Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17: Kejutan

Manusia memang tidak pernah tahu kejutan apa yang akan datang dalam hidupnya. Baru saja Eda mengucapkan kalimat itu pada Dipa ketika jam istirahat, keduanya mengalaminya sendiri di sore hari.  

Ketika bel bubar sekolah berbunyi, murid-murid langsung berebutan untuk menghambur keluar kelas. Dipa yang memimpin paling depan. Baru kakinya hendak melewati kusen pintu, langkah Dipa tertahan lantaran ada yang menarik tasnya dari belakang.

"Tunggu, Dip!"

Dipa menoleh. Begitu melihat sosok yang menahan langkahnya, Dipa langsung memutar bola matanya dan menghela napas.

"Apaan?!" bentak Dipa.

Aulia terhenyak. Dia mengerjapkan matanya. Dipa sedikit merasa bersalah karena sudah membentak Aulia, namun dia tidak tahan lagi dengannya. Dipa tahu maksud Aulia. Ini sudah ketiga kalinya dalam sehari Aulia menawarkannya.

"Dip, lo udah pikir-pikir lagi belom? Mau ya ikut IKom?"

"NGGA!" seru Dipa. "Udah deh, jangan maksa-maksa gue kayak bisnis MLM! Gue sibuk!"

"Tapi, Dip-"

Dipa mengabaikan Aulia. Dia bahkan menyeruak mendorong beberapa temannya dan segera berlari menuruni tangga. Dipa mempercepat langkahnya menuju bagian belakang lab bahasa, tempat dia janjian dengan Eda. Eda belum muncul! Dipa tersenyum puas ketika dia melihat Eda melangkah dari kejauhan.

"Nah!" Dipa mengagetkan Eda, membuat Eda terlonjak. "Akhirnya gue duluan yang nyampe."

Eda menggerutu. "Apa-apaan sih?! Ngagetin aja!"

Dipa nyengir. "Gue cepet-cepet lari-lari supaya nyampe duluan dari elo, Da."

Eda hanya memutar bola matanya. "Gimana? Udah siap?"

"Siap."

Dipa dan Eda menunggu sejenak, sekitar sepuluh-lima belas menit, hingga sekolah mulai sepi. Kemudian mereka mengendap-endap menuju ruangan Pak Budi. Koridor saat itu terlihat kosong. Mereka berdua memberi isyarat melalui anggukan di depan pintu, kemudian Eda melepas jepit rambutnya.

JEGREK!

Eda sedang sedang hati-hati berusaha memasukkan jepit rambutnya ke lubang kunci pintu ruangan Pak Budi ketika pintu itu terbuka. Saking kagetnya, tangan Eda sampai serasa tersetrum dan jepitannya terlepas. Dipa refleks menutup mulut untuk tidak berteriak.

"Kalian lagi," Pak Budi menghela napas.

Dipa dan Eda yang jantungnya masih berdebar-debar karena kaget segera menyiapkan diri untuk kembali dimarahi Pak Budi.

"Ngapain kalian di sini?" tanya Pak Budi dengan nada dingin.

"Ngg ... ehm," Dipa berdeham, mengulur waktu untuk mencari alasan. "Mau ijin, Pak."

"Ijin? Ijin apa?"

"Ijin ikut lomba IKom."

Mulut Eda menganga mendengarnya. Ijin ikut lomba IKom?! Lomba yang dipromosikan kemana-mana tapi tidak ada yang mau ikut itu?

"Oh ... lomba IKOm yang pengetahuan umum itu kan?" Raut wajah Pak Budi mendadak melunak. "Disuruh siapa kamu?"

"Aulia?" cicit Dipa.

"Kalian berdua jadinya memutuskan untuk ikut?"

Dipa mengangguk. Eda yang masih tercengang tak mampu berkata-kata.

"Bagus, bagus," Pak Budi tersenyum. "Tentu lah saya ijinkan. Ayo, masuk dulu."

Eda mengerutkan keningnya. Matanya mendelik menatap Dipa, meminta penjelasan. Dipa hanya mengangkat bahu.

"Pasti Aulia sudah menjelaskan ya perihal lombanya," kata Pak Budi. "Ya, saya ijinkan kalian untuk ikut lomba itu. Minggu depan kan? Nyaris Aulia mau mengundurkan diri. Saya bilang, 'Jangan, Aulia. Bapak yakin pasti Aulia akan menemukan siswa atau siswi yang berminat ikut'. Ternyata kalian. Saya senang sekali. Apalagi kalian berdua termasuk pelajar yang cerdas."

Dipa dan Eda hanya meringis.

"Baiklah," Pak Budi melihat jam tangannya. "Saya ada rapat guru. Kalian persiapkan diri baik-baik ya."

"Iya, Pak," dengan lunglai Dipa dan Eda mengangguk.

"Oh ya, semoga kalian menang, ya? Kalau kalian menang ... hadiah undian itu saya serahkan buat kalian."

Mata Dipa dan Eda melotot. Ngga salah dengar?!

"Ya udah, keluar. Saya mau kunci pintunya."

Selepas Pak Budi pergi, Dipa dan Eda yang masih tertegun saling pandang.

"Itu ... ngga salah Pak Budi bilang apa?" celetuk Eda yang masih terkejut.

"Kayaknya ngga," sahut Dipa, tak kalah tercengang. Dipa menjentikkan jari. "Kita harus cepetan cari Aulia sekarang!"

Dipa menarik tangan Eda, membuat Eda terkejut. Meskipun begitu, Eda membiarkan tangannya dalam genggaman Dipa. Dia tak berusaha melepaskannya. Dia hanya mengikuti langkah Dipa sebagaimana adanya hingga mereka tiba di perpustakaan.

"Aulia pasti di sini. Dia bilang, tiap pulang sekolah dia belajar sama Sultan buat persiapan lomba!" seru Dipa penuh semangat.

Eda hanya mengangguk. Jantungnya masih berdetak tak keruan setelah Dipa melepaskan genggaman tangannya. Dipa mendorong pintu perpustakaan sepelan mungkin. Sebelum melangkah lebih jauh, matanya menjelajah ke setiap sudut perpustakaan. Setelah dia menemukan sosok Aulia, barulah Dipa melangkah.

"Psst! Au!" panggil Dipa sambil berbisik.

Aulia yang tengah sibuk mencatat di meja bundar mengangkat kepalanya. "Dipa?"

"Iya, ini gue," Dipa perlahan menarik kursi dan mempersilakan Eda duduk. Setelah itu barulah Dipa duduk di kursi sebelah Eda. "Kenalin, ini Eda. Anak kelas IPA 2."

"Hai," sapa Eda.

"Halo," Aulia menyapa balik. "Gue tau kok Eda. Yang tukang jualan catatan itu kan?"

"Iya, dulu. Tapi sekarang udah gulung tikar," balas Eda.

"Eh, Eda. Lo mau ngga ikut-"

"Mau," sela Dipa. "Mau, dia mau ikut IKom bareng gue. Kita mesti ngapain?"

Mulut Aulia menganga. "Ini beneran?"

"Iya, beneran."

"Apa yang membuat lo akhirnya insyaf, Dip? Lo kan udah nolak gue berkali-kali."

"Bapak lo yang bikin gue insyaf. Buruan, mesti ngapain kita?" desak Dipa.

"Oh ... ngga ngapa-ngapain. Pendaftaran biar gue yang urus. Elo belajar aja tiap pulang sekolah. Banyak nonton berita. Banyak baca koran. Mmm ... apalagi ya?"

"Oh, ya udah. Gampang. Kapan kompetisinya?"

"Minggu depan hari Kamis. Hari itu kita diijinin bolos. Terus dapet makan siang juga di tempat lombanya."

"Dipa," Sultan, satu-satunya partner Aulia yang setia ikut nimbrung. "Sama satu lagi, kalo menang tuh juara satu dapet lima juta, juara dua dapet tiga juta, juara tiga dapet satu juta. Hadiahnya kita bagi lima, Dip. Gue, Aulia, elo, Eda, sama sekolah."

"Iya, iya," Dipa hanya mengangguk-angguk. "Ya udah ya? Kita capcus dulu."

"Eh ... lo ngga mau belajar bareng?"

"Ngga usah. Udah tau. Yuk, Da."

"Lho ... Dip? Apa maksudnya udah tau? Pengetahuan umum tuh luas lho."

Dipa tak menghiraukan Aulia. Melihat Dipa beranjak, Eda pun mengekor. Setelah keluar dari perpustakaan, Dipa menarik napas lega.

"Lo yakin ngga mau belajar bareng mereka, Dip?" Eda menaikkan alisnya.

"Kita belajar sendiri aja, Da. Ngeri gue lama-lama sama Aulia," Dipa bergidik.

"Lho, ngeri kenapa?"

Dipa menggigit bibir. "Bilang ngga ya?"

"Ada apa sih?"

"Kalo gue cerita, lo suwer jangan cerita ke siapa-siapa ya?"

"Iya. Kenapa sih?"

"Aulia naksir gue dari SMP. Udah nembak gue lima kali. Lima kali-lima kalinya gue tolak."

"Haaaah?!" Eda menutup mulut, menahan tawa.

"Ngeri gue sama dia. Agresif banget! Udah kayak maksa ikutan sekte tau ngga? Atau maksa ikutan MLM gitu."

Eda tak tahan lagi. Tawanya pecah. Dipa, Dipa. Ah ... entah sejak kapan Dipa memang sudah memenangkan hati Eda.

(, ")

Hai, readers! Makasih udah baca lanjutan cerita Dipa dan Eda. Akhirnya Pak Budi luluh dan ngasih mereka berdua kesempatan! Bisa berhasil ngga ya? Kalo ngga berhasil, gimana nasib mereka?

Tunggu kelanjutannya hari Senin ya... :)))

Salam,
Feli

P. S. Readers, sebagai pembaca Belia Writing Marathon Batch 2, kamu berkesempatan memenangkan 1 paket gratis berlangganan Buku Bentang Belia selama 1 tahun untuk 1 orang pemenang dan 3 paket gratis seluruh novel hasil BWM Batch 2 untuk 3 orang pemenang. Caranya? Gampang banget! Kamu harus cukup aktif memberikan vote dan komentar untuk cerita BWM Batch 2 di akun Wattpad @beliawritingmarathon. Pemenang akan dipilih berdasarkan undian.

***********

Trivia! ^o^

Waktu SMA, saya pernah bareng temen-temen ikut lomba serupa. Tujuannya biar bisa jalan-jalan keluar sekolah dan ngga belajar :))) abis itu kami kalah, tapi ngga apa-apa, buat seru-seruan aja. Lumayan bolos sehari hehe.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro