Tapi perasaan malas dan gusar tengah menguasaiku, karena pesan ibu dan ayah yang tiba-tiba pergi tanpa memberiku sarapan. Ku langkahkan kaki ku malas menuju halte.

Sesampainya, ku taruh tasku di kursi halte dan mulai memasang earphone. Suntuk kalau menunggu bus tanpa ditemani musik.

Tak lama bus pun datang, dan segera ku menaikinya. Ku ambil kursi di bagian tengah dan dekat dengan jendela.

Lantunan musik pop memenuhi kepalaku. Beberapa pikiran negatif muncul tentang kemarin, Evan dan Arliz. Apa ada hubungan di antara mereka? Pasalnya, Evan sampai memanggil Arliz dengan sebutan "Honey". Tak sadar, bus yang kutumpangi berhenti di halte dekat sekolah. Segera ku lepas earphoneku dan turun di halte.

Ku langkahkan kakiku dengan mood yang cukup buruk. Dan tiba-tiba ku hentikan langkah kakiku saat melihat Evan dan Arliz jalan bersama menuju gerbang sekolah. Kesal rasanya. Ku  tundukkan kepalaku sambil melanjutkan langkahku. Mood ku kini menjadi sangat buruk.

+++

Nm POV

Bel masuk baru saja berbunyi. Arliz keluar kelas untuk menuju toilet. Di waktu yang sama, David berjalan di lorong menuju toilet dengan wajah suram.

Arliz memasuki toilet dan melakukan keperluannya. David kini berdiri di depan toilet yang sama dengan Arliz dan segera masuk. David menghentikan langkahnya tepat di depan pintu toilet karena melihat Arliz yang tengah membasuh tangan di wastafel. Arliz menyadari keberadaan David bertepatan ia selesai membasuh tangan. Arliz mengeluarkan sapu tangan dan mengeringkan tangannya.

"Ah, Senior Dav---" Sapa Arliz hendak memutar badan.

*Brak..

Sapu tangan Arliz terjatuh. Kini Arliz terkunci pergerakannya oleh David. David menaruh kedua tangannya di meja wastafel dan mengunci Arliz. Jarak mereka cukup dekat. David menundukkan kepalanya.

"Sen---"

"Tidak ku maafkan..." Gumam David menyela ucapan Arliz.

"Apa yang Senior bicar---hmph!!" Sebuah ciuman mendarat di bibir Arliz dan membuatnya kaget. Wajahnya memerah.

'Apa yang---' Ciuman berlangsung cukup lama. Kini Arliz tidak bisa bernafas.

'Sesak...' Batin Arliz dan tak lama, tautan itu di lepas David. Akhirnya Arliz bisa bernafas.

Kesunyian menerpa mereka. Hanya suara nafas Arliz yang sedikit memburu karena kekurangan udara.

Tak lama, David mengecup leher kiri Arliz dan membuat sang oknum mengeluarkan suara anehnya spontan. David juga menjilati leher jenjang Arliz. Arliz berusaha menahan suara anehnya keluar lagi.

"Senior D--- mnh!!" Ciuman datang lagi dan berlangsung cukup lama. Wajah Arliz cukup memerah.

DEG!!

Lidah David menerobos mulut Arliz dan mulai menjarahi mulut Arliz, memainkan lidah Arliz dan bertukar saliva dengan Arliz. David begitu terlihat seperti hewan buas kelaparan yang tengah menyantap makanannya.

"Hmph.. Hah... Hmn..." Erang Arliz. Wajahnya benar-benar memerah, Arliz hendak menangis tapi dia begitu menikmatinya.

Tangan David mulai meraba perut ramping Arliz dan membuat Arliz kaget dan berusaha mendorong David, tapi tenaganya terkuras karena ciuman ganas itu. Arliz berusaha menahan suara anehnya. Tangan David mulai meraba punggung Arliz dan melepas ciuman panas itu.

"H..Hen...tikan.." Lirih Arliz kemudian dengan nada yang bergetar ketakutan dan itu membuat pergerakan David terhenti. Kesempatan!! Arliz mendorong David dengan sekuat tenaga dan segera pergi sambil mengusap air matanya dan merapikan seragamnya.

David terdiam di tempat.

+++

Bel pulang berbunyi. David berjalan lemas di sepanjang lorong. Dia tampak menyesal melakukan hal yang begitu kasar pada Arliz.

'Bodohnya diriku....' Batin David merutuk diri.

"David..!!" Panggil Evan sambil bersandar di tembok di persimpangan dengan wajah kesal. David mendongakkan kepalanya.

"Ada apa?" Tanya David lemas.

"Sialan... Bisa-bisanya dirimu membuat Arliz menangis?!" Ucap Evan geram dan menatap kesal pada David sambil mencengkram kerah David. David tertunduk lemas.

"Ku beri tahu, Arliz itu sudah menderita, dan dirimu menambah penderitaan Arliz..!!" Ujar Evan lalu melepas cengkramannya dan berjalan melewati David.

"Jangan pernah melukainya lagi... Dan... Jangan temui dia lagi..!!" Ucap Evan tepat di telinga David. David mengepalkan tangannya sambil tertunduk menyesal.

"Maaf... Arliz.." Gumam David.

+++

*Tiga hari kemudian...

Arliz masuk sekolah seperti biasanya. Ia menelusuri lorong dan melewati ruang guru. Tiga hari ini, ia tidak melihat batang hidung Senior gila nya.

"Hide!!" Panggil seorang guru dari ruang guru di belakangnya.

"Iya?" Arliz sambil memutar badannya.

"Kemari sebentar..!!" Ajak guru tersebut.

+++

Kini Arliz berdiri di depan guru tadi yang tengah duduk di depannya.

"Anoo.. begini, apa kamu tau tentang keberadaan Ryne?" Tanya guru itu. Arliz kebingungan dengan ekspresi datarnya.

"Ryne?" Tanya Arliz sedikit familiar dengan marga itu.

"Iya. David Ryne. Siswa berambut hitam pekat itu." Kini Arliz benar-benar bingung dengan wajah datarnya sambil menatap tajam guru itu. Pasalnya dia baru tahu marga dari Senior David. Arliz merasa cukup familiar dengan marga itu.

"A-ah.. itu..., karena kamu sering terlihat bersamanya, mungkin kamu tahu alasan mengapa Ryne tidak masuk tiga hari ini. Orang tuanya tidak bisa dihubungi sama sekali."

"Maaf pak, saya tidak tahu tentang keberadaan dia. Lagi pula dia yang sering menghampiri saya." Jawab Arliz.

"Ah, begitu ya... Sepertinya Ryne suka padamu. Hahaha... Dia suka begaul, tapi dia tidak begitu dekat dengan mereka." Ujar guru itu.

"Aku suka padamu!!"

Arliz tersontak begitu mendengar suara bocah dari kepalanya.

"Anoo.. Boleh saya tahu tempat tinggal Senior Ryne?" Tanya Arliz tiba-tiba.

"A-ah.. boleh. Tunggu sebentar"

'Senior David... Bocah itu...'

+++

Entah apa yang merasukinya, Arliz berlari menuju apartemen David. Dan sesampainya, Arliz berdiri di depan pintu apartemen David dan menghela nafas panjang lalu menekan bel.

Tak ada jawaban. Arliz mencoba untuk menekan bel nya lagi. Tak ada jawaban. Arliz pun mencoba membuka pintu apartemen itu. Ternyata tidak terkunci. Dibukanya pintu itu. Gelap kecuali di bagian dapur lampunya menyala. Arliz mencoba masuk dan menuju ruang tengah.

"Ugh..." Terdengar suara rintihan dari suatu kamar. Arliz pun mencoba mengintip di dalamnya. Terlihat Seniornya yang tengah terbaring di balik selimut tebal. Wajahnya begitu merah. Arliz mencoba masuk dan mendekati David.

Arliz mencoba memeriksa suhu badan David dengan meletakkan tangan kanannya di dahi David dan tangan kirinya di dahinya. "Panas..." Gumamnya kemudian. Arliz mencoba untuk pergi ke dapur.

*Grep..!!

Tangan Arliz di tahan David. Arliz menoleh ke arah David dan memperlihatkan David yang terbangun dan menatap Arliz.

"Maaf..." Ucap David kemudian. Arliz menundukkan kepalanya.

"Badanmu panas. Aku akan mengambilkan obat." Ucap Arliz lalu keluar kamar. David terdiam di tempat melihat punggung Arliz menjauh.

+++

David sudah di kompres, makan dan minum obat. Sekarang Arliz tengah duduk di pinggir kasur.

"Sepertinya Senior sudah mendingan, jadi aku akan pulang." Ucap Arliz sambil berdiri dan hendak pergi. Lagi-lagi tangan Arliz ditahan David.

*Krek!!

"Akh..!! Punggungku..." Rintih David.

"Senior baik-baik saja?!" Tanya Arliz panik.

"Ah.. iya, tiga hari yang ku kerjakan hanya terbaring di kasur." Jawab David sambil memukul pelan punggungnya dengan tangan kiri yang masih menahan Arliz.

"Yang lebih penting, tujuan mu kesini bukan hanya untuk ini, kan?" Tanya David pelan. Arliz terdiam menundukkan kepalanya.

"Anoo... Maaf untuk yang itu..." Ucap David dengan nada menyesal.

*Grep..!! Arliz memeluk David dalam.

"H-hey.. nanti kamu tertular sakit ku." Ujar David dan tidak digubris oleh Arliz. Malah ia memperdalam pelukan itu.

"Aku juga suka..." Gumam Arliz tidak jelas karena kepalanya tenggelam di pelukan.

"Eh? Kamu bilang apa? Aku tidak mendengarnya." Tanya David penasaran. Arliz melepas pelukannya.

"Bukan apa apa, David." Jawab Arliz dengan hangat serta senyuman tipis terukir di bibirnya. Dan sontak membuat pipi David memerah senang.

'Akhirnya kamu menunjukkannya lagi...' Batin David senang.

David spontan mencium Arliz dengan lembut. Arliz yang awalnya terkejut, akhirnya menerima ciuman itu.

+++

TBC

+

+

+

Hai hai~ Vommentnya Ara tunggu~ uwu

NEXT--->

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro