Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kerasnya Asli Bukan Kaleng Kaleng

(Pic from Pinterest)

Konichiwa, Folks.

What's up? What's left? What's right? What's down? Apa kabar? Apa pergi? Apa benar? Apa turun? Terserah kalian mau yang mana, ya.

Semoga kalian diberi kesehatan dari Tuhan YME, agar tetap bisa menjalankan aktivitas kalian masing-masing. Rebahan contohnya.

Kali ini aku akan bahas apa, hayo? Kalau dari judulnya, kira-kira apa sih yang akan Abang Akumu yang tampan tapi enggak laku-laku ini bakal bahas?

Sesuatu yang keras? Batu? Perisai? Tembok? Istana? Atau hati calon mertua?

Tenang, bukan keras-keras semacam itu kok. Tapi, keras yang mengarah pada Majas Alegori berbau Majas Paradoks.

Tahu kan maksudnya?

"Enggak, Bang Akumu."

Kujelasin singkat saja, ya....

Majas Alegori itu menyandingkan sesuatu dengan kata-kata kiasan. Sementara Majas Paradoks, membandingkan situasi aslinya dengan situasi sebaliknya. (Kalau penjelasanku salah, jangan dimaki. Disayang dong, eh maksudku dikoreksi.)

Sebelum kubahas lebih lanjut, sebelumnya aku ingin bertanya pada kalian. Apa kalian tahu kota apa yang tergambar di bawah ini?

(Pic from Pinterest)

Yap, itu adalah pemandangan Ibukota tercinta kita, rakyat Indonesia, DKI Jakarta.

Di artikel ini, aku tidak akan membahas sejarah Kota Jakarta, tempat wisatanya, pemerintahannya, sekolahnya, dan berbagai macam hal semacam itu. Karena kalian pasti sudah tahu, bukan?

Monas adalah Landmark-nya, Batavia adalah nama 'jadul'nya, Kota Tua adalah tempat wisata khasnya, Kerak Telor adalah makanan asli kotanya, dan banyaknya cabe-cabean yang terlahir di kota ini.

You can search that thing on google. Right, Folks?

Nah, aku akan membahas hal yang mungkin enggak akan kalian temukan di google. Apa itu? Simak sampai habis, ya. Jangan enggak dihabisin, mubadzir.

Sekarang, apa hubungannya dua majas tadi dengan Jakarta? Jelas ada dong.

Pernah dengar sebutan 'Jakarta itu keras'?

Tahu apa maksud sebenarnya?

Yang dimaksud dengan 'keras' di situ adalah kejam yang sudah diperhalus. (Masuk ke dalam majas Alegori tadi)

Terus, majas Paradoksnya apa?

"Jakarta itu kaya, tapi miskin." Itu lah majas Paradoksnya.

Kaya yang dimaksud di atas adalah perekonomiannya kota Jakarta itu sendiri, yang mana tertinggi dari seluruh kota yang ada di Indonesia. Jelas, karena memang Jakarta adalah Ibukota Indonesia. Sementara miskin yang dimaksud adalah masih banyaknya rakyat yang tinggal di kota ini hidup di bawah kata sejahtera.

Tapi, apa 'keras'nya Jakarta hanya karena masalah itu saja?

Jawabannya adalah, tidak. Itu hanyalah salah satu alasan kenapa Jakarta disebut 'keras' oleh rakyatnya sendiri.

Yang akan kujelaskan di artikel ini adalah salah satu alasan lain kenapa Jakarta disebut 'keras'. Yakni, pegaulannya.

(Artikel ini berisi konten berbau negatif yang harus dipahami maksudnya lebih dalam lagi. Artikel ini dibuat agar kalian yang membacanya tidak mengikuti apa yang tertulis di sini.)

(Pic from Pinterest)

Kenapa pergaulan dianggap 'keras' di Jakarta?

Jawabannya sederhana. Di Jakarta, kalian harus pintar-pintar memilih teman. Karena setiap orang punya jenis 'pergaulan' yang berbeda-beda. Ada yang suka 'nongkrong', ada yang suka gibah, ada yang alim, dan lain sebagainya.

Mungkin kalian akan bilang, "Ah, setiap kota di Indonesia juga gitu, Bang Akumu."

Iya, kah? Kalau begitu, aku akan jelaskan bagaimana pergaulan secara lebih rinci di Jakarta. Apa sama saja dengan Kota tempat kalian berada? Lebih lembut? Atau bahkan lebih keras?

1. Di tingkat SD (Anak umur 6-12 tahun)

(Pic from Pinterest)

Di Jakarta, sudah hal yang wajar mendengar anak umur segitu berkata kasar.

"Wajar? Gila ya kamu, Bang?"

Bukan aku yang gila, tapi memang seperti itu keadaannya.

Pernah suatu hari, aku melihat anak-anak SD di sekitar rumahku lagi pada bubaran pulang sekolah. Obrolan mereka biasa saja sebenarnya, tapi kata-kata kasar selalu ada di setiap kalimat yang mereka ucapkan. Kurang lebih begini percakapannya.

Mamat: Naruto ngulang dari sebelum perang lagi, anjing.

Mi'un: Iya, tai banget dah. Enggak pegel apa Global TV?

So'un: Tau, anjing. Lagi seru-serunya, malah ngulang lag, si ngen***.

Mamat: Bakar aje Global TV-nya, bego. Susah amat.

Nah, kurang lebih begitu. Bagaimana? Sepele kan obrolannya? Tapi, kata-kata kasar itu seakan sudah menjadi 'The' dalam bahasa inggris. Jadi semacam kata sisipan yang wajib ada dalam sebuah kalimat.

Well, awalnya aku risih mendengarnya. Karena waktu aku diumur segitu, paling cuma 'bego' sama 'goblok' saja yang kusebutkan. Sekarang? Macam-macam jenisnya. Ampun....

Terus, lama-lama aku mulai terbiasa. Aku enggak akan marahin mereka selama mereka berbicara dengan teman atau anak-anak seusianya. Tapi kalau mereka sudah berbicara kasar kepada orang yang lebih tua, baru kujadikan mereka perkedel.

Belum sampai di situ saja kelakuan anak SD di Jakarta. Masih ada yang lebih 'unik' lagi. Yaitu, sikap 'sok jagoan' yang sudah ada di dalam diri mereka yang seharusnya belum ada. Dan sayangnya, orang tua mereka seakan membela setiap kali anaknya melakukan kesalahan.

Ini salah satu contoh kejadiannya. Aku lagi jalan di gang bawa makanan menuju ke rumah. Ada bocah lewat, terus aku makananku yang masih panas enggak sengaja kena dia. Tahu, apa yang dia bilang?

Dia bilang begini, "Panas, ngen***. Jalan pake mata napa."

Aku refleks mau nahan tangan dia, seketika dia lari sekencang-kencangnya dan berkata, "Maju sini lo kalo berani, anjing!"

Dan....

(Pic from republika.co.id)

Karma pun berlaku. Itu bocah 'nyusruk' sekeras-kerasnya. Saat dia jatuh, aku ketawa dan lanjut jalan pulang.

Enggak lama, dia bawa ibunya datang ke rumahku. Seketika, aku dimarahin habis-habisan sama ibunya. Dan aku cuma anggukin kepala, sambil ketawa dalam hati. Setelah ibunya selesai 'ngomel', aku balas dengan pertanyaan simpel.

"Bu, siapa yang ngajarin anak Ibu ngomong 'ngen***' ke orang yang lebih tua? Saya tau, Saya salah. Tapi, apa anak ibu pantas nyebut Saya, ngen***?"

Seketika, Si Ibu pulang menggandeng tangan anaknya tanpa menjawab pertanyaanku.

Nah sekarang, siapa yang harus disalahkan dengan budaya berbicara kasar sejak usia dini ini? Lingkungan? Keluarga? Teman bergaulnya? Mantan pacarnya?

Kalau ditanya soal itu, semua pihak punya letak kesalahannya masing-masing. Enggak bisa dinyatakan siapa yang paling salah, tapi semuanya pukul rata.

2. Tingkat SMP (Anak umur 13-15 tahun)

Di tingkat SD saja sudah se-ekstrim itu, apalagi di tingkat SMP?

Betul sekali, Folks.

Anak SMP di Jakarta, sudah mengenal dua hal yang seharusnya baru diketahui di masa SMA. Apa saja itu?

(Pic from kompasiana.com)

Pertama, tawuran. Sikap 'sok jagoan' di masa SD, telah berkembang di titik ini. Yap, enggak perlu jauh-jauh. Abang Akumu pun veteran tawuran.

Tawuran itu adalah sebuah warisan. Kenapa gitu? Jawabannya adalah senioritas yang masih sering terjadi di berbagai SMP di Jakarta. Dendam di masa lampau, dibawa ke masa kini. Mengharuskan generasi baru untuk meneruskan pertempuran lama yang belum usai.

Bukan cuma soal warisan, tawuran juga merupakan simbol kegagahan. Jujur, aku pun berpikir demikian dulu. Itu sebabnya, waktu SMP mantanku banyak parah. Rentang waktu pacarannya sebulan semua.

Mungkin sekarang aku lagi merasakan karma yang telah kutanam dahulu.

(Pic from infospesial.net)

Kedua, pacaran. Di Jakarta, sudah biasa melihat anak-anak SMP pacaran berboncengan motor. Bahkan, ada beberapa orang tua yang sudah tahu akan hal itu dan mengizinkan anaknya berpacaran. Ibaratnya mereka bagaikan rumput di taman, banyak banget. Ada yang kalem, ada juga yang liar.

Ada dari kalian yang SMP sudah pacaran seperti Abang Akumu?

3. Tingkat SMA (Anak umur 16-18 tahun)

(Pic from majalahouch.com)

Nah, di masa ini lebih ekstrim lagi. Semua bibit yang sudah ditanam sejak SD dan SMP  sudah mekar sekarang.

Tawuran? Sampai ada yang mati.

Pacaran? Sampai ada yang hamil duluan.

Waktu aku SMA beberapa tahun yang lalu (Enggak mau kasih tahu berapa tepatnya nanti kalihatan tua), aku pernah punya mantan yang bigos (biang gosip). Dia, kerjaannya bertanya sama teman-temannya yang perempuan apakah mereka masih perawan atau enggak.

Jawabannya, 90% dari mereka jawab sudah enggak perawan lagi. Bahkan yang lebih parahnya, ada beberapa dari mereka mengenakan hijab dalam kehidupan sehari-harinya.

Jadi bisa dibilang, masa SMA adalah masa di mana sebagian besar gadis-gadis di Jakarta kehilangan keperawanannya. Makanya, pernah ada sebuah slogan yang cukup vokal akibat fenomena itu.

"Sisakan perawan untuk generasi kami."

Yang salah siapa? Ya jelas bangsaku lah, para laki-laki tak bertanggung jawab yang mengatas namakan cinta.

"Bang Akumu masih perjaka, engga?"

Jawabannya, MASIH. Aku bandel, tapi aku enggak mesum.

4. Tingkat kuliah atau sudah mulai bekerja (Umur 18-25 tahun)

Kalau tiga tingkatan umur tadi letak 'keunikannya' seputar kenakalan remaja dan asmara, di tingkat ini adalah pertemanannya.

Kenapa gitu?

Di masa ini, tak ada lagi sebutan 'teman' yang ada adalah 'sahabat'. Teman hanyalah orang yang kita kenal, yang siap menjatuhkan dan menusuk kita dari belakang kapan saja. Sementara sahabat adalah orang yang selalu ada untuk kita.

Di sinilah 'keras'nya Jakarta mulai terlihat.

Di masa kuliah mungkin Jakarta sama dengan kota-kota lainnya. Seperti teman yang suka menitipkan absensi, teman yang tidak bisa diajak bekerja sama dengan baik dalam tugas kelompok, sampai teman yang batal jadi gebetan. Problematika anak kuliahan itu bisa ditemukan di mana pun.

(Pic from idntimes.com)

Sementara di masa kerja, Jakarta lebih keras dibandingkan kota mana pun di Indonesia. Enggak percaya?

Ini pengalaman temanku, sebut saja namanya Gopar. Gopar bekerja di salah satu perusahaan sebagai karyawan kontrak di bagian keuangan. Gopar punya rekan kerja yang notabenenya adalah seniornya di kantor. Sejak kenal, seniornya selalu bersikap baik kepada Gopar seperti menraktir makan, dan memberikan oleh-oleh.

Tapi baru tiga bulan bekerja, Gopar memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya. Lah, kan seniornya baik? Baik ndasmu.

Setiap kali ada kesalahan dan pekerjaan yang dibutuhkan ketelitian selalu diserahkan kepada Gopar. Padahal, itu adalah pekerjaan seniornya. Seniornya cuma tinggal duduk manis, periksa kerjaan Gopar, terus pulang nonton sinetron bareng istrinya.

Gaji? Besaran seniornya. Pekerjaan? Lebih banyak pekerjaannya Gopar. Karena hal itu lah yang membuat Gopar tidak mau melanjutkan kontraknya atau naik menjadi karyawan tetap.

Sayangnya, hal semacam itu memang lumrah di berbagai perusahaan di Jakarta. Setelah kalian kerja 3-5 tahun, kalian bisa melakukan hal yang sama seperti seniornya Gopar kepada karyawan baru atau kontrak seperti Gopar.

Seperti itu lah kiranya pergaulan yang ada di Jakarta. Bagaimana? Sama? Lebih lembut? Atau lebih keras dari kotamu?

Hal yang aku ceritakan di atas hanyalah salah satu dari alasan kenapa kehidupan di Jakarta disebut 'keras'. Masih ada banyak alasan lain lagi yang tidak bisa kubahas satu-persatu di sini.

Setelah menyimak pembahasan di atas kalian mungkin akan bertanya, "Memang segitu bisa dianggap keras atau kejam, Bang?"

Jawabannya, jelas iya. Coba perhatikan baik-baik tahapannya dari mulai SD sampai bekerja. Terkesan bahwa Jakarta telah menciptakan para penindas yang nantinya akan membuat nama Indonesia menjadi buruk di mata siapapun.

Tapi, kuperingatkan dan kutekankan sebelum kesalahan pemahaman muncul di kepala kalian. Penjelasan di atas adalah contoh kehidupan yang ada di Jakarta. Bukan berarti, tidak ada orang baik di Jakarta. Masih ada banyak sekali orang baik di kota ini (termasuk aku).

Penjelasan yang kubuat di atas adalah sebagai bekal untuk kaian yang mungkin mau datang ke Jakarta untuk bekerja atau bersekolah. Ibaratnya, jangan kaget kalau kalian melihat hal-hal yang kujelaskan benar-benar terjadi di Jakarta.

Paham?

Monumen Selamat Datang.
(Pic from megapolitan.kompas.com)

Monumen selamat datang memang terlihat seperti menyambut kalian para pendatang yang mencoba mengadu nasib di Ibukota Indonesia ini. Tapi monumen ini juga seperti menggambarkan bahwa, ketika kalian datang ke kota ini artinya kalian harus siap dengan segala macam kehidupan yang ada di dalamnya.

Itu saja dariku, Cabut duls.

(Pic from Pinterest)

Topik: Daerah di Indonesia

Source:

Pengalaman hidupku sendiri.

Temanku si Gopar yang enggak mau disebut namanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro