Chapter 5
Ketemu lagi di bab ini eakeakeak~ Hari ini Juki jualan apa kira-kira?
-
Bertemu kembali dengan Jungkook berada di luar dugaan Emilia.
Emilia menduga pria ini hanya bisa dia temui di bar, pada malam hari, atau mungkin di balapan seperti tempo hari. Tak sama sekali terpikir bahwa dia akan menemukan Jungkook di pagi hari begini, atau bahkan merasa butuh bantuan Jungkook untuk belanjaannya.
Tapi beginilah kenyataannya. Emilia sekarang berada di dalam mobil Jungkook, membiarkan pria itu membawanya untuk kembali pulang. Mau menolak pun, Emilia cukup sadar dia tidak bisa membawa belanjaan dengan kantung yang sobek.
Sebetulnya ini tidak buruk juga. Jungkook bukanlah tipikal orang yang susah diajak bicara. Mereka banyak bertukar cerita tentang apa yang terjadi selepas seminggu sejak pertemuan terakhir mereka. Jungkook cerita kalau Jimin protes karena direpotkan soal pengambilan hadiah hasil balapan, dan Emilia cerita bagaimana Keira mengomel karena Emilia tidak mengabarinya.
Tentu saja, Emilia jelas tidak cerita tentang peringatan Keira soal Jungkook.
Dan itulah masalahnya.
Bicara dengan Jungkook tak lantas membuat Emilia lupa cerita Keira. Malah kata-kata temannya itu masih terngiang dalam kepalanya hingga saat ini.
"Apa ada sesuatu yang mengusikmu?"
Emilia mengerjap, menoleh ke arah Jungkook yang masih sibuk dengan stir mobil. "Tidak kok."
Jungkook awalnya mengangguk, tapi kemudian melanjutkan, "Aku kira kau mau bilang sesuatu."
Kepala Emilia menggeleng pelan, hanya sesaat. Dia berpikir untuk tidak banyak mengungkit, tapi pikiran itu masih mengusik. Dan entah bagaimana, Jungkook sepertinya menyamar sebagai seorang mentalis yang bisa membaca isi pikirannya.
"Kalau ada sesuatu, bilang saja. Kau kelihatan seperti kurang nyaman."
Agak ragu sebetulnya, tapi mulut Emilia terlalu gatal untuk terus menahan diri. Akhirnya dia pun memulai. "Sebetulnya ada yang ingin kutanyakan."
"Oh, ya?" respons Jungkook. "Ada apa, Em?"
"Aku dengar rumor kalau—"
"Sebentar, biar kutebak." Jungkook sudah lebih dulu menimpali, namun sama sekali tak kelihatan tersinggung. "Aku suka gonta-ganti perempuan? Aku punya selingkuhan? Aku algojo seorang bibi kaya raya? Berhubung rumorku agak banyak, jadi pilih saja sendiri."
Emilia mengerjap, agak bingung apakah dia harus takjub atau takut karena sikap Jungkook yang memperlakukan semua rumor itu tak lebih dari sekadar lelucon belaka. Hanya saja, keheranan Emilia tak lantas membuatnya bungkam.
Ketimbang diam, dia justru melanjutkan, "Ada yang bilang kau terlibat dalam bisnis jual beli manusia."
Sesaat Jungkook diam, tak berekspresi, membuat Emilia merasa seharusnya dia menyesal karena mengatakan hal itu. Mobil terasa hening dan Emilia merasa ada ketegangan yang ganjil ketika mobil tiba-tiba melaju pelan sebelum betul-betul berhenti.
Ternyata sudah sampai di area parkiran apartemen.
Emilia sempat menoleh untuk berterima kasih dan cepat-cepat turun dari mobil, tetapi dia hanya mendapati dirinya sendiri mundur ketika menyadari tubuh Jungkook yang condong ke arahnya, begitu dekat sampai-sampai tinggal beberapa inci saja yang membatasi wajah keduanya.
Tangan Jungkook sudah berlabuh pada punggung kursi mobil yang Emilia tempati, tatapan matanya mengunci sementara dengan suara bisikan yang begitu rendah dia bertanya, "Kira-kira organ dalammu masih bagus tidak, Em? Matamu juga bagus sih."
Mata Emilia dengan cepat terbelalak. "Jungkook, kau ...."
Senyum Jungkook tiba-tiba membuat wajah Emilia merah bukan main. Ketegangan yang terasa seketika pudar hanya dengan kekehan dari pria itu. Ada senyum jahil juga meremehkan yang terukir di sana.
"Kau takut, ya?"
Spontan Emilia menoyor lengan Jungkook, membuatnya mundur tanpa berhenti tertawa.
"Ini tidak lucu!" Emilia memprotes, nyaris berteriak. Hanya rasa malu membuat volume suaranya berkurang.
"Yang lucu itu kau," balas Jungkook. Dia menyugar rambutnya yang setengah diikat itu kemudian melanjutkan, "Banyak yang bilang aku terlibat perdagangan manusia karena banyak bertransaksi malam hari dan berhubungan langsung dengan yayasan donor. Tapi yang kutemui itu memang pendonor kok. Aku tidak membunuh apalagi menjual manusia. Yang ini aku lakukan secara legal."
Emilia sebetulnya sama sekali tidak tahu menahu soal itu, tapi dia sedikit mendengar perihal yayasan donor itu dari Keira.
"Yayasan donornya punya Keluarga Son, keluarganya Jimin."
"Jimin?"
Jungkook mengangguk. "Anggap saja aku semacam salesman, tugasku mirip begitu. Orang yang mendonor, baik itu orangnya langsung atau dari keluarga, akan bicara denganku untuk membahas perihal prosedur sampai tarif."
"Tarif?"
"Beberapa orang memilih untuk menjual organ karena desakan kebutuhan," kata Jungkook. "Dan aku tidak begitu mengurusi itu. Tugasku hanya membuat mereka mengerti dan sudah mengikuti tata cara secara medikal sebelumnya."
Emilia tidak mengerti apa-apa soal prosedur donor dan sebagainya, tapi setidaknya penjelasan Jungkook memberikan satu gambaran pasti. Rumor yang Emilia dengar salah besar.
Dengan hati-hati Emilia kembali berkata, "Jadi kau bukan ...."
"Aku hanya pemilik bar, Em. Bisnisku hanya itu." Jungkook menambahkan, tersenyum sekali lagi, namun kali ini dia betul-betul tersenyum. "Aku bukan pria baik, tapi tidak seburuk itu."
"Sorry for that," timpal Emilia, dia sedikit menunduk.
"Resiko jadi orang tampan yang sering dibicarakan mungkin begini," canda Jungkook, matanya mengedip sebelum dia turun dari mobil. "Biar kubantu membawa belanjaanmu."
Meski masih agak tak enah hati, Emilia mengangguk, ikut turun dari mobil dan menutup pintu. Jungkook sudah membuka pintu mobil di bagian tengah, mengambil belanjaan yang sudah masuk ke dalam plastik sementara Emilia membawa beberapa roti dan sayuran yang ada di kursi mobil.
Keduanya masuk ke area apartemen, ke lantai 3 dengan bantuan lift kemudian mampir ke apartemen di area paling ujung kanan. Emilia mengeluarkan kartu dan menempelkannya di pintu, membuat pintunya terbuka.
"Maaf kalau agak berantakan," ujar Emilia sambil mendorong pintu, mempersilakan Jungkook untuk masuk.
"Ini mau diletakkan di mana?" tanya Jungkook begitu masuk.
Emilia lebih dulu melangkahkan kaki, melewati ruang tengah dan masuk ke ruangan paling ujung sementara memberi isyarat bagi Jungkook untuk mengikutinya.
Begitu Jungkook masuk ke area dapur, Emilia meletakkan bawaannya lebih dulu sebelum menoleh pada Jungkook. "Taruh di sini saja."
Jungkook pun mendekat ke meja, meletakkan plastik yang dia bawa dan meletakkannya di meja. Pria itu diam sejenak, pandangannya mengitari sekeliling dapur sebelum akhirnya berkomentar, "Aku suka desain dapurnya. Minimalis tapi fasilitasnya cukup lengkap."
"Sebetulnya ini terlalu mewah untukku," balas Emilia. "Lagi pula ini apartemen Ibu. Aku tidak ingin mengubah apa pun."
Jungkook hanya memanggutkan kepala pertanda paham sebagai respons.
"Omong-omong, mau makan dulu di sini?" tawar Emilia. "Kau sudah menolongku, biarkan aku membalas."
"Tawaran yang bagus," Jungkook mengulum senyum, "tapi sayangnya aku harus menolak. Aku harus pergi ke tempat lain setelah ini."
"Maaf membuatmu mengantarku lebih dulu."
Jungkook lantas berpindah posisi, berdiri di hadapan Emilia sambil mengacak puncak kepala sang perempuan, membuat rambut pendeknya agak berantakan. "Oh, Em, tenang saja. Kebanggaanku bisa mengantarmu. Aku jadi dapat informasi tambahan apartemenmu di mana."
"Informasi tambahan, ya?" Alis Emilia terangkat. "Kau mau membobol rumahku dan membiusku?"
"Aku lebih suka bermain dengan yang masih sadar kok, tenang saja." Jungkook membalas tak kalah jahil, membuat Emilia tergelak. "Kalau begitu aku pergi, ya? Aku harap kau tidak keberatan kalau kapan-kapan aku mampir."
Emilia mengangguk sebagai jawaban.
Awalnya, Jungkook sudah siap pergi. Tapi kemudian Emilia kembali bersuara, memanggil nama pria itu dan membuatnya kembali berbalik.
"Untuk yang tadi... aku betul-betul minta maaf," tutur Emilia pelan.
"Yang tadi?" tanya Jungkook. Butuh waktunya baginya sebelum mengangguk paham. "Tenang saja, tak usah dipikirkan."
"Sorry. I really mean it."
Jungkook tersenyum geli, di detik berikutnya melangkah maju, menunduk untuk mencuri satu ciuman kilat dari bibir plum Emilia.
"Aku senang karena kau tanya itu langsung padaku, Em. Terima kasih," bisik Jungkook sebelum melangkah mundur. "Aku pamit. Terima kasih untuk yang tadi."
Hanya dalam hitungan detik, Emilia merasa sesuatu memasuki dadanya dengan liar, berterbangan layaknya kupu-kupu dan mengisi rongga pernapasannya.
Dia tak merespons, pun tak protes dengan fakta bahwa Jungkook menciumnya tanpa aba-aba. Anehnya, Emilia sama sekali tak keberatan. Bukan karena dia bisa dengan mudah membiarkan orang lain meraup bibirnya dengan mudah, tetapi ciuman kilat itu lebih mirip sebuah interaksi juga ucapan Jungkook yang mengatakan bahwa dia sama sekali tidak tersinggung atas pertanyaan Emilia sebelumnya.
"Hati-hati, Jungkook," ujar Emilia. "Have a great day."
Jungkook sempat berbalik sesaat, mengangkat tangannya pada Emilia sebagai tanda perpisahan sebelum meneruskan langkah dan menutup pintu apartemen Emilia kemudian berjalan keluar menggunakan tangga.
Pilihan Jungkook tepat, karena nyatanya sudah ada nomor Jimin yang muncul di layar sementara ada notifikasi 10 panggilan tak terjawab. Jimin pasti mau mengomel, pikir Jungkook.
Memastikan jarak ponsel cukup aman dari telinga, Jungkook mengangkat telepon, dan dalam sekejap mendengar teriakan yang keras. "Demi Tuhan, Kim Jungkook! Kau ada di mana?"
"Ada urusan sedikit," kata Jungkook, mendekatkan ponsel begitu teriakan di ujung sana mereda. "Kau sekarang di mana?"
"Kafe depan rumah target kita," balas Jimin. "Jadi, apa yang harus kulakukan?"
Senyum puas seketika terukir di wajah Jungkook sementara kepalanya mengangguk mantap. Kakinya kembali menuruni tangga.
"Untuk sekarang pantau saja dulu. Tunggu aku sebelum kita beraksi," kata Jungkook lagi. "Hari ini kita akan kaya raya, Jim. Pastikan kau sudah menyiapkan peralatan yang kuminta." []
Jadi Juki bukan kang jual organ dalem, batagor, pecel, apalagi rujak. Berarti apa dong? 🌚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro