Page 3
.
.
.
Setelah terpilih dan berada di lokasi match, hal yang pertama kali Kumiko pikirkan bukanlah untuk menyelesaikan teka-teki pada mesin cipher, melainkan siapa kah hunter-nya? Tolong jangan sampai bertemu dengan mereka yang Kumiko takuti, ia tidak sanggup kalau harus dikejar-kejar.
Lantas, ia mencari mesin terdekat, melihat kode yang tertera di atas, berusaha untuk memecahkannya. Di kepalanya, ia menyanyikan lagu ABC sembari menyusun angka, berharap dapat menyelesaikan dengan cepat. Meski dalam dadanya, detak jantung tersebut kian semakin cepat, pertanda gelisah.
Tidak heran jika gadis itu perlu menghabiskan waktu kurang lebih selama 80 detik untuk memecahkan kodenya. Namun, saat memindahkan susunan huruf-huruf tersebut, berusaha mengatur menjadi rangkaian kata dan kalimat, terjadi kekeliruan. Kumiko terkena setrum dari mesin, pertanda kesalahan.
Ia menahan napas.
Perlukah melanjutkan? Atau, ia harus bersembunyi terlebih dahulu sebelum hunter datang ke sini Jantungnya kembali berdetak, kali ini lebih cepat dan keras. Ah, tidakー
"Hahaha! Semuanya akan kuhabiskan!"
Itu, itu adalah suara yang baru pertama kali Kumiko dengar secara langsung. Ia menoleh, mendapati sosok pemuda dengan jubah hitam bertelinga dan topeng putih. Bunyi besi dan tanah yang bertemu secara langsung, menghasilkan nada yang mampu membuat gadis itu merinding. Ditambah, adrenalinnya sudah naik tatkala dua pasang iris biru itu saling bertemu satu sama lain.
Sabit ataukah kapak yang dikaitkan dengan lampu minyak? Manapun itu, daripada rasa penasarannya, instingnya berteriak sekencang mungkin.
Lari!
Ia lantas bergerak, menghindari Ithaqua, hunter yang dikenal sebagai Nightwatch itu. Namun, belum sempat ia lari jauh, angin di sekitarnya menghisap, mempersempit jarak di antara dirinya dan Ithaqua.
Bugh!
Pukulan di badan, membuat Kumiko terluka. Kalau begini terus, bisa-bisa ia terjatuh dan kalah. Kumiko perlu mencari tempat untuk dapat memakan macaron buatannya sebelum pertandingan ini. Setidaknya, itu dapat membuat dirinya kembali sehat.
"Hei, kenapa kau terus lari dariku, kelinci kecil?" tanya Ithaqua, sedikit kesal.
Siapa juga yang mau dekat-dekat dengan hunter?!
Ingin sekali Kumiko melemparkan kalimat itu padanya sebagai balasan. Tetapi, dikuasai rasa takut, gadis itu hanya mampu menggeleng sembari berlari. Langkahnya memutar, menaiki jendela untuk memperlebar jarak di antara dirinya dan Ithaqua. Tapi, pemuda itu mampu memukul dirinya sebelum ia sempat memakan macaron.
Pusing, ia terjatuh, memegang kepalanya seraya duduk. Ithaqua berusaha menyamakan tinggi, tertawa di balik topengnya sembari menatap lurus pada Kumiko, "Sayang sekali, kali ini aku akan menang lagi. Apa aku harus membawamu ke manor hunter, ya?"
Terkutuklah Norton Campbell sialan dan probabilitasnya untuk bertemu Ithaqua sebagai hunter di match.
Kumiko diam, tidak membalas.
'Stay put, i'm coming!'
Pesan dari painter, bahkan sebelum dirinya ditaruh dan diikat di kursi roket oleh Ithaqua. Membuat Kumiko mengerjap, ia menggeleng. Ia tidak mau menjadi beban oleh anggota team. Cipher yang baru di-decode sekarang adalah tiga buah. Waktu yang dihabiskan dirinya selama terikat di sini, seharusnya cukup untuk membuat mereka menang.
'Forget about saving! Go for the tie!'
Kalau ia kalah sekalipun, setidaknya mereka harus seri. Namun, entah mengapa, Edgar tetap berlari ke arahnya, mengulur waktu dengan melukis wajah Ithaqua. Ia menaruh lukisan tersebut, membuat Ithaqua terdistraksi sejenak. Dengan cekatan, Edgar menyelamatkannya dari kursi roket, menggenggam tangannya dengan lembut, tetapi juga dingin.
"Larilah, aku akan mengulur waktu," ujar Edgar dengan wajah serius. Meskipun dalam hati, sebenarnya ia hanya tak ingin Kumiko menjadi target Ithaqua. Mengapa sih, hunter itu malah dengan terang-terangan mengejar antusias si patissier? Padahal, Edgar hampir saja menjadi first chase kalau bukan karena Kumiko yang salah memproses decode.
Kumiko lalu mengangguk, mengikuti instruksi, "Baiklah, hati-hati, Mister Edgar."
Cukup lama match berlangsung, namun kali ini diakhiri dengan kekalahan. Hanya Edgar Valden seorang yang berhasil kabur, sisanya dieliminasi oleh kursi roket. Mungkin, ini adalah kesalahan Kumiko karena tidak pandai dalam kiting, menjadi first chase yang payah.
Di perjamuan makan malam, di mana seharusnya para survivor bertemu dan saling berdiskusi terkait strategi mengalahkan hunter, hanya Kumiko sajalah yang tidak datang. Emily mengatakan, bahwa gadis berambut biru muda itu sedang tidak nafsu makan. Namun, semua orang tahu, terutama Edgar, ia tengah menghindari mereka semua.
Sial, Edgar membencinya.
Dengan penuh amarah, Edgar mengetuk pintu kamar Kumiko. Tak ada jawaban dari dalam ruangan. Terjerumus dalam kekesalan, semakin membuatnya tidak melangkah ke mana pun. Lantas, Edgar menghela napas, mencoba menetralkan emosinya.
"Bukankah kau menyukai Putih Salju?" sahut Edgar.
Hening sejenak.
Tak disangka, derit pintu kamar perlahan terdengar, memperlihatkan wajah yang nampak lesu dan tak bersemangat itu, tetapi dipaksa untuk tetap mengulas senyum, "Uhm, aku suka ...."
"Akhirnya kau membuka pintu juga. Apa kau masih ingin berpartisipasi dalam match selanjutnya?"
"Aku jujur saja ... tidak yakin. Tapi, kalau memang dipilih kembali, aku harus berusaha."
Edgar mendengkus, lalu tangannya mengelus kepala milik Kumiko, "Hei, soal Nightwatch, apa kau pernah bertemu dengannya?"
"Eh, Ithaqua-san? Ah, aku pernah bertemu dengannya waktu bulan purnama. Aslinya beberapa hunter tidak mengerikan kalau match tidak sedang berlangsung, sih," balas Kumiko, mengerjap, masih dengan bersembunyi di balik pintu kamarnya.
"Hm, begitu, ya."
Suara Edgar makin berat. Tiap kali ia melepaskan pandangannya, gadis itu selalu saja melompat ke sana ke mari, seolah berusaha lepas dari genggamannya. Di pertandingan kali ini, Edgar semakin yakin, bila semua game di manor telah selesai, akankah ia terus bersamanya dan tak pergi lagi seperti dulu?
Membulatkan niatnya, seharusnya ia sudah tahu akan jawabannya. Manor ini memberikan tiap orang yang berpartisipasi jawaban atau hadiah yang diinginkan. Edgar paham betul sejak pertama kali mereka bertemu, bahwa apa yang ia incar kini berada di hadapannya.
"Ini, kau pasti belum makan malam, 'kan?"
Edgar menyodorkan mashed potato dengan enggan. Gadisnya itu menyukai segala bentuk olahan kentang, makanan instan, dan makanan manis. Maka, di saat orang lain memilih untuk membiarkan patissier itu tenggelam dalam kegundahannya, Edgar akan bersiap diri dan membawakan sesuatu yang dapat mengubah ekspresi muram itu menjadi senyum cerah.
Disodorkan seperti ini, sudah pasti bahwa gadis itu berusaha keras untuk menolak. Namun, mencium aroma yang sedap, ia pun mengalah dan menerima dengan lapang dada, "Terima kasih, Mister Edgar."
"Hm, terserah. Habis makan, langsung tidur sana. Jangan keluar dari kamarmu. Orang-orang di manor ini tidak beres semua soalnya."
Mendengar kalimat tersebut, Kumiko hanya mampu tertawa kecil. Ia tahu, Edgar menaruh perhatian yang bahkan ia sendiri tak bisa jelaskan. Tetapi, mata itu benar-benar tulus dalam memberikan afeksi, sama seperti sosok yang ia cariーalasannya berpartisipasi di dalam game ini, meskipun terkadang cahayanya nampak sedikit redup.
"I will, thank you."
Kumiko lantas menutup pintu sembari membawa masuk makanan yang diberikan Edgar. Tanpa tahu, ada sesuatu di dalamnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro