1 | Pertolongan Tidak Dibutuhkan!
Chapter 1
Pertolongan Tidak Dibutuhkan!
***
"Kalau kamu emang nggak suka, kamu bisa pilih yang lebih bagus, kamu bisa minta bantuan orang lain, kamu bisa pilih sendiri. Gimana sih? Katanya minta dibantuin. Tapi pas udah dibantuin, kamunya nolak gitu aja. Malesin tau nggak?"
Aku hanya bisa mendengus mendengar kata-kata yang sepertinya sudah sering kudengar dari beberapa orang yang sama sekali tidak kumintai pertolongannya terlontar begitu saja dari bibir pedas mereka. Bukannya aku tidak tahu terima kasih, tapi pertolongan mereka memang benar-benar tidak berguna apalagi dibutuhkan. Mereka sendiri yang menawarkan untuk membantuku, aku sih tidak pernah memintanya, ya.
"Kalo kamu nggak suka, udah deh ah. Aku nyerah. Terserah mau ngapain. Persetan. Kamu pikir cari cowok yang masuk di semua kriteria kamu itu gampang? Hah? Susah tau gak!" Cewek berambut sebahu itu memandangku dengan tatapan kesalnya. Aku hanya bisa membalasnya dengan tatapan datar, sembari mengaduk-aduk jus stroberiku yang sudah muali mencair. Siapa yang meminta tolong? Aku tidak meminta pertolongan siapapun.
"Ini sumpah ya, aku udah bener-bener capek sama semua ini. Minggu kemaren aku udah nemu. Bayangin dari satu bulan penuh aku nyari, aku nemu. Nemu. Dan kamu dengan gampangnya bilang, 'gak cocok'. Jujur aja, aku kesel. Tapi mendem, tau gak!"
"Dan sekarang, aku nemu lagi. Aku nyari cowok kayak dia yang udah klop banget sama kriteria kamu..sampe gak bisa tidur. Dan kamu seenaknya bilang, 'jauh banget dari target'. Apa kamu nggak mikirin gimana perasaan aku!" Kepalan tangan cewek itu mendarat di meja, membuat gelas jus stroberiku goyang.
"Kan aku jawab yang sejujurnya, Nada" Balasku, berusaha untuk tenang. Bagaimanapun juga ia sudah mau memberikan pertolongannya untukku. Walaupun aku tidak memintanya. Setidaknya aku harus bisa menjaga emosiku. Semata-mata untuk menghargainya.
Walaupun dia merasa aku tidak menghargainya.
Sekali lagi, aku tidak meminta pertolongannya! Aku tidak semengenaskan itu!
Nada hanya tergelak seraya membanting punggungnya ke sandaran kursi, "Kamu emang bisa dengan santainya, simplenya ngomong kayak gitu. Tapi coba kamu jadi aku! Capek tau gak!"
"Dari awal aku udah gak maksain kamu buat nolong aku, Nada." Erangku menahan emosi.
"Kamu? Nggak maksa? Memang! Tapi coba jawab, mana ada hati orang yang normal, tega ngeliat kamu depresi gara-gara patah hati yang berlarut-larut!? Yang buat kamu down dan hampir kayak mayat hidup!" Nada mengalihkan tatapan tajamnya dariku kearah jendela besar di sampingnya.
"Ngeliat ekspresi kamu setiap hari kayak gitu tuh buat aku jengah tau nggak!? Muak aku."
"Astaga, sekarang aku mengerti betul kenapa orang-orang gak ada yang mau bantu kamu cari--maksudku, move on." Nada mengecilkan volume suaranya.
Aku hanya diam, masih sibuk dengan jus stroberiku yang semakin mencair.
Tak lama kemudian, suara kursi berdecit terdengar--Nada bangkit dari duduknya, membuatku mendongak untuk melihatnya.
"Kamu mau kemana, Nad?" Tanyaku setelah menatapnya beberapa detik dan tidak digubris.
"Sorry, Al. I'm so done with you" Nada menatapku sinis. Ia membungkuk untuk mengambil tas selempangnya lalu melangkah pergi.
"Sekali lagi, I really am sorry," Bisiknya saat melewatiku yang hanya bisa menatap kosong. Bahkan dari suaranya saja aku tahu, ia benar-benar tidak tulus mengucapkannya--sarat sekali akan emosi dan penyesalan.
Tentu saja, penyesalan karena sudah membuang-buang waktunya selama satu bulan untuk menolongku yang sama sekali tidak butuh bantuan darinya.
Dan hari ini, satu orang lagi yang kubuat kesal setelah kejadian Karin yang mangamuk karena kesal atas kelakuanku.
"Astaga, sekarang aku mengerti betul kenapa orang-orang gak ada yang mau bantu kamu cari--maksudku, move on."
Move on
Move on
Move on
Kata-kata Nada barusan terngiang-ngiang di kepalaku. Aku memang menyebalkan, keras kepala. Tidak heran mengapa tidak ada yang mau membantuku. Atau bahkan, tidak heran mengapa mantan kekasihku meninggalkanku dengan teganya. Lagian kan, aku hanya si Alleisa-yang-depresi-karena-ditinggal-mantan-kekasihnya-yang-bajingan-lima-bulan-yang-lalu yang dicap tidak tahu terima kasih oleh semua orang yang sudah memberiku 'pertolongan'.
Padahal kan--hei, dari awal aku sudah menegaskan kalau aku baik-baik saja dan akan selalu baik-baik saja pada mereka. Aku tidak meminta bantuan siapapun untuk bangkit. I can do it by myself. Aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja. Mereka saja yang terlalu mencampuri kehidupanku. Aku bilang kan aku baik-baik saja dan akan selamanya begitu.
Ah, sudahlah. Mereka ini yang salah. Siapa suruh membuang-buang waktunya hanya untuk sok-sokan membantu gadis yang menderita SuMo alias susah move on dan keras kepala sekaligus menyebalkan sepertiku? Dari awal juga aku sudah menolak uluran tangan mereka. Dasar bejat. Yang memaksaku untuk menerima uluran tangan mereka siapa?
Jelas mereka sendiri.
Akhirnya setelah sekian lama aku mengaduk-aduk jus stroberiku, akupun meminumnya. Bola mataku tidak sengaja menangkap gelas minuman gadis yang tadi duduk di depanku yang masih utuh--tidak tersentuh. Masih dalam keadaan seperti baru saja diantarkan oleh pelayan. Utuh.
Aku mengabaikannya dan lebih memilih untuk menggeser posisi dudukku menjadi ke arah kanan--mendekati posisi jendela besar yang menghadap langsung ke jalanan kota Bandung yang sedang diguyur hujan. Suhu diluar dingin sekali. Aku nisa merasakannya ketika secara tidak sengaja aku menempelkan dahiku ke jendela.
Untung saja aku tidak berdrama ria tadi dengan cara mengejar Nada keluar dan memohon maaf padanya. Jelas sekali Nada tidak membawa payung--mana muat payung di tas selempang yang hanya muat dimasuki oleh dompet dan ponsel? Sudah pasti dia kehujanan karena tidak ada kendaraan umum lewat ke arah sini. Ia harus berjalan sampai ke perempatan yang lumayan jauh untuk menyetop taksi.
Dalam hati aku tertawa sendiri. Dasar cewek bodoh, aku menggeleng-gelengkan kepalaku lalu meminum jusku lagi--berusaha menikmati suasana kota Bandung di sore hari yang berair ini.
Dari sejak awal aku masuk ke SMA Summer, aku berteman dengan Nada. Bisa dibilang ia adalah sahabatku, Ew, sahabat? Aku mual sendiri memikirkannya. Izinkan aku meralat--Nada adalah temanku, yang cukup dekat denganku tapi tidak cukup dekat untuk dikatakan sebagai sahabatku. Nada adalah pribadi yang anggun, kekanak-kanakan, mudah frustasi, dan cengeng.
Kejam memang kedengarannya, tapi itulah sifatnya. Aku ragu lusa nanti--Senin-- Nada masih mau berdekatan apalagi mengobrol denganku. Raut wajahnya kesal sekali--kusut. Lagi-lagi, siapa suruh sok-sokan kasihan melihatku dan menolongku?
Cuih, aku tidak butuh pertolongan! Apalagi rasa kasihan dan simpatik dari orang-orang!
Sel-sel memori otakku masih mengingat--bagaimana Nada memohon--atau lebih tepat dikatakan sebagai mengemis-- kepadaku.
"Ayolah, Al. Izinkan aku untuk membantumu, kali ini saja. Aku takkan mengecewakanmu lagi. Serius,"
Just one words for her,
Liar.
Toh, aku yakin, tanpa bantuan mereka yang useless itu pun aku dengan sendirinya akan menjadi kuat. Tanpa kehadiran si bajingan yang-tidak-sudi-kusebutkan-namanya itu aku bisa berdiri dengan kakiku sendiri. Lagi pula, dia tidak seberharga itu.
Aku bisa mendapatkan yang lebih baik. Watchout, asshole.
×××
Dedicated buat @Putrijk yang maksa aku buat update terus-_-
Vote dan Comment sangat berarti
Febr-uary
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro