Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

RS | Part 11

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Pasti akan selalu ada selisih paham, terlebih saat dua kepala dipaksa untuk disatukan dalam sebuah mahligai."

-Rintik Sendu-
by Idrianiiin

KENING Hamna mengernyit saat dibawa ke sebuah toko yang menjual berbagai jenis pakaian muslimah. Dari mulai gamis, abaya, khimar, dan berbagai perintilan lainnnya ada di lengkap di sana.

"Kamu bebas pilih, mau beli berapa pasang pun insyaallah akan saya bayar."

"Dalam rangka apa nih?" Hamna menatap curiga ke arah suaminya.

"Menyenangkan hati istri."

Bukannya tersipu, Hamna malah berdecak tak percaya. "Bulshit banget, kalau baik pasti ada maunya."

"Kenapa kamu selalu berburuk sangka pada saya?"

Hamna melihat-lihat deretan gamis yang berjajar rapi di depan mata lalu akhirnya berkata, "Bukan berburuk sangka, hanya sekadar berjaga-jaga."

Hamzah menghela napas singkat. "Saya belum memberikan hak kamu saat menikah. Tidak ada hantaran yang saya berikan, hanya sekadar mahar, itu pun berupa uang tunai. Sekarang, saya ingin membelikan kamu beberapa potong pakaian. Untuk yang lainnya menyusul, nanti kita beli sama-sama."

"Hantaran itu hanya budaya, bukan aturan agama. Jadi, saya rasa Aa tidak perlu melakukan hal ini," sahut Hamna blak-blakan.

"Iya saya tahu, tapi saya terkesan tidak menghargai kamu kalau tidak melakukannya. Pada mantan calon istri saya yang kabur, saya membelikan semua kebutuhan dan keinginannya. Tapi pada kamu? Tidak, kan."

Semua hantaran yang dulu dibeli bersama Hanum, sudah dikirim seluruhnya H-1 sebelum akad ke kediaman Hanum. Karena pihak keluarganya yang meminta, Hamzah menurut karena baginya itu hal yang biasa.

Lagi pula mereka menikah di gedung, tidak mungkin juga iring-iringan seraya membawa banyak hantaran. Namun, ternyata nasib malang menimpanya, sang calon istri pergi entah ke mana bersama dengan barang-barang yang telah dia belikan.

Dirinya merasa berdosa, karena tidak mampu memberikan yang terbaik pada Hamna yang sudah berkorban dan menyelamatkan dia serta keluarganya dari rasa malu. Oleh, sebab itulah sekarang dia mengajak Hamna untuk berbelanja.

"Asal A Hamzah tahu, saya itu beli pakaian kalau pakaian yang saya miliki sudah benar-benar lusuh dan tak layak pakai. Saat ini, pakaian saya masih bagus-bagus, mubazir kalau beli baru."

Hamzah dibuat terheran-heran. "Kamu tidak suka berbelanja?"

"Belanja sih suka, tapi ya lihat kondisi dan situasi. Aa, kan tahu saya ini hanya karyawan toko ice cream, gajinya pas-pasan untuk biaya sehari-hari. Belanja itu ada di list paling akhir, itu pun kalau uangnya masih ada sisa."

"Sekarang, kan kamu istri saya, saya yang akan bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan kamu. Jadi, silakan beli sesuatu yang memang kamu butuhkan."

"Ya sudah kalau gitu ke toko sebelah, jangan belanja di sini. Saya tidak biasa memakai baju-baju sejenis ini, lebih nyaman pakai celana dan kemeja," sahutnya.

"Padahal kamu lebih bagus memakai gamis, Na," ujar Hamzah seraya menilik penampilan Hamna yang saat ini kebetulan menggunakan gamis polos dengan potongan A line berwarna denim, serta kerudung motif yang masih terlihat selaras.

"Ini, kan gamis milik Ibunya A Hamzah, kalau nggak dipaksa untuk pakai ini. Saya pun nggak mau, gerah tahu, takut keserimpet juga," omelnya.

Hamzah terkekeh pelan. Dia jadi teringat dengan adegan beberapa menit lalu sebelum mereka berangkat. Ibunya itu mengomeli Hamna habis-habisan karena memakai jeans serta kemeja dengan pashmina yang dililitkan ke leher. Perempuan itu habis kena ceramah panjang lebar.

"Pakai kerudung kok dililit-lilit, memangnya kamu sate lilit, apa?"

"Ini namanya style, Bu."

"Nggak ada. Pakai gamis dan kerudung yang menutup dada kalau hendak keluar dengan putra saya. Tidak ada penolakan, tidak boleh mendebat, apalagi protes!"

"Tapi, kan---"

"Saya pecat kamu jadi menantu kalau terus membangkang!"

Alhasil Hamna pun menurut dengan sangat terpaksa.

"Beli saja dulu beberapa potong, mungkin sewaktu-waktu kamu akan memerlukan pakaian-pakaian sejenis ini. Siapa yang tahu coba, Na?"

Hamna memutar bola mata malas. "Ternyata untuk jadi istri Aa itu ribetnya bukan main. Dituntut bisa masak, lha, harus anggun dengan balutan muslimah, lha, harus inilah, itulah. Syaratnya banyak banget!"

"Saya nggak menuntut kamu untuk bisa masak," ralat Hamzah.

"Bapak sih nggak, tapi Ibunya Anda kan iya!"

Kalau sedang emosi, kata 'bapak' suka meluncur tiba-tiba dari sela bibirnya. Dan Hamzah, hanya mampu mengelus dada sabar, berharap kebiasaan Hamna yang kerapkali memanggil dirinya 'bapak' bisa segera sirna.

"Iya, iya, maafkan Mama saya ya, Na. Ya sudah kalau memang kamu keberatan untuk membeli gamis, ya nggak papa. Saya nggak akan maksa."

"Siapa yang bilang keberatan? Orang disuruh belanja doang, kalau disuruh bayar sendiri baru keberatan. Aa, kok plin-plan sih. Nggak niat banget kayaknya buat belanjain saya!"

Hamzah mengurut pelipisnya yang sedikit berdenyut. Perasaan kalau berbicara dengan Hamna dia jadi selalu salah dan tersudutkan. "Iya, iya, silakan beli yang kamu suka."

Hamna mencari gamis yang sekiranya cocok. Dia cukup kesulitan, pasalnya dia tidak pernah membeli pakaian sejenis ini. Dia tidak nyaman, dan takut dikira ibu-ibu kalau bepergian menggunakan baju longgar, panjang, nan besar tersebut.

"Sudah dapat, Na?" tanya Hamzah yang berada tepat di belakangnya.

"Bingung, ah Aa saja yang pilihkan. Saya terima beres," sahutnya memilih untuk menyerah.

"Yakin kamu, Na? Selera saya dan kamu pasti beda. Perempuan juga biasanya ribet kalau soal pakaian."

"Apa pun saya pakai, yang penting muat dan nggak robek," jawabnya asal lalu memilih duduk di pojok ruangan.

Hamzah pun menurut, dia memilih 3 pasang gamis yang sudah satu set dengan khimarnya. Itu pun atas bantuan pegawai toko, karena dia tidak piawai dalam memilih pakaian, terlebih untuk seorang perempuan.

"Cukup atau mau tambah lagi?" tanya Hamzah memastikan.

"Sebenarnya ini juga kebanyakan, harusnya Aa beli satu saja. Belum tentu juga gamis-gamis ini akan saya pakai," jawabnya blak-blakan.

"Nggak papa, sekarang mungkin kamu belum mau. Besok atau lusa siapa tahu berubah pikiran, kan?"

"Terserah!"

Setelah keluar dari toko Hamzah berkata, "Mau ke toko sebelah? Katanya tadi mau beli kemeja."

Alis Hamna terangkat satu. "Emang boleh?"

Hamzah tersenyum dan mengangguk. "Boleh."

"Saya itu makin curiga kalau Aa baik gini. Ini nggak ada maksud terselubung, kan? Nggak menjebak saya, kan? Nggak dijadikan hutang, kan?"

"Nggak, yuk masuk," ajaknya refleks menggandeng tangan Hamna.

Beberapa detik otak Hamna nge-lag, tapi dengan cepat dia menjauhkan tangan Hamzah dan menggeplak kasar tangan suaminya.

"Tuh, kan modus. Belum juga beli kemeja sudah berani pegang-pegang tangan. Nggak, nggak jadi beli. Ogah!"

Hamzah geleng-geleng kepala. "Nggak sengaja itu, Na. Maafkan saya."

Hamna berdecih. "Nggak sengaja apaan, bilang saja modus. Cari kesempatan dan kesempitan!"

"Ya Allah, Na, kamu ini hanya nggak sengaja kepegang tangan saja sudah meledak-ledak apalagi lebih dari itu. Heran saya!"

"Ya, kan ini sudah jadi kesepakatan kita bersama. Bapak jangan pura-pura lupa deh. Masa harus pakai surat perjanjian bermaterai, agar bisa saya tuntut kalau sampai Bapak menyalahi aturan!"

"Kamu terlalu berlebihan."

"Untuk menjaga dan melindungi diri dari spesies jomblo akut menahun seperti Bapak, ya memang perlu tenaga extra. Saya tidak boleh lengah sedikit pun, bahaya!"

Hamzah berdecak. "Saya tidak tertarik sedikit pun pada kamu, Na."

Hamna memutar bola mata malas. "Masa? Saya nggak percaya tuh!"

"Perlu bukti?!" sengit Hamzah merasa tertantang.

"Tentu, laki-laki itu yang dipegang ucapannya. Kalau sampai Bapak lebih dulu tertarik pada saya, atau bahkan jatuh cinta pada saya. Bapak harus mengikuti apa pun yang sama minta, deal?"

"Oke, deal."

Untuk kali pertamanya tangan mereka saling berjabatan, tidak lama memang. Tapi, seperti ada sengatan listrik yang membuat keduanya sama-sama diam terpaku.

-BERSAMBUNG-

Padalarang, 14 November 2023

Nah lho, kira-kira siapa yang keluar sebagai pemenang. #TimHamna atau #TimHamzah?

Masih mau dilanjut?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro