26 | Untold Darkness
Ada yang salah dengan Freya. Mengapa dia tiba-tiba mengatakan bahwa dia sangat peduli pada Luke? Tentu saja dia tahu dia peduli padanya, Luke tidak sebodoh itu untuk tidak memperhatikan perilakunya yang perlahan berubah di sekitarnya, Freya bahkan bertanya kepada hutan tentang kutukannya ketika dia sendiri tahu bagaimana dia mendapatkan kutukan ini.
Namun, dia menyukai fakta bahwa Freya sekarang peduli padanya. Di masa kecilnya, tidak ada yang ingin merasa peduli padanya. Bahkan ayahnya meninggalkannya begitu ibunya meninggal. Meskipun dia mencoba membangun hubungan dengannya lagi dan dia juga sudah memaafkan ayahnya. Dia tahu Nicholas peduli padanya, bahkan saat mereka berpisah, dia tahu. Pewaris terkutuk seharusnya diasingkan dan dicoret dari garis suksesi, tapi ayahnya tidak melakukan hal seperti itu.
Tapi Freya berani mengatakan itu di depan wajahnya dan itu membuatnya semakin menyukainya. Yang dia inginkan sekarang adalah mengakui perasaannya padanya. Tapi dia tidak bisa, tentu saja dia tidak bisa. Ini masalah status. Dia adalah seorang pangeran dan Freya adalah gadis biasa. Jika dia menginginkan dukungan untuk Rivalian, dia harus menikahi seorang bangsawan.
Oh, sekarang dia lupa tempatnya. Lucien akan menikah dengan Sara Lavigne, seorang bangsawan, dan semuanya akan baik-baik saja. Lagipula, siapa dia selain putra tiri dari sang Ratu? Tidak peduli seberapa kuat keinginan ayahnya untuk menjadikannya raja, dia tidak bisa. Dia tidak memiliki dukungan dari rakyat dan banyak yang membencinya.
Selama sepuluh tahun, dia sudah membuktikan dirinya mampu. Pada akhirnya, siapa dia selain seorang cadangan? Jika sesuatu terjadi pada Lucien, maka dia harus menggantikan saudara tirinya itu. Terkadang dia bertanya-tanya mengapa hidup harus begitu sulit baginya.
"Luke? Kau baik-baik saja?"
Dia memberikan anggukan singkat. "Ya. Kenapa? Khawatir kepalaku menghantam sesuatu?"
"Tidak. Kau sangat pendiam, itu saja."
"Jadi kau lebih suka saat aku berisik?"
"Mungkin."
Mereka terus berjalan, tidak ada yang berbicara. Luke merasa gelisah. Keheningan di antara mereka hampir membunuhnya. Dia ingin tetap diam tapi dia tidak suka kesunyian, dan Freya sepertinya tidak ingin berbicara sekarang. Dia selalu seperti itu, bagaimana orang bisa diam selama itu? Luke tidak bisa diam. Itu membuatnya gelisah. Kesunyian membuat pikirannya mengembara ke bagian-bagian negatif yang tidak disukainya.
Dia ingin bicara, bahkan jika itu argumen yang tidak menyenangkan.
"Kenapa?" tanyanya, tidak bisa menghadapi kesunyian di antara mereka. Dia berhenti berjalan, menatap Freya.
"Apa?"
"Kenapa kau peduli padaku?" Tolong jangan katakan itu karena kasihan. Dia mengulangi kalimat itu berulang kali dalam pikirannya, diam-diam memohon. Dia tidak ingin belas kasihan dari orang lain, bahkan ayahnya.
Sorot mata Freya aneh. Tidak menunjukkan kebingungan apapun. Dahinya berkerut seolah-olah mencari jawaban di wajahnya. Itu aneh. Freya biasanya hanya mengetahui dua emosi jika ditanyakan pertanyaan seperti itu. Hanya ada kebingungan dan kemarahan. Apa yang Luke lihat sekarang berbeda.
"Katakan padaku, Freya. Hanya satu pertanyaan kali ini." Dia menghela napas, Freya masih diam. Luke tidak suka ekspresi wajahnya. "Kenapa?"
"Luke, itu adalah hal yang normal untuk peduli pada satu sama lain. Lagipula, kita teman 'kan? Teman harus saling peduli," jawab Freya. Gadis itu mulai berjalan lagi, dia mengikutinya tanpa menyadari kemana mereka akan pergi. Dia hanya mengikutinya.
Kata-katanya pasti dipilih dengan sangat hati-hati, mengingat berapa banyak waktu yang dia butuhkan hanya untuk menjawab pertanyaannya. Mungkin hanya satu atau dua menit atau bahkan hanya beberapa detik. Tapi semua waktu itu terasa seperti keabadian bagi Luke. Sangat menyiksa.
Normal? Sungguh? Peduli pada sesuatu seperti dia adalah hal yang normal? Luke menggelengkan kepalanya, melihat ke tanah, mencoba menghindari mata Freya. Nah, jawaban itu membuatnya ingin muntah kapan saja. Mengapa? Mengapa ada sekelompok orang yang disebut "teman" yang benar-benar peduli padanya? Freya hanya ingin balas dendam. Gwen hanya ingin bebas dari keluarganya. Matthias tidak punya tempat tujuan, itu sebabnya dia mengikuti mereka. Alois hanya bosan dan ingin hiburan, itulah kenapa dia setuju untuk membantu Luke sejak awal.
Dia adalah satu-satunya yang ingin menghapus kutukan ini dari tubuhnya. Dan tetap saja, dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebaliknya, mereka mencoba untuk memenuhi keinginan terkahir dari seorang wanita yang hanya dia kenal selama satu hari.
Teman-temannya tidak setuju untuk membantunya mematahkan kutukan tetapi setuju untuk menemukan sirene bersamanya? Apakah itu artinya "peduli"? Atau hanya karena dia berduka atas Lena? Atau karena dia mengalami gegar otak? Mungkin semuanya benar. Mungkin mereka hanya kasihan kepadanya.
"Kau lihat di sana, pohon itu terlihat seperti sesuatu, bagaimana menurutmu?" tanya Freya, Luke mengedipkan matanya beberapa kali sebelum melihat ke arah yang ditunjuk oleh Freya. Ada pohon besar dengan lubang yang berbentuk seperti mulut dan dua lubang lebih kecil yang terlihat seperti mata. Luke terkekeh, dirinya yang masih kecil akan ketakutan jika melihat pohon seperti itu.
"Ya, sesuatu."
"Aku yakin kau pernah melihat sesuatu yang lebih buruk dari itu."
Dia mengangguk. "Aku sudah membunuh banyak sekali monster, mereka semua lebih menyeramkan daripada pohon itu."
"Apa monster-monster itu tidak membuatmu takut?"
"Pada awalnya, ya. Tapi aku semakin terbiasa dan akhirnya aku tidak takut lagi." Luke menatap Freya dan memberikan senyuman terbaiknya untuk saat ini. "Cara terbaik untuk melawan rasa takut adalah dengan menghadapinya tepat di depanmu, tidak bersembunyi dan berharap rasa takut itu akan hilang begitu saja."
"Lucanne De Leroy, kapan kau menjadi begitu bijak?" Freya terkekeh.
"Aku selalu begitu, aku hanya tidak menunjukkannya kepada orang banyak." Dia mengangkat bahu. "Menurutmu bagaimana sikapku saat sendirian?"
"Aku tidak begitu tahu," aku Freya, "tapi aku ingat saat melihatmu sendirian di kuburan ibumu. Tentu saja, aku tahu kau sedang berduka."
"Aku tahu bagaimana menyesuaikan kepribadianku dengan orang lain." Dia tahu. Itulah yang diberitahukan padanya selama delapan tahun pendidikan. Bagaimana berperilaku di sekitar bangsawan dan bagaimana berperilaku di sekitar rakyat jelata. "Ketika aku sendirian, aku hanya ... aku."
Freya menyentuh bahunya. Apakah itu, menghibur? Darinya? Dia? Freya Morrigan? Luke menatap tangan yang sekarang ada di bahunya, lalu menatap Freya. Ini pasti adalah efek dari pingsan tadi. Mungkin dia menyadari apa yang dia pikirkan, dia menurunkan tangannya dari bahunya.
"Maaf," kata Freya.
"Tidak apa-apa, sebenarnya. Aku hanya terkejut."
"Pada apa?"
"Kau."
"Jadi kau lebih suka saat aku memukul wajahmu daripada menghiburmu?"
Luke menyeringai. "Mungkin."
Freya memutar matanya dan tertawa. Tawa itu. Dia bahagia. Luke memang melihat Freya tersenyum dan tertawa beberapa kali dan hanya itu. Tapi yang ini berbeda. Yang ini murni.
Lalu, entah dari mana, cahaya merah panas hampir mengenai mereka. Hampir. Luke mendorong Freya dan jatuh ke tanah bersamanya. Tapi dia merasakan sedikit dari serangan tadi di kulitnya. Dia melihat ke bahunya yang tergores, bahkan pakaiannya sampai robek. Itu sangat panas, meskipun dia hanya merasakannya selama beberapa detik.
"Dari mana itu datang?!" Freya sepertinya akan menjawab pertanyaannya, tapi cahaya merah - karena panas, Luke akan menyebut itu sebagai api merah. Itu tidak terlihat seperti api, tapi siapa yang peduli? Itu panas, cukup panas untuk menjadi api - api merah itu mengenai lengan kanannya yang berada di punggung Freya.
Dia tidak bisa bereaksi dengan cepat seperti tadi. Serangan ini lebih cepat daripada yang sebelumnya. Dia berteriak kesakitan. Demi Dewi Cahaya, api itu sangat panas.
Freya mendorongnya ke tepi dan dengan cepat berdiri, gadis itu menggunakan sihir api untuk menyerang balik penyerang mereka. Sebelumya, ketika di rumah Lena, Luke menyadari bahwa gadis itu menggunakan angin sebagai kekuatannya.
Luke tidak membuang waktu untuk bersembunyi di belakang salah satu pohon. Dia tahu Freya memiliki situasi ini terkendali. Dia juga membutuhkan waktu untuk memeriksa lengannya yang terluka. Luka bakar, seperti dugaannya. Itu mengerikan, tapi Luke sudah terbiasa melihat bagian tubuhnya terluka.
Jangan lupakan fakta bahwa dia adalah seorang Druid. Mungkin dia tidak sekuat Druid lainnya, karena kutukannya. Tapi dia bisa mempercepat proses penyembuhan luka ini. Dia menutup matanya, membiarkan energi sihirnya keluar. Dia membuka matanya, melihat luka yang memang belum sembuh, tapi rasa sakitnya tidak seperti sebelumnya. Ini adalah jenis rasa sakit yang bisa ditanggungnya.
Dia harus memanggil Gwen. Seorang Druid bisa menggunakan telepati untuk menghubungi sesama Druid atau bahkan makhluk lainnya, jika mereka mau. Luke tidak terlalu menyukai telepati. Itu membuat kepalanya sakit, tapi dia tidak punya pilihan sekarang. Dia harus tahu bagaimana kabar Gwen dan Matthias.
Dia menutup matanya lagi, memfokuskan pikirannya. Gwen, panggilnya, berusaha mencapai gadis itu. Gwen!
Luke?
Sebuah jawaban, terima kasih Dewi Cahaya, gadis itu masih hidup. Apakah kau baik-baik saja?
Ya, aku dan Matthias hampir berhasil keluar dari hutan ini. Bagaimana denganmu?
Luke tersenyum. Syukurlah. Jangan khawatirkan aku. Keluar saja bersama Matthias, temukan Alois jika kau bisa. Luke membuka matanya, memutuskan koneksi. Dia ingin sekali merasa lega, tapi tidak bisa.
Freya berteriak. Luke mengintip dari tempat dia bersembunyi. Sesuatu yang besar dari langit, mungkin monster, telah terbang ke arahnya. Tangan besar menggenggam bahu Freya, menggali ke dalam dagingnya, mengangkatnya dari tanah.
"FREYA!" teriak Luke, dia berdiri dan keluar dari balik pohon itu.
Dia meraih belati yang ada di sakunya, melihat ke sekeliling dengan waspada. Untung karena pendengarannya yang tajam, dia dapat mendengar suara erangan monster yang mendekatinya. Monster itu terbang ke arahnya, dia membiarkan monster itu mendekat sebelum menusuk dadanya.
"Semoga kau mendapat tempat di Neraka." Dia mencengkeram leher monster itu dengan tangannya yang lain sebelum mencabut belati yang ada di dadanya dan mengarahkan belati ke lekukan di antara rahang dan tenggorokan monster itu, monster tersandung, kehilangan momentum, mencoba melepaskan belati. Luke tidak mengalah, memutar bilahnya lebih dalam, merasakan darah panas menyembur atas tangannya. Akhirnya monster itu mati.
Dia menendang monster itu ke tanah, melihat ke langit untuk mencari Freya. Mereka terkunci dalam pertarungan jauh di atas bumi saat Freya menendang dan melawan monster yang menahannya. Monster itu membungkus lengan besar di sekitar tenggorokannya. Luke meringis ketika dia melihat cengkraman di tenggorokan itu menguat.
Freya tidak bisa fokus untuk menggunakan sihirnya sekarang, dia yakin. Gadis itu lebih fokus untuk membebaskan dirinya dengan fisik daripada mencoba dengan sihir. Jika begini terus, Luke akan kehilangan jejak mereka. Dia perlu melakukan sesuatu.
Dia tidak pernah benar-benar menganggap sihir sebagai pelajaran penting ketika dia masih kecil, tapi dia yakin dalam buku pelajaran sejarahnya, Druid adalah salah satu yang paling ahli dalam sihir. Dia tidak pernah benar-benar merasakan dorongan untuk menggunakan sihir. Tapi sekarang, dia memerlukan sihir untuk menyelamatkan Freya.
Dia mencoba mengingat mantra sihir apa pun yang dia pelajari saat masih kecil. Sejauh yang dia ingat, itu hanya mantra penyembuhan, mantra perisai, dan hanya itu. Dia tidak pernah memperhatikan setelah itu. Sial untuknya. Petir berderak di langit, membuatnya melihat ke sana lagi. Dia bergidik dan bergetar. Tubuh monster itu menjadi lemas. Detik selanjutnya, Freya bersama dengan monster itu meluncur jatuh ke tanah. Tidak tidak tidak.
Luke berlari ke arah mereka, pikirannya mengesampingkan semua rencana. Tidak berguna sekarang. Tidak ada cara untuk mencapainya tepat waktu. Hal berikutnya yang dia rasakan adalah sensasi terbakar di punggungnya. Apa lukanya? Tapi rasa sakit ini tidak terasa seperti itu. Ini lebih parah lagi. Dia merasa tubuhnya semakin ringan dan jauh dari tanah. Dia melihat ke bawah, dan dia jauh dari tanah.
Dia melihat bayangannya di bawahnya - jauh di bawahnya. Dua sayap melengkung dari punggungnya sendiri, di sisi kanan, sayap itu terlihat sangat mirip dengan sayap malaikat, satunya lagi terlihat seperti sayap monster. Dia tersentak, itu dari punggung kirinya. Kutukan itu ada di sana.
"Luke?" Dia tersentak sekali lagi. Dia tidak menyadari dia telah berhasil menangkap Freya. Bagaimana? Kapan? Dia menatap mata Freya dan melihat teror di sana. Tidak, tolong jangan takut padaku. Dia mengulangi kalimat itu dengan cemas.
"Ini aku." Itu suaranya, tapi tidak seperti suaranya. Itu lebih dalam dan lebih kasar. Tangan Freya mencapai pipinya, dia pikir dia akan mengelusnya dengan lembut seperti yang dia lakukan sebelumnya, tetapi dia terkejut ketika Freya menamparnya dengan keras. Dia berteriak, dan merasakan sayap itu melengkung kembali, menghilang.
Dia jatuh. Mereka akan mati.
Freya mendorong lengannya yang bebas ke bawah, dan bantalan udara di bawah mereka, membuat kejatuhan mereka lebih lembut tetapi tetap menyakitkan. Mereka membentur tanah lagi, dan Luke bersumpah, lukanya terbuka lagi.
Sambil menarik napas, Freya menjauh darinya, lengan terangkat, mata abu-abu terbelalak. Luke mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah.
"Ini aku," ulangnya, dan ketika dia mendengar kata-kata itu keluar dari bibirnya, manusia dan utuh, dia ingin menangis dengan rasa syukur. Dia tidak pernah merasakan sesuatu yang begitu manis seperti bahasa yang kembali ke lidahnya. Suara ketika dia berbicara ketika mereka berada di langit jelas bukan miliknya.
Freya mendekat lagi, kedua tangannya memeriksa pipinya, lalu bahunya, lalu dadanya, sebelum kembali ke pipinya. Mata gadis itu penuh kekhawatiran, tapi jujur saja, mata abu-abu itu sungguh indah.
"Tidak," kata Luke. "Aku tidak mengalami gegar otak kali ini." Freya menjauh darinya lagi, cukup jauh untuk Luke duduk. "Meskipun aku seharusnya tidak selamat dari kejatuhan itu, terima kasih kepadamu."
Freya menggelengkan kepalanya. "Bukan itu, Luke." Gadis itu menatap matanya lagi, itu memang indah, tapi tatapan itu membuatnya sedikit takut. Di dalam mata Freya ada kekhawatiran dan ketakutan yang tidak dia mengerti.
"Apa ... kau takut kepadaku?" tanyanya, tidak menyadari nada yang digunakannya akan membuat Freya semakin sedih.
"Tidak, Luke, bukan itu juga." Tangan Freya meraih tangannya yang tidak dia sadari bergetar. "Aku hanya khawatir, bukan takut."
"Punggungku sakit, ya. Selebihnya tidak ada yang perlu kau khawatirkan." Luke mencoba tersenyum. Saat ini, dia tidak bisa memikirkan lelucon apapun untuk membuat Freya tertawa.
"Biarkan aku melihatnya." Dia berbalik agar Freya bisa melihat lukanya. Gadis itu menggunakan sihirnya lagi, dan Luke merasa sangat lega.
Namun itu tidak membuat pikirannya berhenti cemas. Cemas tentang dirinya. Tentang apa dia sebenarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro