Neυn
Gue nggak tau harus ngapain lagi sekarang.
Kira-kira salah gue apa ya sampai harus panen musuh sebanyak ini di usia gue yang baru tujuh belas? Kayaknya gue nggak pernah ngajak berantem siapapun deh. Dan ketika berada di sekolah, penampilan gue setiap hari Senin sampai Jumat juga nggak mencolok, kok.
Apa karena gue terlalu cantik?
Nggak lah. Muka gue masih nggak ada apa-apanya kalau dibanding Kak Syabila--primadona sekolah yang konon katanya khilaf naksir sama Kak Aksel.
Terus kenapa dong?
Oh iya ya. Kalau menurut Jihan sih karena gue satu-satunya gebetan Kak Juna yang sering dipamerin di depan umum serta rajin menghiasi feeds Instagram selebgram kebanggaan sekolah kita tercinta. Padahal gue nggak tau apa kelebihan gue dibanding gebetannya yang lainnya, karena toh nyatanya gue dan gebetan lainnya sama-sama berpotensi untuk mengisi daftar cewek yang bakal disia-siain doi.
Hehehe. Berasa udah pinter ya gue ngomong begitu. Padahal gue ngerti kalimat semacam itu juga dari Kirei setelah dia ngejelasin sebanyak tiga kali.
Tapi serius, deh. Gue nggak nyangka kalau gue bakal punya musuh sebanyak ini. Bukan cuma di dalam sekolah, cewek dari sekolah lain pun ikut memusuhi gue sampai bikin akun antizela di Instagram yang jumlah followersnya bahkan lebih banyak dari akun haters awkarin.
Kira-kira gue bakal dapat tawaran endorse kayak Bunda Sonia juga nggak, ya?
Aduh, lupakan soal endorse. Ngurusin Kak Juna dan seikat gebetan beserta sejuta pendukung gerakan antizela aja udah bikin otak mungil gue ini mau meledak. Belum lagi ditambah sama followers Bunda Sonia yang sekarang ikut-ikutan rempong ninggalin berbagai macam komentar di postingan gue. Gue yang sebenernya nggak punya bakat jadi seleb ini jadi harus pintar-pintar jaga sikap, apalagi kalo udah menyangkut Kak Juna.
Ngomong-ngomong soal Kak Juna...
Well, rasanya gak tega juga sih ngebiarin Kak Juna nungguin jawaban gue. Udah berbulan-bulan but I still neither say yes nor no for his confession. Tapi menurut Jihan--dan kali ini juga ditambah dengan pertimbangan gue--gue harus melihat sejauh mana kebenaran ucapan Kak Juna yang katanya mau berhenti lirik sana-sini dengan menahan jawaban gue selama mungkin.
Walaupun gue sesuka itu sama Kak Juna, gue nggak mau menanggung resiko patah hati di kemudian hari karena tabiat cowok itu. Karena gue yakin, sebodoh apapun cewek, nggak ada satu pun yang mau hatinya dipatahin.
Termasuk gue.
Tapi setelah berbulan-bulan membiarkan Kak Juna terombang-ambing tanpa kepastian, akhirnya gue sampai pada fase yang ngebuat gue ngerasa takut. Gimana ya, dia Arjuna Kanigara gitu loh. Cowok ganteng super hits yang tinggal tunjuk cewek manapun untuk dijadiin pacar, maka cewek itu akan dengan senang hati melemparkan dirinya ke Kak Juna. Berani jamin kalau nggak mungkin ada cewek yang nggak suka sama Kak Juna--kecuali dia buta, atau orientasi seksualnya berbeda dengan cewek kebanyakan.
Dan gimana kalau suatu saat si most wanted guy ini naksir seseorang yang lebih baik dari gue, lalu...
Nggak nggak nggak. Danaya bilang gue harus tetap yakin kalau Kak Juna mau bersabar sedikit lebih lama lagi buat gue.
Itupun kalo dia beneran serius sama lo, Shanzela.
Ih apaan, sih? Kok gue jadi parno sendiri gini?
"Zelaaaaaaaaa,"
Gue tersentak dari lamunan gue begitu mendengar rengekan dari sosok yang sejak tadi menjadi objek berpikir keras gue. Kak Juna mencebik muram sambil menatap gue.
"Ya?"
"Ayoooo, aku mau naik itu." Katanya, sambil menunjuk sebuah wahana yang antriannya lebih ramai dari wahana lainnya.
Ah ya, sekarang kita lagi ada di Dufan. Entah angin apa yang bisa membawa seorang Arjuna Kanigara ke rumah gue di Minggu pagi yang cuacanya lebih mendukung buat bergelung di balik selimut sambil mijitin dualshock seharian dibanding jalan-jalan keluar sama salah satu gebetannya.
But, yeah. Here we are.
"Entar keburu rame, ayo ah!"
Gue tertawa begitu Kak Juna menarik tangan gue untuk mengekor di belakang antrean. Satu dari sekian banyak hal favorit gue ketika sedang bersama dia ialah menghadapi sifat Kak Juna yang kekanakan. Kak Juna yang kekanakan ngebuat dia nggak terlihat seperti seorang playboy kelas dewa yang hobi tebar pesona sana-sini--seperti citra Kak Juna yang dikenal banyak orang.
Dia cuma Arjuna Kanigara. Cowok ganteng yang punya senyum semanis takjil buka puasa. Bedanya yang ini tanpa pemanis buatan. Hehehe.
"Kak Juna, serius kita mau naik ini?" Tanya gue, sambil menoel bahu Kak Juna yang antri di depan gue.
"Iya, kenapa kamu takut?"
"Enggak, bukan gitu tapi..."
Ucapan gue pun terpotong oleh dia yang tiba-tiba menggenggam tangan gue, dan oh... sambil mengembangkan senyum lebarnya yang berhasil membuat udara Jakarta nggak sepanas biasanya.
"Santai aja sayang, kamu nggak perlu takut. Kamu bisa pegang tangan aku kalo kamu takut."
Bukan Arjuna Kanigara namanya kalo dia nggak bisa mengeluarkan senjata pamungkasnya; seuntai kata manisnya yang membuat nggak ada satupun orang yang bisa bilang 'nggak' buat dia.
"Emangnya nggak apa-apa kalo aku pegang tangan Kak Juna?" Tanya gue, berusaha meyakinkan perkataan dia tadi.
"My hand fits in yours, like its made just for you.." Jawabnya, sambil megang kedua tangan gue dan menatap gue dalam--lagi-lagi memamerkan senyuman manisnya semanis takjil buka puasa yang biasanya dijual di pasar-pasar.
"Mas, mbak coba tolong kalo mau pacaran ya di luar antrian dong. Nggak liat itu di depannya udah kosong?"
Gue tersentak dan refleks menarik tangan gue begitu gue mendengar orang di belakang Kak Juna misuh-misuh.
"Eh? Kita nggak pacaran mas hehe, cuman temenan doang kok bener deh." Gue menjawab salah tingkah.
"Temen? Calon pacar kali?" Kak Juna cemberut.
"Yaudah iya, pokonya naik dulu Kak, nggak enak sama bapak-bapaknya itu udah negur di suruh maju."
Setelah itu, barulah gue dan Kak Juna pun menaiki satu wahana yang sebenernya dari dulu selalu gue skip setiap gue main ke Dufan bareng temen atau keluarga gue.
Tornado.
Entah ada hal apa yang ngebuat gue jadi enggak bisa menolak ajakan Kak Juna saat dia meyakinkan gue untuk naik Tornado. Biasanya walaupun gue di bujuk kayak gimana pun, tanpa pikir panjang pasti akan gue tolak karena gue punya phobia sama ketinggian.
Tapi Kak Juna disini. Dia menepati ucapannya untuk terus menggenggam gue. Dan selama gue tau kalau dia di samping gue, phobia gue setidaknya sedikit terkendali--walau jantung gue rasanya kayak mau loncat setiap tornadonya berputar.
Setelah akhirnya selesai gue menaikin wahana yang mempunya durasi 4 menit ini, kita memutuskan untuk berkeliling dan mencoba mencari wahana selanjutnya.
"Kak, Istana Boneka mau nggak? Aku udah lama banget nggak naik itu. Terakhir aku naik ini sih bareng Satria sama temen-temen aku sebelum aku UN hehe." Ajak gue.
"Satria? Mantan?"
"Bukan, Satria itu adek aku. Aku nggak pernah punya pacar, beda sama Danaya yang dari SMP banyak banget yang deketin, sampe sekarang juga masih kali. Bahkan dia aja masih gagal move on dari Kak Denis. Kalo Kak Denis waktu itu nggak jalan bareng sama mantannya dan nggak ketahuan Danay pasti mereka masih awet sampe sekarang, dan nggak akan bingung mau milih kak Dane atau Kak Den--" gue refleks menutup mulut gue begitu sadar gue udah terlalu banyak bicara--sampai kayaknya gue keceplosan.
Bego banget lo, Zel. Kenapa bisa sampai keceplosan bilang kalo Danay belom bisa move on dari Denis semenjak insiden di Lapangan Futsal beberapa minggu lalu, sih?!
"Denis? yang waktu itu ribut sama Dane di Lapangan Futsal sekolah? Oh jadi dia mantan Danaya Salsabila..."
Kan, mampus gue.
"Eh.. itu aduh bukan Kak, langsung masuk aja yuk kebetulan banget nih sepi biasanya kan rame hehe." Gue mencoba untuk mengalihkan pembicaraan tentang Danaya, Denis dan Dane dari Kak Juna. Karena kalo dilanjutin bakalan jadi satu paragraf Cerpen seperti tugas yang dikasih sama Bu Nova 2 hari yang lalu.
"Jadi gimana Zel, lo mau nggak?" Kak Juna mulai menanyakan kembali. Sebenernya gue gatau mau menerima pernyataan cinta kak Juna apa nggak. Soalnya gue masih keinget kata-katanya Jihan yang bilang ke gue kalo seandai gue terima dia, pas nanti gue bakalan di sia-siain juga pada akhirnya.
"Ayo kak naik dulu, ini keretanya udah sampe nih." Gue sedikit mengalihkan pembicaraan dia.
Sesampainya di dalem, gue yang sedari tadi asyik dengan handphone gue sambil foto-foto dan sedikit update di social media, nggak sadar kalau ternyata daritadi Kak Juna sibuk merhatiin tingkah gue. Sampai-sampai gue pun dikejutkan dengan insiden 'tangannya Kak Juna ngerangkul di pundak gue.'
"Kak..." Ucap gue kaget sambil menoleh sedikit ke arah Kak Juna.
"Kenapa? Hmm?"
Aduh sial, kenapa udara di Istana Boneka ini jadi panas gini ya pas Kak Juna nengok ke arah gue. Rasanya gue mau turun aja dari kereta-keretaan ini terus nyebur kedalam airnya biar agak sedikit dingin, atau gue lapor ke mbak-mbak tiketing nya aja kali ya biar dia bilang ke operator suruh di mendinginkan AC ruangan ini.
"Gapapa kok, tapi emang harus ngerangkul gini? Kaya orang pacaran aja deh.."
Duh salah banget lo Zela bilang kaya gitu.
"Kan bentar lagi jadi pacar aku kamu, hehe..." Katanya, sambil merangkul erat pundak gue dan untuk yang kedua kalinya dia memberikan senyuman yang bikin sejuta umat di sekolah gue mungkin bakalan diabetes kali ya.
"Tapi kata Jihan, kalo aku nerima Kak Juna ujung-ujungnya pasti bakalan sama ajadeh sama Denis. Soalnya kakak tuh sama kaya mereka ya setipe gitu lah.."
"Setipe gimana maksudnya? Gue suka mainin cewek gitu?"
"Aduh gimana ya... bukan gitu kak tapi apa ya duh susah jelasinnya, sebenernya aku sih mau sama Kak Juna orang kakak ganteng. Siapa sih yang gamau kak."
Terlalu jujur lo Zel.
Eh tapi emang iya sih apa yang gue omongin itu fakta, buktinya dia the one and only one kakak kelas tingkat akhir di sekolah gue yang mempunyai popularitas nomor 1 bahkan sampe Kak Dane yang gantengannya mirip Leonardo Di Caprio kata Danay, kalah sama sosok Arjuna Kanigara. Si most wanted boy in High School, i mean our High school.
"Nah yaudah, apa perlu gue ulangin lagi nih? Shanzela Adevera Anjani lo mau nggak jadi pacar gue, gue gak nerima penolakan kali ini. Jawabanya harus mau ya. Karena gue udah capek nunggu Zel. Karena lo tau kan, kalo nunggu sesuatu hal yang nggak pasti itu gak enak?" Katanya ketus.
Aduh gue nggak paham sama perkataan dia kali ini.
"Saya gatau kak, tapi untungnya abang gojek sama grab itu pasti jadinya nggak terlalu capek sih aku.." Jawab gue jujur.
"Sial, untung gue naksir sama lo. Kalo nggak lo abis ini udah gue tinggalin kali ya. Jadi gimana Zel?"
"Ih jangan ditinggal dong, nanti aku pulang sama siapa? Kan aku nggak bawa duit banyak. Tadi kan Kak Juna sendiri yang bilang mau nganterin aku sampe rumah dengan selamat terus abis itu traktir aku makan McD, kok sekarang malah aku ditinggalin? Yaudah deh aku jawab iya."
"Gue tau lo bakalan jawab gitu. And finally we're official now."
Jadi ini maksudnya gue sama Kak Juna gimana sekarang?
"Official apaan kak? Itukan resmi artinya. Udah kaya akun instagram aja."
"Aduh sayang, lo ngegemesin banget si sayang kalo kaya gini. Untung cewek gue." Katanya sambil memberantakan rambut gue.
Dan disinilah gue sekarang, Shanzela Adevera Anjani yang dulu nggak pernah sedikit pun naksir sama cowok atau bahkan nerima pernyataan cinta dari temen-temennya. Tapi nyatanya sekarang dia udah siap buat ditanyain beribu-ribu pertanyaan sama semua fansnya Kak Juna disekolah dan juga temen-temen gue. Mampus aja gue nih besok. Siap-siap Danay, Jihan sama Dera ngelontarin pertanyaan pamungkasnya buat gue.
"Jadi aku manggil kak Juna tetep kakak?" Tanya gue bingung.
Aduh Zela coba dong tolong otak lo jalan sedikit kalo lagi situasi kaya gini.
"Lo gitu aja nanya? Lo mau manggil gue Kakak Juna ganteng kek, Akang Juna kek, Mas, Abang atau apalah ya terserah kamu cantik. Tapi aku lebih suka kalo kamu manggil aku sayang sih, dan asal hati lo tetep buat gue aja maksud gue stay di hati gue aja gitu jangan kemana-mana hehe."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro