Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

RS | Part 49

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Cemburu pada masa lalu, rasanya sangatlah tidak perlu. Terlebih, jika sudah sama-sama mampu berdamai dan hidup saling berdampingan."

Rintik Sendu
by Idrianiiin

PADA umumnya syukuran kehamilan dilaksanakan kala usia kandungan sudah menginjak empat bulan, tapi hal itu tidak berlaku bagi Hamna. Karena ulah sang mertua, dia harus mengikuti segala bentuk acara yang sudah disusun dan dipersiapkan oleh mertuanya.

Dimulai dengan pembukaan, lanjut tawassul-an, pembacaan ayat suci al-quran, mauidhah hasanah, doa bersama, jamuan, terakhir barulah penutupan. Semua rangkaian acara itu dilakoni dari mulai ba'da zuhur sampai dengan menjelang magrib.

Bahkan selepas menunaikan ibadah salat magrib berjamaah, ibu mertuanya itu masih sibuk membagi-bagikan nasi kotak berserta bingkisan pada orang-orang terdekat.

Acara yang katanya dipersembahkan untuk sang menantu, tapi yang terlihat antusias dan paling berperan justru sang mertua. Benar-benar posisi yang terbalik, bukan?

"Saya mau pulang," rengek Hamna merasa lelah, kesal, dan juga jengah.

Hamzah mengangguk paham. "Iya kita pulang, sekarang kamu istirahat dulu sebentar ya."

"Maunya pulang sekarang!"

Hamzah yang baru saja akan membuka mulut, urung kala mendengar suara sang ibu.

"Ham ajak istri kamu makan dulu."

"Iya, Ma," sahutnya.

Dielusnya lembut puncak kepala Hamna. "Makan dulu sebentar, setelah itu baru pulang, ya?" bujuknya.

Hamna tak menjawab, dia malah membuang muka sebal.

"Saya tahu kamu pasti capek, tapi kamu jangan sampai lupa untuk mengisi perut. Sekarang bukan hanya kamu yang memerlukan asupan nutrisi, tapi ada buah hati saya yang tumbuh kembang di dalam perut kamu. Makan ya?"

"Terserah."

"Kok malah terserah, iya atuh, Na jawabnya."

Hamna malah berdehem pelan.

"Ya sudah kamu tunggu di sini, saya ambilkan dulu makanannya."

Perempuan itu tak menjawab, kalau rasa lelah sudah datang. Mulutnya mendadak bungkam, dan enggan untuk bertutur banyak hal.

"Hamna," sapanya.

Hamna menoleh dan sedikit menampilkan senyum formalitas. "Teh Zanitha baru datang?"

Zanitha menoleh sekilas ke arah suaminya lalu berujar, "Suami saya ada pekerjaan, jadi memang kami agak telat datang. Maaf."

"Duduk, Teh," ucap Hamna seraya menunjuk kursi kosong sampingnya.

"Nggak papa, lagi pula juga ini acara Mama," sambungnya.

"Hamzah di mana? Kok kamu sendirian?" tanya Dipta.

"Lagi ambil makanan dulu. Oh, ya sampai lupa silakan atuh dinikmati dulu jamuannya."

Dipta mengangguk. "Kamu tunggu di sini, biar Mas yang ambilkan."

Zanitha pun tersenyum lebar.

"Sudah berapa bulan, Na? Tahu-tahu gelar acara syukuran saja, padahal beberapa waktu lalu kita bertemu tapi kamu nggak ada cerita apa-apa sama saya."

Hamna sedikit meringis. "Saya juga baru tahu dua minggu lalu, Teh. Sudah dua bulan."

"Alhamdulillah, lancar-lancar sampai nanti persalinan ya," sahutnya cukup antusias.

"Aamiin."

"Saya boleh elus perut kamu, Na?" izinnya.

Hamna pun mengangguk. "Boleh atuh silakan, Teh."

Zanitha mengelus lembut perut Hamna, dia ikut bahagia dengan kehamilan dari istri sahabatnya itu. "Masyaallah, sebentar lagi saya akan punya keponakan baru."

Hamna terkekeh kecil, sembari memegang tangan Zanitha yang masih berada di atas perutnya. "Insyaallah, saya doakan semoga Teteh juga segera menyusul ya."

"Aamiin," jawabnya dengan senyum mengembang.

"Na sudah belum makannya?" seloroh Anggi yang baru saja menghampiri sang menantu.

Hamna menoleh singkat. "Belum, Ma, lagi diambilkan dulu sama A Hamzah."

Anggi manggut-manggut. "Tha, sudah lama di sini?" sapanya kini beralih pada Zanitha.

Zanitha berdiri dan tersenyum ramah, tak lupa dia pun mencium punggung tangan Anggi. "Baru saja kok, Ma. Maaf Nitha telat, Mas Dipta harus menuntaskan pekerjaan terlebih dahulu."

Anggi mengangguk maklum. "Sudah menyempatkan datang juga alhamdulilah. Mama kamu nggak ikut, Tha?"

"Mama lagi ada kepentingan lain."

"Iya atuh, silakan dinikmati hidangannya."

"Iya, Ma."

Hamna terdiam melihat interaksi di antara Zanitha dan juga sang mertua yang terlihat sangat dekat dan hangat. Bahkan tanpa sungkan dan canggung, perempuan yang dulu pernah menjadi partner HTS suaminya itu memanggil sang mertua dengan sebutan 'mama'.

Sekarang dia semakin tahu, bahwasannya kedekatan di antara Hamzah dan Zanitha memang sudah sejauh itu. Pantas pada awal-awal pernikahan, mertuanya itu enggan memberi restu. Lha wong mau dilihat dari segala sudut pandang pun dirinya dan Zanitha sangatlah jomplang.

Zanitha memenuhi standar idaman, lain hal dengan dirinya yang mungkin hanya jadi bahan celaan kala dipamerkan pada khalayak ramai. Tidak ada kelayakan yang patut untuk dibanggakan.

Hamna memilih untuk melipir, dadanya terasa sesak seketika. Apa ini yang dinamakan dengan cemburu? Tapi, masa iya sih?

Dengan cepat Hamna menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak mungkin. Nggak mungkin saya cemburu sama seseorang yang ada di masa lalu. Nggak!" gumamnya sepanjang jalan.

Saking tidak fokusnya Hamna sampai menabrak seseorang yang tengah membawa piring berisi makanan. Piring itu terjatuh, hingga menimbulkan suara nyaring dan menyita banyak perhatian orang-orang.

Hamna menggigit bibirnya pelan seraya menunduk. Dia merasa malu, saat menjadi pusat perhatian semua orang. Terlebih mungkin, kecerobohannya akan membuat sang mertua malu tujuh turunan.

Meskipun acara sudah selesai, tapi masih cukup banyak tamu yang enggan untuk beranjak. Masih asik menikmati segala hidangan yang tersaji.

"Kalau jalan hati-hati!"

Hamna hanya diam, menerima apa pun yang hendak diutarakan oleh ibu-ibu yang sudah dia tabrak.

"Maafkan menantu saya, dia kurang hati-hati," cetus Anggi bergegas mendatangi menantunya.

Hamna mendongak, dan menatap takut ke arah sang mertua. Dia sudah siap jika harus menerima penghakiman dari dua ibu-ibu sekaligus.

"Makanya kalau jalan jangan hanya pakai kaki, tapi juga harus pakai mata!"

"Tolong jangan bentak-bentak menantu saya. Meskipun dia keliru, tapi seharusnya tidak sampai seperti ini. Ibu saya undang, seharusnya Ibu lebih bisa menempatkan diri di acara orang. Kalau hanya perkara makanan, bisa diambil lagi, toh masih banyak juga, kan?!" sahut Anggi ikut tersulut.

Hamna terkesiap ketika Anggi berada di pihaknya dan malah membela. Dia tidak sedikit pun mengedip, karena saking terkejutnya.

"Ajarkan menantunya supaya tidak bersikap ceroboh lagi!" katanya lalu melengos pergi.

Anggi tak menyahut, dia lebih memilih untuk membawa Hamna ke ruangan yang lebih senyap. Menenangkan menantunya jauh lebih penting.

"Kamu baik-baik saja, kan, Na?" tanyanya setelah mendudukkan Hamna di sebuah kursi.

Hamna hanya mengangguk, lalu kembali menunduk dalam. "Maafkan saya malah membuat kekacauan di acara Mama, bahkan saya pun membuat Mama malu."

Anggi menggeleng tegas. "Nggak, Na, kenapa kamu sampai berpikiran kayak gitu sih? Nggak papa, cuma piring doang juga yang pecah. Tinggal dibersihkan."

"Kamu kenapa? Tadi Mama cariin kok tiba-tiba nggak ada, hm?"

Hamna pun mendongak. "Saya tidak mau mengganggu Mama dan Teh Zanitha."

Anggi sedikit tersenyum. "Kamu cemburu sama Zanitha?"

Refleks Hamna pun menggeleng cepat.

Anggi ikut duduk di samping Hamna, dia menggenggam tangan menantunya lembut. "Zanitha itu sudah Mama anggap seperti anak sendiri, tapi karena kejadian di masa lalu, membuat Mama sempat gelap mata dan membenci Zanitha. Tapi, semenjak kamu dan Hamzah menikah Mama mencoba untuk menjalin hubungan baik lagi dengan Zanitha. Karena mau bagaimana pun di antara Hamzah dan Zanitha sudah nggak ada apa-apa. Mereka sudah hidup bahagia dengan pilihan masing-masing."

"Teh Zanitha menantu idaman, Mama?"

Anggi mengangguk pelan. "Iya tapi itu dulu, sekarang menantu idaman mama ya kamu."

BERSAMBUNG

Padalarang, 11 Desember 2023

Maaf kemarin libur dulu, lagi agak hectic di real life. Semoga suka sama part ini ya ☺️🤝

Masih mau digasskeun?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro