Prolog
# Memori #
✊🖐✌
"Rock Paper Sciss...," kata Alec dengan mengepalkan tangan ke arah Daren.
Aku berdiri diantara mereka sambil membawa tas belanja milik Bibi May.
"Tunggu," cegah Daren. Tangan gemuknya penuh dengan krim kocok, dia berusaha menelan sisa kue mangkuk di mulutnya. "Yang menang akan jadi siapa?"
"Suami!" jawabku segera. "Aku butuh suami dalam permainan ini."
Daren terlihat setuju, dia mengangguk.
"Untuk apa? Aku lebih tinggi dari Daren, aku sudah pantas menjadi suami," protes Alec. Tubuh Alec hampir sama denganku.
Aku melirik ke Daren, tubuhnya memang pendek sebatas bahuku, berbadan gemuk, rambut berpotongan pendek, lurus, dan berminyak.
"Kalian harus melakukan ini!" bentakku.
Daren membersihkan tangannya dengan menggesekkan ke perut membuat kaosnya penuh dengan krim kocok. Dia mengangkat tangan yang telah bersih, menurutnya. Sedangkan Alec juga bersiap.
"Rock Paper Scissors, shot!" kata Daren dan Alec. Secara serentak mereka menghentakan tangan. Daren menunjukan dua jari yang dianggap Scissors sedangkan Alec merentangkan jari-jarinya yang dianggap Paper.
"Aku menang," seru Daren.
Alec berdecih.
Aku mengernyit melihat penampilan Daren yang belepotan krim kocok. Aku menduga bahwa Daren tidak akan sebagus Alec ketika memerankan sebagai suami. Minggu lalu kami berhasil melakukan permainan ini, Alec menjadi suami dan Daren menjadi anak. Alec pergi ke suatu tempat untuk berkerja dengan membawa koper bekas milik Fred kemudian kembali dan memberikanku uang daun kering yang diambil dari halaman depan rumah Bibi May. Uang itu aku berikan kepada Daren sebagai uang saku, sisanya aku buat belanja di halaman belakang membeli bunga kamboja dan beberapa sendok pasir yang aku anggap sebagai biji gandum.
Saat makan malam di siang hari, Alec memuji hasil masakanku, bubur pasir dengan lauk bunga kamboja tumbuk. Sedangkan Daren merengek ingin makan makanan yang benar-benar bisa dimakan, aku pun memintanya untuk mencuri makanan di meja makan rumahku, namun aksi Daren membuat Bibi Def marah, sehingga permainannya berakhir.
Bibi Def akan marah lagi jika kami bermain permainan kotor di beranda rumah. Kali ini kami bermain di halaman belakang rumah Bibi May, dia mengijinkan kami melakukan apapun selain merusak tanamannya, kami hanya boleh mencabut rumput dan bunga yang sudah layu. Rumah Bibi May bersebelahan dengan rumahku dan juga Colleman Place. Bibi May masih satu kerabatan dengan Fred, dia tinggal sendiri karena suaminya bertugas di Mexico. Fred dan Bibi Def melarangku untuk menanyakan itu kepada Bibi May atau dia akan menangis.
Aku mencoba mengumpulkan bahan masakan sedangkan Daren mengumpulkan kayu dan batu untuk memasak. Alec berperan sebagai pembeli jadi dia sibuk mengumpulkan daun kering untuk membeli masakanku.
Saat masakanku telah selesai aku menghidangkan ke Alec, dia berpura-pura seolah memakan spaghetti rumput itu dengan lahap. Daren pun merasa penasaran dia ingin aku membuat untuknya juga. Saat aku menghidangkan, ternyata Daren memakan spaghetti rumput itu seolah itu adalah spaghetti sungguhan.
"Daren!" Aku berteriak ketika Daren sudah mengunyah rumput.
Huek! Daren memuntahkannya. Aku dan Alec saling pandang ketika Daren memegang leher. Detik berikutnya lendir beraroma menyengat keluar dari mulut. Wajahnya berubah pucat. Aku panik dan Alec segera berlari masuk ke rumah Bibi May. Aku memijat pundak Daren, seperti Bibi Def ketika aku sakit demam, dengan sedikit menahan aroma menyengat yang membuat perutku bergetar.
Sejak kejadian itu orang tua Daren, Mr. dan Mrs. Colleman melarang kami bermain di halaman. Bibi Def juga melarang kami memasak sungguhan, katanya kami hanyalah anak kecil berusia tujuh tahun.
Sepulang sekolah kami hanya duduk di beranda sambil memikirkan permainan apa yang lebih aman untuk dimainkan. Alec mengajak bermain bola namun Daren kesulitan dalam mengejar bola, aku mengusulkan bermain boneka namun Alec bilang itu permainan anak gadis, sedangkan Daren mengusulkan untuk bermain petak umpet. Aku tidak menyetujuhinya karena terakhir kami bermain itu membuat guci antik milik Fred pecah, Bibi Def sampai menangis ketika tahu bahwa lututku berdarah.
Aku bersembunyi di belakang guci, saat Alec berhasil menemukanku aku tidak sengaja mengulingkannya, lalu aku berusaha membersihkan pecahannya sebelum Bibi Def marah. Ternyata lututku tergores menimbulkan warna merah pada rokku. Aku tidak menangis namun Daren dan Bibi Def matanya berair. Alec merangkulku ketika Bibi Def mengobati. Fred menyatukan kembali pecahannya dengan lem pemberian Mr. Colleman saat aku sudah tidur sore itu.
Hingga akhirnya aku melihat Fred menaiki undakan melihat wajah kami bertiga. Dia tersenyum lalu berjongkok di depanku. Aroma keringat dan parfum tercium dari pakaian yang dikenakan Fred.
"Gadis jagoan Daddy kenapa cemberut?" kata Fred mencolek daguku.
Aku menggeleng.
"Oke, Daddy bawa mainan baru untuk kalian." Aku tersenyum saat melihat Fred mengeluarkan papan permainan dari dalam tas kerjanya.
"Ular tangga, kalian akan aman jika bermain ini." Fred tersenyum padaku lalu berdiri dan masuk ke dalam rumah.
Alec dan Daren langsung merapat, kami bertiga mengelilingi papan permainan baru itu dengan wajah penasaran bagaimana memainkannya.
"Alec, kau tahu ini permainan apa?" tanyaku.
Alec mengangguk. "Ini permainan yang pernah aku mainkan bersama teman laki-laki di kelas dua. Tapi permainan ini membuat Mr. Pit marah."
"Mungkin Mr. Pit kesal kau bermain ketika sedang belajar," sangkal Daren.
"Baiklah kita mulai setelah kau," kataku menengahi. Alec mengangguk namun Daren menggeleng.
"Kita main Rock Paper Scissors dulu untuk menentukan siapa yang pertama bermain," kata Daren. Aku mengagguk dan dengan malas mengangkat tangan.
Alec juga mengangkat tangan sabil berseru, "Rock Paper Scissors!"
Hentakan serentak tangan kami di atas papan permainan. Daren dan aku mengeluarkan Paper, sedangkan Alec mengeluarkan Scissors. Alec mengalahkan aku dan Daren. Giliran kedua aku melakukan bersama Daren. Daren mengganti mengeluarkan Scissors dengan mengepalkan tangan sedangkan aku mengeluarkan Rock. Aku menang.
"Oke, urutan permainan yang pertama adalah Aku lalu Chloe dan yang terakhir kau Daren." Alec membuka papan permainan dan mengeluarkan tiga pin dengan warna merah, kuning dan hijau dan juga dadu.
Aku menyimak bagaimana Alec memainkan papan permainan ini, sampai akhirnya kami sibuk bermain dengan seru sampai lupa jika Bibi Def memanggil untuk pergi mandi sore. Hingga akhirnya saat senja Daren dan Alec pulang sedangkan aku membereskan papan permainan dan segera menemui Bibi Def di dapur.
Bibi Def adalah wanita yang baik, dia suka memasak dan bersih-bersih. Aku lupa sejak kapan Bibi Def tinggal di rumahku. Saat musim dingin tiba dia berpamitan untuk pergi liburan ke New York, hal itu membuat Fred sengsara. Aku tahu karena Fred sempat mengumpat ketika sedang menyapu halaman. Itu berarti aku harus pergi ke rumah Bibi May untuk makan siang dan makan malam. Fred selalu memintaku pergi ke rumah Bibi May ketika aroma hangus memenuhi rumah yang bersumber di dapur. Saat aku bertanya kepada Bibi May kenapa Fred bertingkah aneh, dia hanya tertawa sambil mengusap rambutku.
Fred pernah bercerita bahwa dia berkerja sebagai akuntan, katanya tugas seorang akuntan adalah sebagai juru potong kue. Aku hanya tertawa membayangkan jika Daren berkerja seperti Fred, pasti kue-kue itu sudah dilahap habis sebelum dipotong. Ketika malam menjelang aku, Fred dan Bibi Def berkumpul di depan perapian, kami bercerita banyak hal disamping Bibi Def yang sedang merajut.
Aku suka dengan cerita Cinderella, namun cerita yang Fred bawakan berbeda dengan yang pernah diceritakan Bibi May saat malam Natal. Jika Bibi May mengatakan bahwa sepatu Cinderella terbuat dari kaca tetapi Fred bilang sepatu itu terbuat dari panci gosong yang disihir menjadi sepatu. Aku pernah mencoba menyihir panci gosong yang aku curi dari gudang dengan ranting pohon di halaman belakang, Alec hanya tertawa. Dia menganggapku gadis yang bodoh namun Daren tampak percaya walaupun aku tidak berhasil mengubah panci gosong itu. Saat aku bertanya kepada Bibi Def kenapa aku tidak berhasil melakukan aksi itu, dia hanya menggeleng dan memintaku untuk segera mencuci kaki sebelum pergi tidur.
Fred juga pernah bercerita mengenai Hansel dan Gritel, kisah si kembar yang berhasil melawan penyihir. Saat aku bertanya kenapa penyihir di cerita Cinderella baik sedangkan di dalam cerita Hansel dan Gritel, penyihirnya adalah pemakan manusia, Fred hanya menjawab bahwa penyihir ada yang baik dan ada yang jahat. Sepulang sekolah aku mengajak Alec dan Daren untuk bermain menjadi seorang penyihir seperti yang diceritakan Fred. Alec setuju namun Daren lebih sibuk memakan kue mangkuk pemberian Bibi Def.
"Kita perlu memiliki tanda bahwa kita adalah seorang penyihir," seruku sambil melompat turun dari undakan.
"Yah, kita adalah penyihir hebat, orang-orang harus tahu itu," sahut Alec.
Sedangkan Daren mengangguk dengan mulutnya mengembung ketika mengunyah kue mangkuk. "Akuf fisa menggamfar."
"Telan dulu makananmu sebelum kau bicara, fat boy," kata Alec menyeringai.
Dengan susah payah Daren menelan kue mangkuk. "Aku pandai dalam menggambar."
"Aku akan mencari spidol di kamar Fred." Aku segera berlari masuk.
Kami pun duduk bersembunyi di bawah pohon di halaman depan rumah Bibi May, karena jika sewaktu-waktu Bibi Def keluar dia tidak memergoki kami mencuri spidol milik Fred. Aku membawa papan permainan ular-tangga sebagai alasan bahwa kami sibuk memainkannya padahal kami bingung memutuskan apa yang akan kami gambar di tubuh kami sebagai tanda bahwa kami adalah penyihir.
Daren mengusulkan gambar tengkorak, aku dan Alec pun setuju. Hingga tiba siapa yang lebih dulu digambar kami memutuskan untuk bermain Rock Paper Scissors. Kami menghentak tangan secara bersamaan aku mengeluarkan Paper, Daren Rock sedangkan Alec Scissors. Tidak ada diantara kami yang menang. Scissors mengalahkan Paper sedangkan Paper mengalahkan Rock namun Rock mengalahkan Scissors.
Kami pun berdebat siapa yang paling menang diantara Rock, Paper dan Scissors sampai akhirnya Bibi Def memanggil, pertanda bahwa waktu bermain kami telah berakhir. Alec menyebrangi jalan sedangkan Daren menuju ke Colleman Place. Aku segera menyembunyikan sepidol di punggung sambil berjalan menuju Bibi Def yang kini berdiri di beranda.
Saat hari sudah gelap Bibi May datang ke rumah, dia mengembalikan papan permainan yang tertinggal di bawah pohon halaman rumahnya. Bibi Def tidak marah namun tatapannya tidak menyenangkan. Fred hanya mengusap rambutku waktu itu dan tidak mengatakan apa-apa, itu tandanya dia marah karena aku bertindak ceroboh.
✊🖐✌
Vote + comment untuk perbaikan.
Lamongan, 20 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro