29 | Her Sweet Revenge
Badai belum berakhir. Freya memeluk Luke sekencang mungkin, tidak ingin melepaskannya. Luke juga memeluknya, bahkan lebih erat.Dia mencoba untuk melihat sekeliling, tapi debu yang tebal menghalangi pengelihatannya. Semuanya baik-baik saja, dia mencoba menenangkan dirinya dengan mengulangi kata-kata itu di benaknya berkali-kali.
Badai itu, nyatanya, semakin kuat dan kuat. Jelas itu bukan alam. Itu pasti ulah seseorang. Freya mencoba mengintip dari bahu Luke, dia masih tidak bisa melihat apa-apa. Dia harus menghentikan badai ini. Dia tahu alam seperti dia tahu sihirnya. Sihirnya adalah alam, itulah yang dikatakan Aisha padanya saat mereka pertama kali berlatih.
Badai seharusnya bukan masalah baginya. Badai itu dingin. Luke pasti menderita sekarang. Freya pikir begitu, cara Luke memeluknya erat-erat mungkin sudah tidak nyaman lagi.
"Aku tidak akan mengatakan ini baik-baik saja sekarang, tapi tenanglah, aku di sini." Freya menggosok punggung Luke dengan hati-hati, takut jika dia akan menyentuh bekas luka dan lukanya. Bahkan jika badai akan semakin liar dan mereka mungkin tidak akan baik-baik saja, Luke perlu tahu bahwa Freya ada di sini, bahwa dia tidak akan membiarkannya mati dengan mudah.
Dia mendorong Luke ke samping, cukup kuat untuk melemparkannya jauh. Setidaknya badai tidak terlalu kuat di sana, target badai itu adalah Luke, Freya tahu itu. Mengapa ada badai ketika Luke keluar dari danau? Jelas karena Luke adalah targetnya.
Dia menutup matanya lagi, dia membiarkan sihirnya mengalir melalui nadinya. Sensasinya adalah yang terbaik dari semuanya. Dia merasakan banyak hal sekaligus. Dia merasa seperti ada badai petir yang lebih dahsyat dari badai yang dihadapinya. Dia melebarkan tangannya, merasakan aliran petir di sana. Dia selalu menggunakan elemen api sebelumnya, dia tidak pernah menggunakan elemen lain. Sekarang dia merasakan betapa indahnya elemen udara. Badai semakin besar dan semakin besar dari badai, dia bisa merasakannya. Freya membuka matanya, kilat biru di sekelilingnya menghentikan badai. Namun, dia membuat satu lagi.
Dia mendorong sihirnya kembali, mencoba menjinakkannya. Perlahan, badai petir menghilang. Dia tidak akan pernah melupakan sensasi yang dia rasakan. Itu luar biasa.
Dia membalikkan punggungnya untuk melihat sekeliling, mencari Luke. Dia melihat dia duduk di tanah, punggungnya bersandar di pohon. Dia menatapnya dengan kagum, tetapi juga kelelahan. Alois berjongkok di sampingnya, tangannya di bahu Luke. Dia juga menyadari bahwa mantel Alois sekarang dipakai oleh Luke.
"Itu keren, Freya!" teriak Gwen, "tapi serius, badai melawan badai?" Gadis yang lebih muda sekarang basah dan kedinginan. Freya yakin semua teman-temannya sama dengan Gwen.
"Maafkan aku, aku tidak bisa memikirkan hal lain." Dia mengangkat bahunya. Gwen memutar matanya, mendekat lalu memeluknya. Freya terkejut melihat betapa dingin tubuh gadis itu.
"Tidak apa-apa, aku senang kau menyelamatkan kami."
"Apa yang akan kita lakukan sekarang? Kita sudah mengetahui ramalan itu, sekarang bagaimana?" Matthias mendekati Freya dan memberikan mantelnya kepada Gwen.
Freya juga tidak tahu. Yang dia inginkan hanyalah balas dendam, dan dia perlu tahu siapa yang harus menerima amarahnya. Dia hanya tidak tahu bagaimana tepatnya dia berakhir di sini. Dia melihat pria lain jauh di belakang Alois, di dalam hutan. Ezra. Dia tidak menjawab pertanyaan Matthias, dia malah berjalan ke setan. Ezra pasti tahu sesuatu.
Dia merasakan sebuah tangan meraih tangannya. "Ke mana kau akan pergi?" tanya Luke. Suaranya bergetar, jelas karena kedinginan.
"Aku tidak akan pergi terlalu jauh, kau tenang saja." Dia tersenyum padanya dan melepaskan tangan lelaki itu darinya. Dia masuk ke dalam hutan lagi, cukup jauh dari pendengaran teman-temannya. "Ezra."
"Morrigan." Lelaki itu menunjukkan dirinya lagi. Berdiri di depan Freya tanpa ekspresi, mata merahnya masih berkilau.
"Apa arti ramalan itu?"
"Mengapa? Tidak bisa mengetahuinya sendiri?"
"Kau tahu, kan? Sekarang, jika kau mengatakan yang sebenarnya, aku akan memberitahumu alasan mengapa Nemesis tidak mencintaimu."
Angin kencang yang tidak wajar bertiup di udara, membuat Freya merinding. "Jangan berani-berani mengatakan itu," desis Ezra.
Freya menegakkan punggungnya. Berhasil, jika itu bisa memicu kemarahan Ezra. "Dia tidak mencintaimu karena dia memiliki Silas."
"Aku tahu itu. Dia memberitahuku sendiri."
"Jika memang tahu tahu, mengapa kau masih bertanya kepada keturunan Silas tentang mengapa Nemesis tidak mencintaimu?" Dia ingat ketika Luke bercerita tentang mimpinya.
Ezra mendengus. "Pangeran itu tidak layak untuk Nemesis."
"Lalu kau pikir dirimu layak?"
"Ya. Lebih dari dia."
"Itu sebabnya dia tidak mencintaimu." Freya mengambil beberapa langkah lebih dekat. "Kau pikir kau bisa lebih baik daripada Silas, yang merupakan pangeran terkutuk?"
"Tentu saja. Itulah intinya. Silas adalah pangeran terkutuk. Apa yang membuatnya lebih baik dariku?" Ekspresi Ezra tetap datar, Freya yakin lelaki lain akan menyeringai saat mengatakan kalimat seperti itu.
"Orang yang membunuh orang tuaku, seluruh keluargaku, siapa itu?" Ezra pasti tahu. Dia yakin tentang itu.
"Penguasa Einheit."
"Tuan Lyall?" Ezra mengangguk. Dia merasakan sesuatu yang menyengat di dadanya. "Bagaimana aku bisa percaya itu?"
Ezra menghela napas. "Aku tahu sebagian besar iblis adalah pembohong, Freya, tapi aku tidak. Aku selalu mengatakan yang sebenarnya."
Freya terkekeh. "Bagaimana jika kau baru saja menipuku?"
"Aku bersumpah aku tidak."
"Mengapa?"
Dia menyipitkan matanya. Mata Ezra tidak berbohong, sepertinya. Itu memang lampu merah, tapi ada sesuatu di dalamnya yang bisa memberitahunya bahwa pria itu tidak berbohong padanya. "Mengapa kau menginginkan Luke?"
"Sang pangeran memiliki darah Malaikat, salah satu malaikat yang paling kuat, mengalir melalui nadinya. Tapi pangeran itu juga memiliki sisi iblis."
Kutukan. Mungkin itu adalah sisi iblis Luke. Dia telah melihatnya berubah menjadi sesuatu yang dia tidak tahu apa. Itu indah tapi menakutkan pada saat bersamaan. Dia menatap Ezra sekali lagi sebelum berbalik. "Kau tidak akan menyentuhnya, ingat itu." Tidak sampai Freya mendapatkan balas dendamnya.
Dia kembali ke teman-temannya, melihat Luke yang berdiri di samping Alois. Dia mendekati pangeran itu. "Kau perlu membantuku untuk membalas dendam."
Luke terlihat bingung sesaat, tapi kemudian dia mengangguk. "Tentu saja, kepada siapa?"
"Hayden Lyall. Penguasa Einheit. Ayah dari Edmund Lyall," katanya, dengan dingin. Dia tidak peduli dengan perasaan Luke sekarang. Dia hanya ingin balas dendamnya.
Luke mengangguk lagi. "Baiklah. Apa rencananya?"
"Tunggu, bagaimana bisa Lord Lyall?" Matthias menyela.
"Saat kita berada di Forest of Truth, aku melihat serigala saat bertanya tentang siapa pembunuh keluargaku. Serigala itu adalah bentuk serigala dari Lord Lyall, aku yakin."
"Apakah itu ... apakah itu berarti dia juga yang membunuh keluargaku?"
"Mungkin." Dia menatap Matthias yang terlihat tidak percaya. "Mungkin dia juga yang membunuh keluarga Witch atau Warlock lainnya." Dia menatap Luke lagi. "Lena juga seorang Witch, dan dia dibunuh. Aku yakin prajurit-prajurit itu tidak datang untuk mencari kita."
"Bagaimana kau akan membalas dendam padanya?" Luke menatapnya dengan serius. Ketika Freya hendak menjawab, seorang Siren bangkit dari air, kelima remaja di sana sontak menoleh ke Siren itu.
"Lucanne. Kau melupakan sesuatu," ujar sang Siren sambil melemparkan tiga buah mutiara yang bercahaya. Luke menangkapnya. "Itu adalah hadiah dari Dewi Cahaya. Hadiah karena kau sudah berani untuk menganggap kutukanmu istimewa." Siren itu kembali ke dalam danau.
"Apa itu?" tanya Freya.
"Aku tidak tahu." Luke memperlihatkan tiga mutiara itu kepada teman-temannya.
Dia menggenggam ketiga mutiara itu, kemudian cahaya yang sangat menyilaukan seperti cahaya matahari keluar dari mutiara tersebut. Itu membuat Freya mundur beberapa langkah ke belakang dan menutupi matanya dengan tangan.
Tak lama kemudian, mutiara itu berhenti bersinar. Freya mengedipkan matanya beberapa kali untuk melihat Luke. Kutukan yang memenuhi setengah wajah dan lehernya hilang. Freya tidak percaya ini, dia maju beberapa langkah dan menangkup wajah Luke dengan kedua tangannya.
"Kutukanmu hilang, Luke."
Luke berkedip. "Apa?" Dia membuka sarung tangannya, tapi kutukan itu masih ada di sana. Freya mengerutkan dahinya. "Itu tidak hilang ...."
"Itu hilang, Luke," ujar Gwen, "lihat wajahmu."
Luke berhati-hati melangkah ke tepi danau lagi dan melihat wajahnya. Freya berjalan di belakangnya, memastikan agar dia tidak jatuh lagi.
"Itu hilang." Luke menyentuh wajahnya. "Itu tidak sepenuhnya hilang tapi setidaknya itu hilang." Dia menatap Freya sambil tersenyum.
...
Keesokan harinya, mereka kembali ke Einheit. Gwen, sesuai rencana, kembali ke Rivalian. Freya membutuhkannya untuk memberi tahu Nicholas bahwa putranya masih hidup dan sehat. Mereka berdiam di rumah Matthias, yang sekarang bersama dengan Gwen ke Rivalian.
Alois telah pergi untuk mengumpulkan pasukan dari Demonio. Jadi hanya ada dia dan Luke sekarang.
"Apakah kau yakin ingin melakukan ini?" Luke yang kini menggunakan tudung hitamnya, siap untuk menjalankan rencana mereka.
"Tanpa keraguan. Aku telah membantumu, sekarang, kau harus membantuku juga."
Lelaki itu mengangkat bahunya. "Apakah kau ingin berbicara tentang ramalan itu?"
"Tidak yakin, tapi aku ingat Lena menyuruhmu untuk bertanya kepada ayahmu tentang kelahiranmu juga."
"Apakah kau tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku?"
"Maksudmu?"
"Di hutan itu, saat aku berubah menjadi ... monster." Freya memegang tangan Luke.
"Aku tidak takut, jangan khawatir." Freya tersenyum. "Aku tahu kau pasti terkejut kenapa aku tiba-tiba memintamu untuk membalas dendam bersamaku. Aku hanya tidak bisa menunggu lagi. Dari awal, yang kuinginkan hanyalah balas dendam."
"Tapi kau malah terjebak dengan omong kosong petualanganku." Freya mengangguk. "Maaf. Seharusnya aku tidak membawamu ikut denganku."
"Tidak, aku bersyukur kau membawaku bersamamu. Meskipun sebagian besar dari itu hanyalah omong kosong - tidak, kurasa itu bukan hanya omong kosong. Tapi aku sudah membuang banyak waktu, Luke."
Luke mengangguk. "Aku mengerti. Maafkan aku."
Ketukan dari pintu membuat keduanya berdiri. Alois masuk dengan baju besi hitamnya. "Pasukannya sudah siap."
"Bagaimana kau meyakinkan ayahmu?" tanya Luke.
"Aku bilang ini bisa membantumu."
Freya tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Mereka berpisah dengan Alois yang siap untuk menyerang Einheit. Bukan, bukan Einheit, hanya Lord Lyall. Rakyat-rakyat sudah di evakuasi secara diam-diam oleh Matthias. Dia dan Luke akan menyelinap ke dalam kantor Lord Lyall dan mencoba menemukan bukti-bukti kejahatan yang dilakukan oleh pria itu.
Sebelum itu, mereka melihat Alois memimpin pasukan dari salah satu atap rumah yang cukup tinggi. "Hari ini, kita akan mengalahkan Einheit!" Pemuda itu berseru yang segera disoraki oleh pasukannya.
Luke menarik lengan Freya, menandakan bahwa mereka harus segera pergi. Freya merapalkan mantra yang membuat mereka tidak terlihat, lalu keduanya menyelinap masuk ke istana Einheit.
Istana itu sangat besar, walaupun tidak sebesar dan semewah kerajaan di Rivalian. Saat melewati lorong-lorong untuk mencari ruang kerja Hayden Lyall, Freya melihat Edmund yang sedang panik memakai baju zirahnya dan memerintahkan para prajurit agar bersiap untuk menghadapi serangan Alois. Freya menyeringai.
Akhirnya mereka berhasil menemukan ruang kerja Hayden Lyall yang kosong. Entah mengapa, Freya merasa bahwa tempat itu akrab baginya, padahal itu adalah pertama kalinya dia masuk ke tempat itu. Luke membongkar laci-laci dan lemari dan menemukan beberapa berkas-berkas yang berisi tentang korupsi dan pemerasan yang dilakukan oleh Lord Lyall dan juga bangsawan-bangsawan Einheit lainnya.
Freya mendengar langkah kaki yang mendekat. Dia menatap Luke yang mengangguk. Pintu terbuka dan Lord Hayden Lyall masuk. "Aku tahu kau adalah dalang dari penyerangan itu, Pangeran Lucanne."
Luke menyeringai. Mantra yang dirapalkan oleh Freya padanya luntur, sementara Freya tetap tidak terlihat, berdiri di samping Luke. "Yah, kurasa aku tidak secerdas yang kubayangkan."
"Kau akan mendapatkan hukuman pengasingan jika dewan mengetahui hal ini."
Luke mengangkat bahunya lalu mengangkat satu kertas yang bertuliskan kontrak perdagangan ras. "Tidak jika aku tunjukkan ini lebih dulu kepada mereka." Anehnya, Lyall tidak marah. Dia justru terkekeh.
"Kau menganggap dirimu sangat pintar, bukan? Kau masih sangat muda, Lucanne. Kau bahkan tidak cukup pintar dibandingkan denganku."
Freya mencoba membatalkan sihirnya, tetapi sesuatu menghalanginya untuk melakukan itu. Dia merasakan sesuatu yang begitu familiar baginya. Itu ajaib. Kemudian ada tangan di tengkuknya yang membuatnya merinding.
Mata Luke tampak panik sesaat, tetapi memudar dan Luke fokus pada Lyall lagi. "Yah, aku masih dalam masa pertumbuhan, bisakah kau memberiku beberapa tip untuk menjadi licik sepertimu?" Anak laki-laki itu berkata dengan tenang. Seringai muncul di wajahnya.
Freya tidak bisa berisik. Tangannya dengan gelisah mencoba menyingkirkan tangan yang ada di tengkuknya itu. Jika dia tidak dapat membatalkan sihirnya pada waktunya, Luke akan berada dalam bahaya dan perubahannya untuk membalas dendam akan sia-sia.
"Ingat badai di Lake of The Lost?"
Ada apa dengan badai itu? Freya membeku di tempatnya. Wajah Lord Lyall menjelaskan semuanya. Itu bisa saja perbuatan seseorang yang disuruh untuk membuntuti mereka. Tidak mungkin.
Dia menatap Luke yang diam, lalu dia mengangguk. "Jadi itu perbuatanmu."
"Adrik, tunjukkan dirimu dan gadis itu," suruh Lord Lyall. Tiba-tiba, sihirnya dibatalkan. Dia mendongak ke pria yang menahannya di tempat. Itu Adrik, suami Lena. Sebuah pisau di tenggorokannya, mengancam untuk memotong kapan saja. "Jika kau bergerak sedikit saja, Lucanne, teman kecilmu akan terbunuh di sini."
"Jangan berani-berani menyentuhnya," kata Luke dengan dingin. Tidak biasanya. "Jika kau mencoba membunuhnya, kau tidak akan menyukai konsekuensinya."
"Oh, sayang, apa yang akan terjadi padaku?" Lord Lyall tertawa licik. "Kau pikir kau akan menang hanya karena kau memiliki Kazimir sebagai pendukungmu? Sungguh anak muda."
"Aku kira tidak demikian. Tapi kau benar, aku memiliki Kazimir sebagai pendukungku. Aku pernah mendengar tentang bagaimana dia hampir membunuhmu ketika kau masih muda." Luke membalas. Apa rencananya sekarang? Freya terjebak, rencananya akan gagal. "Jawab aku, Adrik, berapa dia membayarmu untuk mengkhianati istrimu sendiri?"
Adrik tetap diam. Freya ingin sekali memukul wajah pria itu, jika dia bisa. Bagaimana dia bisa mengkhianati istrinya? Wanita yang dicintainya? Sungguh pria yang menyedihkan.
"Aku telah melihat pangeran berubah menjadi monster," kata Adrik.
Luke memutar matanya. "Tentu saja! Para monster itu kau juga yang mengirimkan, benar?"
"Setidaknya kau tidak sebodoh itu."
Luke tertawa. "Nah, kau juga. Tapi bukannya sombong, aku hanya ingin menyatakan fakta bahwa bukan hanya kau yang memiliki rencana cadangan, Pak Tua." Dia menjentikkan jarinya dan cahaya dan asap putih memenuhi ruangan.
***
Kazimir Hemlock of Demonio, King of Vampires
Lord Hayden Lyall of Einheit
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro