5
"Udah baikan?" [name] menatap cowok mleduk itu khawatir. Tangannya tak henti bergetar, netra coklat masih menahan air mata agar tak menyembur keluar.
Bakugo mengalihkan pandangan, "Gak papa."
"Gak papa gimana ceritanya?!"
Atensi manusia di satu ruangan itu berpusat pada keduanya, tapi Bakugo belum ngeh. Laki-laki itu terlalu bebal, nggak mau nengok kearah [name] padahal jelas-jelas gadis itu tengah menatapnya lekat-lekat.
"Bakugo...."
Alisnya menukik, mendengar nada suara [name] yang seperti tercekik.
"Heh!"
"...."
"Kenapa nangis bodoh?!"
"Bakugo!" Kirishima menepuk pelan bahu sobat karibnya, "Jangan dibentak."
[name] berjalan cepat, menabrak bahu Bakugo saat badan kurusnya melewati pintu ruang tamu.
"Mampus pundung."
"Bego banget Bakugo."
"Ck!" Surai Ash Blonde Bakugo diacak kasar, "Ya terus aku harus gimana?!"
"Minta maaf." Todoroki melirik dari ujung mata. Suasana ruang tengah asrama mulai terasa tegang, sejak kepergian [name] semuanya memilih bungkam.
"Kenapa harus minta maaf hah?!"
"Duh, Bakugo. Kemampuan berbicara kamu tuh setara sama manusia yang digedein serigala, nyadar nggak?!"
Untuk pertama kalinya, Kirishima mengatakan sesuatu yang cukup nyelekit untuk didengar sahabat karibnya. Ya, habis Kirishima gemas. Jarang sekali seorang [name] ngambek. Bakugo yang tak banyak berbicara kasar juga merupakan sebuah anomali. Patut diapresiasi.
[]
Pintu diketuk, hening masih terasa bising. [name] tak memberikan respon apa-apa, Bakugo membuka pintu dan masuk tanpa berkata apa-apa.
Pemandangan yang pertama dilihatnya adalah seorang gadis yang memeluk lututnya sendiri, terisak pelan seakan tak mau siapapun mendengarnya menangis.
Bakugo menghela nafas tajam, ada bagian dari dirinya yang mati-matian tak mau melalulan saran dari teman-temannya barusan.
Masa bodoh gadis itu menangis, memang apa urusan?
"Hei."
[name] menanggahkan kepala saat suara Bakugo terasa sangat dekat di telinga, serak dan terasa kasar.
"Jangan deket-deket."
Bakugo mengeraskan rahang, "Gak mau."
Netra coklat [name] jatuh pada bekas sayatan yang tampak masih diperban pada leher Bakugo, cukup dalam sampai cowok itu dibuat pingsan beberapa jam.
Dada gadis itu makin terasa berat, air matanya kembali mengalir deras. Tak peduli kalau Bakugo merasa jijik, toh akan bagus jika laki-laki itu segera menjauhi.
Bakugo sangat nggak suka perempuan cengeng. Serius. Mereka itu berisik, ekspresi yang ditunjukan tampak mirip dengan saat sedang berak. Bakugo nggak suka.
Lalu kenapa sekarang melihat [name] menangis tanpa mengeluarkan suara membuat Bakugo merasakan sesak di dada?
"Bocah. Aku tak apa."
"Aku nggak akan maafin diri aku sendiri kalau kamu-"
"Aku tak apa, idiot."
[name] mengeratkan pelukan pada lututnya sendiri, "Iya. Aku emang idiot. Malah nyerang kamu sampai sebegitunya. Padahal kan kita cuma latihan."
Bakugo menggeram kesal. Duh, bukan itu maksudnya!
Karena pada kenyataannya [name] hanyalah gadis biasa. Tertawa kalau dirasa ada yang lucu, menangis kala hati merasa sendu. Mengeluh rekata badan dilanda lelah, khawatir saat orang yang ia suka berada dalam bahaya.
Bakugo mendekat dengan gegabah, tak memperdulikan berontak yang [name] keluarkan saat badan besarnya menarik si gadi kedalam pelukan. Bakugo memeluk erat, sangat erat sampai-sampai [name] tak bisa bergerak dibuatnya. Badan perempuan itu terkunci, dipaksa merasakan afeksi yang sangat jarang Bakugo perlihatkan pada orang kebanyakan.
"Aku tak apa."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro