Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page 4

.
.
.

Jantung Edgar berdebar dengan sangat kencang tatkala mendengar keributan di pagi hari. Seharusnya, gadis itu hanya tertidur pulas di kamar, layaknya seorang putri yang akan dibangunkan oleh sang pangeran saat waktunya telah tiba. Benar, ia akan mengira seperti itu. Mungkin, keserakahan Edgar membawa ia mengarah pada hal ini.

Subuh tadi, Kumiko ditemukan terlelap di bangku taman. Permasalahannya adalah, tubuh gadis itu sangat lemah. Terbawa pada dunia mimpi semalaman tanpa selimut yang menghangatkan badannya, terlebih lagi, ini awal musim dingin. Perhitungan Edgar meleset. Oh, tidak, mungkin sebenarnya ia sudah tahu bahwa gadis itu memanglah seperti ini, selalu membawa masalah dengan tingkah cerobohnya.

Bertemu kembali di sebuah manor yang asing, namun dirinya sama sekali tak mengingat keberadaan Edgar. Mengapa begitu? Padahal, gadis itu selalu menjadi cahayanya di kala gelapnya keputusasaan. Ketika mendapati ia yang lebih dekat dengan orang lain, membuat emosi sang Valden meledak. Edgar rela menjadi ratu jahat yang meracuni, sekaligus pangeran yang akan menyelamatkannya. Semua, semua, dan semua panggilan ini dilakukan hanya untuk Kumiko seorang.

Tapi, memang benar, cinta dapat membuat manusia menjadi buta. Edgar hanya ingin membuat gadis itu terlelap pulas dengan racun yang ia temukan di kamarnya. Entah siapa pengirimnya, tergeletak di samping diari miliknya.

Racun itu, akan membuat yang meminumnya terlelap seperti orang mati, lalu selang waktu 24 jam, mereka akan terbangun dan jatuh cinta pada sosok yang pertama kali dilihatnya. Mirip, seperti kisah Putih Salju, tidak tahu siapa yang meraciknya.

Kini, badan Kumiko benar-benar membeku dan pucat. Gadis itu tidak tahan dingin. Seharusnya, Edgar paham betul bahwa Kumiko tidak akan diam saat sesuatu melanda pikirannya. Ia akan berjalan ke sana ke mari, mungkin menggambar sesuatu, melihat tanaman secara acak, atau bahkan memperhatikan air mancur.

Mendengar kabar dari Eli dan Aesop, Edgar segera masuk ke kamar Kumiko. Dokter yang biasanya menjaga Kumiko itu, mengatakan kalau sang gadis hampir saja meninggal jikalau Emma dan Norton tidak menemukannya. Ah, Kumiko tidak berdiam diri di kamar setelah memakan pemberiannyaーatau praduga Edgar, ia membawa makanan tersebut keluar.

Memberikan mereka waktu, Emily meninggalkan kamar. Edgar duduk di samping Kumiko, mengatupkan mulutnya rapat-rapat seraya memandang lurus pada gadis berambut biru muda yang dibungkus oleh selimut hangat. Lampu minyak juga ditaruh di samping, meskipun ini sudah menjelang pagi, tetapi para penghuni manor berusaha untuk tetap membuatnya hangat.

Cukup lama, Edgar menatap wajah putih nan pucat tersebut, lalu ia pun mengelusnya dengan pelan. Terbersit sebuah pikiran jahat.

"Bibirmu yang membeku, wajah putih pucat, dan nadi yang tak lagi berdetak. Aku tidak menyesal membiarkanmu jatuh seperti ini. Kau adalah mahakaryaku."

Kenyataannya, nadi sang gadis masih berdetak. Namun, mungkin karena efek racun itu, detakannya sangat terasa lemah. Ia tahu, karena mendekatkan telinga dan genggamannya pada pergelangan tangan sang gadis, menyandarkan kepalanya di atas kasur. Kalau saja bukan karena efek hipotermia, mungkin rencana Edgar sudah akan berhasil. Tinggal menunggu eksekusi akhir cerita saja. Tapi, Edgar tidak akan berbohong. Dalam benaknya sesaat, ia berharap bahwa Kumiko bisa benar-benar meninggal. Mungkin, bertentangan dengan pengalaman hidupnya selama ini, yang ditinggalkan oleh banyak orang.

Dilema yang gila.

Hanya saja, bila jalan hidupnya perlu seperti itu, maka ia akan membuat sang gadis selalu berada di tangannya, tidak meninggalkan ia kapan pun. Tetap indah dan terjaga, layaknya bunga cantik dalam resin. Di satu sisi, ia hanya tidak ingin gadis itu pergi dari sisinya, lagi.

Maka, ia menunggu agar gadis itu bangun.

Bila ia jatuh cinta padanya seperti putri dan pangeran dalam buku dongeng, maka ia akan membiarkannya. Namun, jika tidak, mungkin membunuhnya dan mengawetkan mayat sang gadis adalah pilihan yang tepat baginya.

"Ed-kun?"

Panggilan yang sangat familiar, membuatnya mengerjap, membelalakkan mata, dan segera bangkit untuk melihat sang gadis. Apakah memorinya kembali? Atau hanya sekedar gumaman halusinasi semata saja? Genggamannya pada jari jemari sang gadis, kian mengerat.

"Ah, Mister ... Edgar, ya? Maaf, sepertinya aku berkhayal. Kamu mirip sekali ... dengan orang itu, sebelum kakakku pergiーugh," desis Kumiko dengan nada lemah, meringis kesakitan saat mencoba menggerakkan badannya. Tenaganya terasa terkuras karena beberapa bagian tubuhnya lemas dan mati rasa.

Tunggu, mengapa gadis ini bangun sebelum 24 jam berlalu? Edgar memberikannya, apakah ia tidak memakannya?

"Kemarin, kapan kau makan?"

"H-huh, itu ... jam dua subuh mungkin?"

"JAM DUA SUBUH?!"

Wajah Edgar memerah, emosi. Ia berteriak, membuat beberapa penghuni manor mengintip dari balik pintu kamar. Ia memijat pelipisnya, oh, apa yang harus ia lakukan pada gadis yang selalu melampaui nalarnya ini? Lantas, dahi Edgar mengerut, "Kalau begitu, makanan semalam dihabiskan semua atau tidak, huh?"

"U-uhm, sebagian kuberikan pada semut, sih ... sisa yang kumakan hanya sebiji."

Edgar tahu, ia tidak boleh memarahi dan menyakiti pasien. Tapi, saat ini, ingin sekali tangannya menjitak kepala gadis itu. Semua rencana dan niatnya, buyar seketika dikarenakan tingkah konyol. Sebab itulah, Kumiko terbangun dengan cepat. Apa Edgar perlu melanjutkan niatnya bila ia yang membawa begitu banyak emosi pada diri Edgar? Meski ia sama sekali tak mengingatnya?

Lantas kemudian, sang pelukis hebat itu menghela napas. Ia menopang dagunya, melemparkan tatapan kesal pada Kumiko, "Kau itu bodoh. Benar-benar bodoh."

Kumiko mengerucutkan bibirnya, ingin protes, tetapi energinya sudah tidak mampu lagi melayangkan balasan. Membuat Edgar terkekeh kecil. Irisnya itu kembali redup, nampak gelap. Padahal, kamar Kumiko cukup terang.

Akasaki Kumiko tidak jatuh cinta atau mengingatnya sama sekali. Mungkin, ia akan membunuhnya suatu saat bila itu tiba. Tetapi, untuk saat ini, ia akan membiarkan mahakaryanya yang satu ini bebas, terlepas dari goresan kuasnya.

Oh, betapa inginnya Edgar. Tetapi, ia harus menahan diri dengan baik.

Suatu saat, Edgar akan menjadikan Kumiko sebagai miliknya seorang. Ia tidak perlu membocorkan fakta bahwa dialah yang dipanggil sebagai 'Ed-kun' olehnya. Dengan fakta itu saja, tidak cukup untuk membuat Kumiko tetap berada di sisinya. Kumiko adalah sosok yang akan melompat ke sana ke mari, melarikan diri apabila merasa tidak nyaman dan bahaya.

Kalau begitu, Edgar hanya perlu mengurungnya. Ia akan membuat situasi di mana, Kumiko tidak bisa mengabaikannya. Ia akan memanfaatkan hati kecil nan baik hati milik gadis itu. Jatuhlah, ke dalam perangkapnya. Tapi, jangan benci Edgar, ia juga akan berperan sebagai pangerannya.

Dan bila, rencana Edgar yang seperti itu juga gagal, lantas ...

"Mungkin, suatu hari, aku perlu membeli peti kaca."

"Eh?"

.
.
.
[END]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro