Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02

    Felix menuruni tangga menuju lantai dasar dan sekilas melihat Licia yang berjalan ke arah dapur, dia kemudian duduk di sofa ruang tamu setelah sebelumnya melempar jaket nya terlebih dulu.

    "Kakak udah mau berangkat?"

    Licia yang baru saja kembali dari dapur bergumam sebagai jawaban, sama halnya dengan Felix yang sudah rapi, Licia juga sudah bersiap untuk pergi ke kantor.

    "Perlu Felix anterin?" Tawar Felix yang meraih remot TV dan kemudian menyalakannya.

    "Kakak berangkat sama kak Fahri."

    Felix mengangguk ringan di saat mata dan pendengaran nya hanya terfokus pada siaran berita yang kemudian beralih ke FTV yang menceritakan tentang romansa remaja SMA.

    "Gue tau kalo Lo tuh masih sayang sama Gue."

    "Idih, kepedean banget Lo. Siapa juga yang suka sama cewek kayak Lo."

    "Lo cuma cari alasan buat bisa putus sama Gue kan?, Gue tau papa Lo pasti yang ngelarang Lo buat deket sama Gue. Ngaku aja."

    "Mana papa Gue perduli, ngasih duit aja ogah."

    Licia menghentikan langkahnya tepat di belakang Felix, dia menatap si bungsu seperti tengah melihat orang aneh. Pasalnya, yang tengah di lakukan Felix kali ini adalah berdialog dengan tokoh si perempuan dalam FTV yang ia lihat.
    Licia tersenyum tidak percaya, bahkan Felix sudah melakukan nya berkali kali dan tidak mau berhenti meski sudah di tegur sekalipun. Dia menggelengkan kepala nya, merasa ada yang tak beres dengan adik semata wayang nya.

    "Dek."

    "Apaan?"

    "Masih waras?"

    Felix mendongakkan kepalanya untuk melihat kakak nya dengan alis yang saling bertauatan. "Masih lah." Jawab Felix dan kemudian kembali mengarahkan pandangannya pada layar TV yang sudah berganti dengan jeda komersial.
    Licia menghela napas pelan dan kemudian ikut duduk di samping Felix.

    "Kamu pulang jam berapa?"

    "Jam sembilan."

    "Kamu masuk kelas jam berapa?"

    "Sepuluh."

    "Selesai nya jam berapa?"

    "Tiga."

    "Kalo gitu kenapa baru pulang jam sembilan?. Mau kelayapan lagi?"

    Felix tiba tiba menggaruk telinga nya secara berlabih dan sedikit menghadap kakak nya sembari menyandarkan kepala nya pada tangan yang bertumpu pada sandaran sofa.

    "Kakak tuh sebenernya mau ngomong apa sih?, Felix kan udah biasa pergi sama Steve."

    Sebuah cengiran menghiasi wajah Licia, memang sejak awal ada hal yang ingin dia bicarakan dengan Felix, namun dia merasa ragu untuk mengatakan hal tersebut.

    "Sebenernya.... Hari ini kak Fahri, ngajakin kita buat makan malem."

    "Gitu aja?"

    Licia mengangguk sebagai sebuah jawaban.

    "Jam berapa?"

    "Jam tujuh. Kamu bisa kan?"

    Felix terdiam tampak tengah mempertimbangkan sesuatu sembari menggigiti kuku nya, sungguh kebiasaan yang sulit di hilangkan dari diri Felix dan jawaban akan pertanyaan Licia sebelumnya terlontar tepat setelah ia berhenti menggigiti kuku nya dan menurunkan tangan nya kembali.

    "Felix nggak laper tuh."

    Bahu Licia serasa melorot dari tempat sebelum nya, sungguh dia menunggu bukan untuk jawaban yang tidak masuk akal seperti yang baru saja ia dengar.

    "Kakak nggak tanya tuh."

    Membalas kelakuan Felix yang menyebalkan, Licia menjawab seakan tak perduli dan memalingkan diri dari Felix. Namun perselisihan keduanya tak bertahan lama karna bel pintu Rumah mereka yang berbunyi dan sudah bisa di pastikan bahwa itu adalah Fahri, Licia kemudian beranjak, masih dengan wajah kesalnya dia mengulurkan tangan kanan nya pada Felix yang menyambut tangan nya dengan perlahan dan mencium tangan nya dengan tatapan mata yang tengah mengamati raut wajah sang kakak.

    "Kakak berangkat dulu."

    Licia berbalik setelah mengatakan hal tersebut dengan nada yang kesal.

    "Di restoran mana?"

    Seketika Licia berbalik dengan senyum cerah, dia segera menghampiri Felix dan langsung mencium pipi sang adik dengan suara yang di lebih lebihkan.

    "Kakak apaan sih, Felix masih suci kali."

    "Bodo'."

    Licia berujar dengan santainya dan benar benar berjalan menuju pintu dan kemudian menghilang di balik pintu. Tepat setelah itu, terlihat senyuman geli di wajah Felix, sebelum pendengaran nya terusik oleh suara bising ponsel nya. Dia pun segera mengambil ponsel nya yang tergeletak di meja, Steve. Satu nama yang tertulis di layar ponselnya yang menyala, Felix kemudian menerima panggilan tersebut.

    "Assalamu'alaikum Felix....." Ujar Steve di seberang, sebuah salam yang terdengar di ucapkan seperti sebuah ejekan, karna seorang Steve tidak akan pernah mengucapkan salam kecuali pada Licia.

    "Wa'alaikum Sallam. Ada apaan?"

    "Lo di mana?"

    "Di rumah."

    "Gue tunggu di kampus."

    "Lo tawuran lagi, atau di putusin sama cewek Lo, atau..... Lo naksir cewek baru lagi?"

    Pertanyaan yang bahkan lebih menyerupai sebuah jadwal kelas nya hari ini, sedangkan seseorang yang berada di seberang terdengar tengah menghela napas berat nya.

    "Buset, Lo kalo napas pergi sono ke ciliwung, Lo habis makan jengkol apa?"

    "Nggak lucu!." Terdengar begitu kesal dan justru hal itu lah yang pada akhirnya membuat Felix tertawa setelah berhasil menggoda sahabat nya.

    "Cie.... Marah nih cerita nya... Kayak cewek lagi PMS Aja."

    "Diem Lo!, udah deh mendingan Lo cepetan kemari. Gue tungguin."

    Klik. Sambungan terputus, dengan senyum lebar yang masih menghiasi wajah nya dia beranjak sembari meraih jaket nya dan berjalan menuju pintu keluar.

   
Rindu Suara Adzan

    Felix sampai di parkiran kampus dan menarik perhatian dari Geng motor yang di ketuai oleh Daniel yang pada waktu itu tengah berkumpul di parkiran.
    Felix membuka Helm nya dan turun dari motor nya sembari mengeluarkan ponsel nya, namun perhatian nya teralihkan oleh kehadiran Daniel dan kawan kawan nya. Dan dari banyak nya orang yang berada di sana, pandangan Felix selalu tertuju pada sang ketua Geng yang saat ini berjalan ke arah nya dengan tatapan mengintimidasi.

    "Gue denger anak dari semester dua, kemaren lagi jalan sama anak Fakultas Kedokteran."

    Sinis Daniel yang hanya membuat Felix menatap nya seakan masa bodoh dengan ucapan nya barusan.

    "Si Steve kemaren baru mutusin anak Fakultas Kedokteran."

     Daniel memalingkan wajah nya sembari tertawa ringan, tampak tak mempercayai perkataan Felix barusan.

    "Udah deh, kita udahin aja taruhan ini. Kalo Lo emang udah punya pacar, ngaku aja kali, Lo tinggal serahin nih motor ke Gue."

    "Ih, enak aja, bisa bisa Gue di gantung di pohon mangga sama kak Licia. Ogah Gue, lagian tuh cewek juga siapa, mana Gue kenal."

    "Lo tuh goblok atau apa sih? Jelas jelas tuh cewek ada di samping Lo, masih aja nggak mau ngaku."

    "Bentar, Gue ingat ingat dulu."

    Felix menjeda pembicaraan keduanya dengan berpikir sejenak, meski Daniel tidak yakin dengan apa yang saat ini di pikirkan oleh Felix yang dia ketahui bukanlah orang yang suka berpikir keras.

    "Felix..."

    Akhir dari acara berpikir Felix adalah ketika seseorang meneriaki namanya dan secara otomatis semua orang menoleh ke sumber suara.
    Datang dari kejauhan, Steve yang tengah berlari ke arahnya dengan wajah panik.

    "Felix, Felix. Kenapa Lo lama banget sih?"

    Daniel dan Felix menatap aneh ke arah Steve yang tengah di landa kepanikan, bahkan sampai kedua alis Felix saling bertautan.

    "Ada apaan?"

    "Lo, harus tolongin Gue, ini udah gawat banget."

    "Tolongin apaan?" Ujar Felix tak sabaran.

    "Bapak nya si Viona, datengin Gue."

    "Viona?. Viona yang mana?"

    Steve tertegun dengan pertanyaan Felix mengingat bahwa baru kemarin dia bertemu dengan Viona, dia kemudian langsung memukul kepala Felix, sepertinya pikiran Felix baru akan terbuka jika sudah di pukul.

    "Anak Fakultas Kedokteran...." Dia berujar dengan kesal. "Yang kemaren Gue kenalin."

    "Oh....."

    "Ah oh ah oh, Lo kalau pikun di kondisikan dikit bisa gak sih?"

    Felix yang tidak terima dengan umpatan Steve langsung menendang nya sembari menggertakkan giginya. "Siapa juga yang pikun."

    "Terserah deh, yang penting Lo tolongin Gue."

    "Ogah, lagian kenapa Lo sampe bawa bawa bapak nya segala, dia kan punya adek, nggak sekalian aja Lo bawa adek nya."

    Steve sejenak menahan napas nya, sungguh dia benar benar tidak tahan jika sudah menghadapi Felix yang seperti ini. Tidak ingin lagi berdebat dengan Felix, dia kemudian langsung meraih lengan Felix dan menyeret nya, namun Felix justru memegang lengan Daniel dan pergerakan ketiganya terhenti saat itu juga.

    "Gue ada perlu sama Daniel, Lo pergi aja sendiri."

    "Enggak, Lo harus pergi sama Gue."

    "Ogah."

   "Bodo' amat, pokoknya Lo pergi sama Gue."

    "Ogah. Ngurusin Viona aja Gue nggak mau, apalagi bapak nya, suruh siapa mainin anak Dosen, di D.O baru tau rasa Lo."

    "Bodo' amat, yang penting sekarang Lo ikut sama Gue."

    "Lo tuh ganteng ganteng budek."

    "Masih untuk Gue ganteng, lah Lo jomblo akut gak laku."

    Wajah Felix tiba tiba terlihat kesal, dia melepaskan lengan Daniel yang hanya diam dan menyimak sejak kedatangan Steve sebelumnya, dan bukan hanya itu, Felix juga menyingkirkan tangan Steve yang menahan tangan nya.

    "Maksud Lo apa bilang kayak gitu?, ngajakin berantem Lo." Tantang Felix dan helaan napas Daniel yang menyusul kemudian, dia menggeleng gelengkan kepala dan berjalan kembali ke arah rekan rekannya, meninggalkan dua mahluk aneh yang tengah membuat keributan di area parkir.

    "Lo kok malah marah sih ke Gue, Gue kan cuma bilang fakta. Fakta bahwa Lo mahasiswa semester dua, jomblo akut yang nggak laku, percuma aja wajah Lo ganteng."

    Felix memalingkan wajahnya sembari tertawa ringan, tampak tak percaya dengan apa yang baru saja di kayakan oleh sahabat nya tersebut.

    "Wah.... Beneran ngajakin ribut Lo."

    Daniel yang saat itu telah sampai di tempat rekan rekan nya, langsung memberi isyarat pada mereka untuk masuk ke bangunan kampus mereka.

    "Ada apaan, kayaknya serius banget?" Tanya salah satu rekan Daniel yang berjalan di samping nya.

    "Biasa.... Rabiesnya mungkin lagi kumat."

    Perkataan santai Daniel mengundang tawa rekan rekan nya yang berjalan meninggalkan kedua orang yang masih beradu mulut di parkiran dan berhasil menjadi pusat perhatian bagi beberapa pelajar yang tengah lewat, meski tujuan awal Steve menemui Felix bukanlah untuk berkelahi, namun sepertinya semua sudah terlanjur karna ini bukanlah yang pertama kalinya bagi mereka saling adu mulut.

    "Ya udah, sekarang Lo mau nya apa?" Steve berujar, berusaha menghentikan perang mulut keduanya, namun bukanlah suara Steve yang menghentikan keduanya, melainkan suara berat yang datang dari kejauhan.

    "Steve...."

    Keduanya serempak menoleh ke sumber suara dan mendapati salah satu Dosen di kampus mereka, dan sudah bisa di pastikan bahwa Dosen tersebut adalah Ayah dari Viona, Mahasisiwi Fakultas Kedokteran yang baru saja di campakan oleh Steve beberapa jam yang Lalu.

    "Kurang ajar kamu, kamu apakan anak saya?!"

    "Mampus Gue." Gumam Steve merutuki dirinya sendiri, tanpa menoleh ke arah Felix dia menepuk bahu Felix beberapa kali.

    "Kabur!"

    "Apa?"

    "Kalo Lo masih mau hidup, kabur sekarang." Tandas Steve dan menarik bahu Felix sebelum akhirnya keduanya melarikan diri bersama.

    Karna saking paniknya mereka berdua menerobos gerombolan Daniel dan bahkan sempat menabrak bahu beberapa orang termasuk Daniel yang hanya melihat keduanya dalam diam di saat rekan rekan nya mengumpati keduanya.

    "Woy, Lo punya mata gak sih?"

    "Tuh anak berdua emang udah gila."

    "Liat aja kalo entar ketemu lagi, Gue patahin jari nya."

    Daniel yang mendengar hal tersebut tersenyum ringan, dia menepuk dada rekan nya tersebut menggunakan punggung tangan nya.

    "Kalo cuma jari yang Lo patahin, mungkin aja dia yang bakal matahin kaki Lo."

    Daniel tersenyum tak percaya dan kembali melanjutkan langkah nya, di iringi oleh gumaman rekan rekan nya, dan jangan tanyakan kemana perginya dua orang sebelumnya, karna keduanya sudah menghilang dari peredaran.


Annyeong......
Kembali lagi dengan cerita baru yang berbeda dari cerita saya sebelumnya.
Karna ini cerita pertama saya yang menggunakan latar belakang Indonesia dengan bahasa non baku, jadi mohon maaf jika terdapat bahasa yang mungkin kurang berkenan.
Dan untuk kedepannya mohon bimbingannya😊😊😊😊
   
   


RINDU SUARA ADZAN
07.03.2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro