Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5: Intruder Alert!

"Lara Sjahrir lagi. Lo terobsesi banget sama dia sih?" celetuk Dio, mengintip ponsel Dipa dari balik bahunya.

Saking kagetnya, ponsel Dipa hampir terlempar dari tangannya. "Apaan sih? Ngagetin aja!" dumel Dipa. "Namanya Laras Sjahrir. LaraSSSSSSS. Pake S. Bukan Lara."

Dio hanya melambaikan tangan dan tertawa. Nampaknya dia tidak tertarik dengan penjelasan Dipa. Dipa pun beranjak dari kursi. Masih ada waktu kira-kira sepuluh menit sebelum bel masuk berbunyi. Dipa membuka aplikasi Instagram di ponselnya. Anak yatim piatu punya smartphone? Mungkin orang bingung. Dipa sendiri juga bingung ketika ada sekotak smartphone baru terselip di antara setumpuk buku pelajaran saat dia masuk SMA.

Buat Pradipta.

Di atas kotak ponsel tersebut tertera selembar kertas memo. Hanya pesan sederhana itu yang tertulis. Sejak saat itu Dipa merawat ponsel itu baik-baik. Jangan sampai jatuh, jangan sampai rusak.

Setelah aplikasi Instagram terbuka, Dipa mengarahkan kamera ponselnya ke arah pintu gerbang sekolah. Murid-murid SMA Harapan sedang ramai-ramainya melangkah masuk. Dipa merekamnya untuk Instagram Story miliknya. Ditulisnya caption: Nunggu bel masuk...

Hanya sebuah video singkat sederhana yang tak menarik, namun tak butuh waktu lama hingga pengikut-pengikut Dipa di Instagram melihatnya. Setiap hari Dipa memuat foto atau video di Instagram. Isinya sederhana saja dan sering kali tidak penting, seperti video tadi.

"Lo sering banget sih upload yang ngga penting? Caper, Dip?" celetuk Dio suatu hari.

Caper? Bukan caper, tapi apa ya? Dipa ingin seseorang di luar sana tahu tentang kegiatan sehari-harinya, syukur-syukur kalau dikomentari. Instagram Dipa terbuka untuk umum kok.

"Lagi naksir siapa sih, Dip? Belakangan aktif banget di Instagram," komentar salah seorang temannya lewat direct message.

"Lagi di depan kelas ya, Dip?" komentar temannya yang lain.

"Ngga maen basket, Dip?"

"Dipa katanya dirazia? Jadi, dagang lagi ngga?"

Ah... di antara semua pesan yang mengomentari tak ada yang Dipa tunggu. Dia menghela nafas lalu bernavigasi ke halaman lain di Instagram. Laras Sjahrir. Akun itu terkunci. Tertera keterangan bahwa Dipa sudah mengajukan request untuk follow tapi masih belum di-approve Laras.

"Aduh!"

Bulu kuduk Dipa merinding. Refleks dia menggeliat saat ada tangan yang mencolek pinggangnya. Dipa menoleh dan mendengus.

"Lo manggil orang bisa ngga sih yang bener? Jangan colek-colekan kayak gitu? Lo kira gue sabun?!" omel Dipa ketika melihat sosok Eda.

"Gue panggilin dari tadi, elo ngga nyahut," Eda membela diri. "Gimana? Rencana kita berjalan kan?"

"Rencana apa ya?"

Mata Eda melotot. Dipa nyengir. "Santai aja dong mukanya. Gue inget kok."

Eda terlihat gusar. "Jam pelajaran keempat ya?"

"Siap, Bu."

"Ngomong-ngomong, lo ngga di-approve mungkin gara-gara muka lo mesum," celetuk Eda.

Gantian Dipa yang matanya membelalak. "Ngapain sih lo ngintip-ngintip HP gue?!"

Eda tergelak sambil berlalu.

Sejak pagi hingga jam pelajaran keempat, waktu berjalan begitu lamban bagi Dipa. Dia tidak bisa berkonsentrasi pada satu pun pelajaran. Dipa tersadar, betapa gilanya dirinya. Dia hendak menjalankan aksi yang gila dengan orang yang baru saja dikenalnya kemarin, yakni Eda.

Kemarin, saat hendak pulang dan melihat wajah Eda yang memelas, Dipa langsung yakin bahwa Eda memang bisa dipercaya. Eda memang butuh uang itu, tapi dia juga takkan menjebak Dipa. Entalah, pokoknya hati kecil Dipa berkata dia bisa mempercayai Eda untuk bekerja sama. Mudah-mudahan Eda memang tidak sedang menjebaknya.

Kriiiing!!!

Bel tanda ganti pelajaran berbunyi. Jantung Dipa berdegup kencang. Jam pelajaran keempat dimulai. Pak Sutikno, guru Fisika, sudah masuk ke ruang kelas. Kapan Eda akan membunyikan alarm kebakaran?

Pak Sutikno mulai mengajar. Dipa semakin resah. Tangannya berkeringat. Dia berkali-kali menelan ludah. Belum lagi perutnya mulas, rasanya seperti mau mencret.

"...jadi, lambda sama dengan h dibagi p, di mana lambda adalah panjang gelombang artikel, p adalah-"

Tuit...! Tuit...! Tuit...!

Dipa nyaris pingsan mendengarnya. Ternyata alarm kebakaran sekolah ini sangat dahsyat bunyinya. Pak Sutikno berhenti bicara. Semua menatap lampu yang berkedip-kedip merah di langit-langit.

"Kebakaran ya, Pak?" celetuk Dipa.

"Iya, kok alarm kebakarannya bunyi ya?" Pak Sutikno mengernyit.

"Ya, berarti ada kebakaran, Pak!" Dipa segera berdiri. "Berarti kita harus mengevakuasi diri!"

Seisi kelas langsung heboh. Mereka ikut-ikutan berdiri seperti Dipa.

"Tenang, tenang," sambil berusaha menenangkan, Pak Sutikno keluar kelas untuk memantau situasi. Dia melihat guru-guru yang sedang mengajar di kelas-kelas sebelah ikut keluar.

"Kebakaran ya, Pak?"

"Kebakarannya di mana?"

"Ini anak-anak harus dievakuasi."

Sementara guru-guru masih kebingungan, Dipa sudah menggerakkan teman-temannya untuk meninggalkan kelas.

"Ke lapangan, ya! Evakuasi ke lapangan!" Dipa berseru dengan suara lantang.

Sementara koridor mulai dipenuhi murid-murid yang berjalan menuju lapangan, Dipa menyelinap menuju ruang kepala sekolah.

Tuit...! Tuit...! Tuit...! Koridor tersebut sudah sepi. Dipa melihat Eda sudah menunggu di dekat pintu.

"Lama banget sih?" desis Eda.

"Pak Sutikno sih pake acara kebingungan, jadi lama deh," gerutu Dipa.

Eda mengibaskan tangannya, pertanda dia tak tertarik dengan alasan Dipa. "Sekarang, gimana kita buka pintu ruangan kepala sekolah ini?"

"Da, ngomong-ngomong alarmnya kapan berhentinya? Masa' sepanjang hari berisik begini?"

Eda mengangkat bahu. "Yang penting gimana kita buka pintu ini, Dip?"

"Lah, rencana lo kemarin gimana? Kan elo yang ngusulin," Dipa jadi bingung.

"Gue ngga nyangka ruangannya akan dikunci. Gue pikir Pak Budi pasti panik dong, buru-buru keluar tanpa ngunci."

Dipa melongo mendengarnya. "Da, elo udah heboh bikin alarm kebakaran bunyi padahal ngga ada kebakaran, dan bikin seantero sekolah terevakuasi, terus sekarang lo bilang gue elo ngga tau caranya buka ruangan Pak Budi???!"

Eda menggigit bibir.

"Aduuuh Edaaaa!!! Makanya, jangan kebanyakan makan micin!" semprot Dipa. Dia sewot bukan main.

"Tenang, jangan marah-marah dulu," Eda mengetuk-ngetuk dagunya.

"Makanya, bego tuh jangan dipiara, Da. Ngga ada faedahnya."

"Bener juga ya, Dip. Sama kayak ngomong sama lo, ngga ada faedahnya."

Eda kesal bukan main dengan Dipa yang malah mengangkat bahu mendengar sindirannya. Bukannya membantu malah bikin orang tambah stres!

"Lo jangan nyap-nyap doang dong!" sembur Eda. "Bantu cari solusi, kek!"

Dipa menghela nafas. Dia mengamati ruangan Pak Budi dan sekitarnya. Dipa menunjuk sebuah jendela kecil di atas ruangan. "Tuh, badan lo kan kecil. Lo bisa masuk dari situ."

"Dip, lo kata gue kucing? Itu celah kecil banget!"

"Ya udah, buka pake peniti kek, jepitan kek. Punya ngga lo?"

Eda menjentikkan jari. "Bener juga," Eda menarik jepit rambut dari kepalanya. "Gue cari dulu di Youtube gimana caranya."

"Ya udah, buruan."

Eda mengeluarkan ponselnya. Sedetik, dua detik, tiga detik berlalu, layar ponselnya tak berubah juga. Eda mendesah. "Dip, kayaknya kuota gue habis."

"Hadeeeeh..." Dipa segera mengeluarkan ponselnya. Saat melihat layarnya, Dipa terkesiap. Laras Sjahrir has accepted your follow request. Laras Sjahrir started following you.

"Dip? tegur Eda. "Kuota lo abis juga?"

"Ngga, Da," dengan wajah yang tiba-tiba sumringah Dipa menatap Eda. "Kuota gue banyak sekali. Sebanyak garam di laut."

"Ya udah, buruan cari gimana caranya buka pintu pakai jepit rambut," ucap Eda. "Terus, muka lo boleh agak santai dikit? Mendadak kayak kucing kesurupan, gue jadi takut."

"Ntar, ntar..." Dipa memegang dadanya sambil bersandar pada tembok. "Gue napas dulu."

"Dipa! Yang serius dong!" Eda yang kesal merebut ponsel Dipa dari tangan pemiliknya. Eda ikut membaca notifikasi yang masuk dari Instagram. Laras Sjahrir has accepted your follow request. Laras Sjahrir started following you. Eda mendengus. Segera dibukanya internet browser dan Eda mulai mengetik. How to open door with...

"Kalian ngapain di sini?!"

Seketika jantung Eda mencelus dan Dipa terlonjak.

(, ")

Hai, readers! Makasih udah baca lanjutan cerita Dipa dan Eda. Setelah Laras Sjahrir bikin Dipa ngga fokus, sekarang siapa lagi yang bikin Eda kaget? Pak Budi kan udah pergi dari ruangannya?

Tunggu kelanjutannya hari Kamis ya... :)))

Salam,
Feli

***********

Trivia! ^o^

Karena udah lama lulus dan lupa semua pelajaran sekolah, plus saya bukan anak IPA, jadi materi pelajaran fisika dari Pak Sutikno harus saya Google dulu dengan keyword: "soal fisika kelas 12 semester 2" :)))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro