03
Felix memasuki ruang kelas dan berbaur bersama para pelajar lain nya, namun ada yang berbeda dari hari hari biasanya, ketidak hadiran nya Steve di sekitar nya karna hampir setiap waktu keduanya selalu terlihat bersama sama.
Felix menaruh ranselnya di lantai, tepat di sebelah meja dan kali ini dia lebih memilih untuk duduk bersama si Most Wanted di kampus nya, benar benar pemandangan yang sangat langka. Daniel yang saat itu tengah duduk bersandar melihat Felix yang duduk di sampingnya menggunakan ekor matanya, dan pandangannya teralihkan ketika Felix menoleh kearahnya saat ia tengah menyandarkan punggung nya.
"Tumben banget?" Dengan nada yang begitu acuh, Daniel membuka pembicaraan terlebih dulu.
"Mana mungkin dia berani masuk ke kelas."
Daniel menyunggingkan senyum nya dan menarik perhatian dari Felix. "Gue saranin ke Lo—"
"Nggak perlu." Potong Felix dan tampak mengacuhkan Daniel ketika ia memalingkan pandangannya ke tempat lain dengan wajah yang menunjukkan bahwa dia tengah terganggu oleh perkataan Daniel.
"Kalo Lo mau ceramahin orang, pergi aja ke Mushola kampus!" Felix menggaruk kening nya yang mengernyit. "Gue rasa ilmu Lo tuh bakalan lebih berguna di bandingin dengan Lo ngomong ke Gue."
Daniel hanya menanggapi nya dengan senyum sinis nya, meski pada dasar nya dia memang pernah menjadi seorang Santri, namun dia sendiri tidak pernah menyukai jika orang orang di sekitar nya mengungkit ngungkit hal tersebut, dan secara tidak langsung, dari perkataan Felix sebelumnya dia tengah menyindir latar belakang kehidupan nya sebelum nya. Dan itu berarti dia harus segera mundur untuk menghentikan perkataan Felix agar tidak bertindak lebih jauh lagi.
"Besok hari Jum'at, bakal jadi sesuatu yang mengejutkan kalo Lo sampai ada di sana."
Senyum Felix tersungging dan hanya mampu menyisakan senyuman tipis di bibir nya. "Gue sibuk."
Daniel menolehkan kepalanya pada Felix. "Semakin Lo bertambah tua, semakin Lo akan bertambah sibuk."
Felix mempertemukan pandangan keduanya, dua jomblo akut semester dua yang sebenarnya lebih populer di bandingkan dengan Steve yang hanya seorang Playboy kampus bermulut manis.
"Lo urus hidup Lo sendiri. Pak Kiai."
"Pagi semua..."
Keduanya segera memalingkan wajah dalam waktu bersamaan dan menyatukan suara dengan suara pelajar lain nya, untuk menjawab salam dari salah satu Dosen yang baru saja masuk dan menghentikan perang dingin keduanya.
"Pagi pak..."
"Sebelum kita memulai perkuliahan hari ini, bapak akan absen kalian satu persatu."
Setelah nya sang Dosen membuka buku absen dan memanggil satu persatu nama dari murid nya, tak terkecuali dengan dua orang yang telah menyibukkan diri dengan dunia mereka masing masing.
"Daniel."
"Hadir."
"Steve."
"Sakit perut."
Sebelah alis sang Dosen terangkat ke atas ketika suara berat menerpa pendengaran, dia pun mengangkat wajah nya dan melihat pemilik suara berat yang telah menjadi pusat perhatian dari seluruh orang di dalam ruangan tersebut, pengecualian untuk Daniel karna dia sendiri sudah bertengger dengan sikap dingin nya yang membuat para gadis begitu tertarik untuk melelehkan nya.
"Steve?" Sang Dosen mengulangi perkataan nya, begitupun dengan Felix yang kembali menjawab dengan jawaban yang sama.
"Sakit perut."
"Sakit?"
"Perut, Pak."
Semua penghuni ruang kelas tertawa terbahak bahak dengan jawaban yang di lontarkan oleh Felix, dan hanya meninggalkan si Daniel yang tak menunjukkan reaksi apapun dan sang Dosen yang menghela napas nya dan tampak frustasi dengan kelakuan Felix, tidak ada yang salah dari yang ia ucapkan, hanya saja cara penyampaian yang ia gunakan sungguh benar benar membuat para Dosen yang membimbingnya harus sering sering menghela napas, atau paling tidak sekedar memijat kening mereka.
"Diam semua!" Perintah mutlak terlontar dan membuat seisi kelas diam, menyisakan keheningan tanpa ketegangan.
"Tau dari mana kamu, jika Steve sakit perut."
"Kan Steve sendiri yang bilang ke saya, Pak."
"Sekarang dia di mana?"
"Unit Kesehatan Fakultas Kedokteran, Pak."
"Kenapa dia di sana?"
"Ih, si Bapak. Udah di bilangin sakit perut juga, masih tanya tanya dia ngapain." Felix menjawab sembari tersenyum, tampak tengah menggoda kesabaran sang Dosen.
"Halah, palingan juga godain anak Fakultas Kedokteran, Pak. Siapa coba yang nggak tau si Steve, anak nya pak Firman aja di bikin nangis."
"Ssstttt."
Felix menoleh kebelakang sembari menaruh telunjuk nya di depan bibir, mencoba memberi peringatan kepada sang pemilik suara lantang yang baru saja membuat seisi kelas tertawa, namun justru karna kelakuan nya tersebut, tawa di sana semakin meledak dan mau tidak mau sang Dosen harus meninggikan suaranya untuk mengalahkan suara yang memenuhi ruangan tersebut sebelum memulai mata perkuliahan hari ini. Dan tentu saja dengan kasus sakit perut Steve yang terlupakan begitu saja.
Rindu Suara Adzan
18.15 WIB.
Felix berdiri dari duduk nya setelah melihat layar ponselnya dan berhasil menarik perhatian dari Steve yang duduk berseberangan dengan nya.
"Mau kemana Lo?"
"Cabut."
"Emang Lo habis maku apaan?"
Wajah Felix tiba tiba berubah menjadi kesal, dia mengangkat tangan nya yang memegang ponsel seakan hendak memukul Steve yang hanya tertawa cekikikan setelah berhasil membuat sebuah gurauan.
"Lo mau cabut kemana?"
"Ada janji sama Kak Licia."
"Sama calon Abang Ipar juga?"
Felix bergumam sembari mengganggukkan kepalanya.
"Wihhh bakalan ada yang Married nih."
Felix terdiam dan hanya matanya yang sedikit melebar dari sebelumnya, seperti dia yang tengah mempertimbangkan perkataan Steve sebelumnya.
"Kok bengong? Lo kesurupan ya?"
Bagai tersadar dari lamunan nya, kali ini Felix benar benar memukul Steve, namun sayang nya bukan nya kesakitan, Steve justru tertawa karna pada dasar nya Felix tidak benar benar berniat untuk memukul nya.
"Sok tau Lo, udah ah, Gue cabut."
"Hati hati, nanti kalo ada cewek cantik di tengah jalan jangan di tabrak."
Steve berujar dengan lantang karna Felix yang sudah berjalan menuju Motor nya yang berada di parkiran Cafe.
"Bodo' amat, lagian mana ada cewek di tengah jalan. Emang nya dia mau mati."
Gerutu Felix sembari memakai Helm nya, dia menyalakan mesin Motor nya dan bergegas pergi di iringi oleh lambaian tangan dari Steve yang sama sekali tidak ia perdulikan.
Langit jakarta yang semakin menggelap, Felix menerobos kepadatan lalu lintas di jalanan Ibukota, meski pada akhirnya dia harus berakhir dengan terjebak di tengah tengah kemacetan. Suara klakson yang saling bersahutan, kendaraan yang hanya bergerak seperti siput, kelap kelip lampu yang memenuhi Kota. Felix dengan sabar masih menunggu jalan di depannya terbuka.
Setelah cukup lama berhenti di jalur yang sama, Felix mengeluarkan ponsel nya dari dalam saku jaket nya, di lihat nya bahwa jam di layar ponselnya menunjukkan angka, 19.01. Melihat hal tersebut, Felix menghela napasnya sembari kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket nya, sepertinya dia harus membuat Kakak nya menunggu sedikit lebih lama karna dia tengah terjebak kemacetan yang cukup panjang.
Lima belas menit kemudian, Felix berhasil keluar dari kemacetan dan segera meluncur ke tempat perjanjian yang sudah di katakan oleh Licia sebelumnya, meski sangat terlambat tapi mungkin Kakak nya akan tetap menunggu. Hingga beberapa menit kemudian dia meminggirkan Motornya dan memasuki area parkir sebuah Restoran, dia melambatkan laju Motor nya sembari sesekali melihat ke dalam restoran yang hanya memiliki kaca sebagai pengganti dinding, dan mungkin karna kecerobohan nya itu lah, sesuatu yang tak terduga terjadi di depan mata nya.
"Aaaa........"
RINDU SUARA ADZAN
0
8.03.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro