Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

Halo. Mau beli jeroan apa nih? 🙈

-

Emilia punya satu pertanyaan mengenai bagaimana ibunya bisa tertarik bahkan memutuskan untuk mengikat diri dengan ayahnya.

Waktu itu dia masih berumur 13 tahun, terlalu dini untuk membahas pernikahan, tapi bukan lagi perempuan bodoh yang masih akan menganggap ayahnya sebagai superhero juga panutan hidup. Ibunya sendiri bilang selalu ada alasan orang lain tertarik atau merasakan sesuatu. Dan Emilia ingin memastikan.

"Ayahmu dari dulu memang begitu, punya pesona tersendiri bagi kaum perempuan, dan Ibu salah satu yang terjerat magisnya." Begitu kata sang ibu.

Pesona. Kata itu mempunyai eksposur tersendiri dalam benaknya. Emilia bertanya-tanya pesona macam apa yang dilihat sang ibu sampai yakin untuk memberikan diri dan hidupnya pada ayahnya.

Namun agaknya Emilia mengerti sekarang.

Apa perasaan ini semacam 'bad guy attracts good girl like a bee attracted to a flower'? Rasanya konyol sekali. Dia jelas tidak akan menggolongkan dirinya sebagai orang baik. Setidaknya, tidak dalam artian begitu.

Tak bisa dipungkiri, Emilia cukup terkejut dengan informasi yang dia dapat dari Keira. Menurut temannya itu, Jungkook jarang ada di bar karena sibuk dengan pekerjaannya 'lain'. Mungkin Emilia akan bersikap berbeda jika sejak awal Keira memberitahunya bahwa si pemilik bar, si pria bernama Kim Jungkook itu, menggeluti bisnis ilegal, perdagangan manusia.

Di pertemuan pertama, dia memang sudah mendapati kesan berbeda dari pria itu, tapi bisnis menyeramkan begitu benar-benar tak melintas dalam kepalanya.

Mereka memang bukan apa-apa, tentu saja. Namun meninjau dari bagaimana cara Jungkook bersikap, yang Emilia ragukan justru informasi dari Keira. Terlepas dari penampilan Jungkook yang terkesan gelap dan tajam, pria itu manis—menurut Emilia begitu. Paling tidak bukan tipikal manusia brengsek yang akan meninggalkan sehabis menikmati seorang perempuan.

Jujur, Emilia justru mengira Jungkook pria baik-baik.

Dan kalau dipikirkan lagi, sebenarnya Emilia tak perlu repot-repot memikirkannya. Faktanya, dia tetap hidup dan malam panas mereka sudah berlalu, terlepas dari informasi soal human trafficking yang dijalankan Jungkook itu memang benar atau tidak.

Lagi pula kalau memang iya, terus kenapa? Emilia bertanya pada dirinya sendiri sembari memeluk kantung kertas cokelat berisi belanjaannya hari ini. Belanjaannya hari ini cukup banyak ketimbang biasanya. Mungkin karena hari ini ada diskon ditambah titipan dari Keira—yang sialnya tidak bisa ikut karena mendapat telepon dari kafe tempatnya kerja part-time—tapi ponselnya mati, membuat transportasi daring berada di luar jangkauannya saat ini, sementara belum ada juga bus lewat.

Halte bus berada tak jauh di depannya, membutuhkan barang 10 langkah lagi. Belum juga sampai di sana, ada sekumpulan pria dengan motor terparkir di dekat trotoar, tertawa dengan volume suara yang besar sementara menengguk bir kalengan. Dilihat dari perawakannya, mereka tidak mirip preman, tapi juga tak terlihat sebagai orang kantoran dengan jaket jins dengan warna seragam dan celana sobek-sobek juga boots.

Agak mirip riders yang masih kelihatan muda. Mirip mahasiswa malah, kalau Emilia harus menambahkan. Atau mungkin preman yang masih muda.

Sekarang masih pagi, kan? Pikir Emilia seraya memandangi arloji di pergelangan tangan kanannya. Sekarang bahkan baru jam 9, dan sudah ada yang minum-minum?

Itu bir, Emilia yakin, meski tak tahu kadar alkoholnya.

Bukannya pagi-pagi lebih banyak yang minum susu daripada bir?

Sambil mempererat pelukan pada belanjaan, Emilia berusaha untuk lewat. Hanya saja belum juga dia permisi, sudah ada siulan yang terarah padanya sementara seorang pria yang semula bersandar di motornya sudah berpindah, menghalangi jalan Emilia.

"Butuh bantuan, Nona?"

Sebuah tawaran yang tidak diharapkan. Bukan karena Emilia sombong, sungguh. Emilia tidak perlu bertanya untuk tahu kalau itu bukanlah tawaran pertolongan, tapi cara menggoda kolot dan menyebalkan.

Senyum terukir di wajah pria itu terlihat asimetris sementara kedua tangannya disakukan ke dalam celana jins. "Kelihatannya bawaanmu berat, Nona. Biar kami bantu."

"Maaf, aku bisa sendiri," ujar Emilia. Sengaja dia menundukkan kepala dan berusaha untuk kembali melanjutkan langkah, sayangnya jalan lagi-lagi ditutup.

Kening Emilia kontan mengerut, jelas sekali tak suka permainan pria ini. Belum lagi tawa dari kumpulannya yang kelihatan terhibur dengan apa yang mereka lihat. Berusaha untuk menahan reaksi berlebihan, Emilia berusaha untuk menerobos lagi. "Permisi."

"Oh, Nona. tak perlu sungkan. Aku juga bisa mengantarmu ke rumah kalau—"

TITTT!

Terkejut, pegangan Emilia pada belanjaannya goyah, membuat kantung kertas itu terjun bebas. Sedikit kesadaran membuat Emilia berusaha menangkap kantungnya, tapi sayang isi-isinya sudah lolos dari bagian bawah yang sobek, sayur-sayuran seperti tomat dan mentium lantas meluncur mewarnai trotoar.

Baik Emilia maupun pria di hadapannya seketika berhenti, kepala menoleh ke arah jalanan, melihat sebuah mobil berwarna putih terparkir di jalanan. Kumpulan bermotor itu kelihatan tak suka, membuat beberapa di antaranya dengan cepat berdiri untuk menghampiri mobil tersebut.

Sesaat Emilia mengira dia juga akan mengikuti orang-orang itu untuk protes pada pemilik mobil yang dengan kurang ajarnya membunyikan klakson dan menyentak mereka semua. Hanya saja kendati marah, Emilia justru terkejut begitu si pemilik mobil turun dan memijakkan kaki ke trotoar, dan tak butuh waktu lama baginya untuk mengenali sosok itu.

Bisa Emilia lihat pria itu mengenakan kaus putih yang dilapisi kemeja garis-garis, washed jeans dan juga rambut yang setengahnya diikat sementara sedkit helai rambut agak berantakan di dahinya.

"Jungkook?"

Si pemilik mobil mengangkat tangan dengan santai kemudian mendekat. "Emilia, apa yang kau lakukan di... oh." Suara Jungkook berhenti sendiri kita melihat sayuran yang berserakan di trotoar.

Anehnya, orang-orang yang sebelumnya kelihatan siap untuk mengamuk justru diam, mundur pelan-pelan tanpa berkomentar. Emilia yang melihatnya sampai heran sendiri.

Pria yang sebelumnya mengganggu Emilia maju kemudian menyapa, "Oh, Jungkook. Apa yang kau lakukan di sini?"

"Melihatmu menganggu orang, mungkin?" Jungkook bertanya dengan nada sopan dbuat-buat, alisnya membusur menunjukkan tatapan yang kontras dari cara bicaranya. "Apa yang kalian lakukan di sini?"

Lawan bicaranya tak berkomentar, membuat Jungkook geleng-geleng.

"Perempuan ini bersamaku," kata Jungkook, dengan santai lengan kanannya merangkul Emilia. "Jangan sentuh dia."

Kalimat itu terdengar posesif, tapi anehnya Emilia menyukai bagaimana cara Jungkook mengucapkannya. Tampaknya kalimat tersebut punya efek yang berbeda, membuat si pria asing tadi hanya mengangguk sebelum menarik diri dan kembali ke motornya, meninggalkan Jungkook dan Emilia di tempatnya ketika dia dan kumpulannya melajukan motor kembali ke jalanan.

Emilia agaknya tak percaya, bingung karena kumpulan itu dengan begitu mudahnya pergi.

Jungkook semenyeramkan itu, ya?

Atau mungkin Emilia harus mengganti pertanyaannya.

Kenapa mereka takut pada Jungkook?

Tak berselang lama, Jungkook menjauhkan lengannya dan menunduk untuk memunguti beberapa tomat dan ketimun yang tercecer, melingkarkan kedua lengannya sebagai wadah untuk sayuran itu sebelum menoleh ke arah Emilia.

Mata itu. Senyum itu. Dua manik bulat dengan tatapan tajam itu. Emilia tidak begitu paham kenapa dia merasa lega, seakan ada sesuatu yang memuaskan dirinya karena melihat sosok Jungkook lagi.

"Habis belanja, ya?" tanya Jungkook, dan Emilia mengangguk. "Kurasa harusnya kau bawa tas belanja."

"Belanja kali ini tidak terencana," balas Emilia singkat. "Kebetulan ada diskon, sayurnya juga masih baru, jadi... begitulah."

Jungkook seketika tergelak. Tidak, bukan menghina, tapi justru menimbulkan kesan yang manis. Emilia jadi memikirkan ulang kata-kata Keira tiga hari yang lalu.

Masa pria semanis ini terlibat dalam perdagangan manusia? Serius?

Oh, tentu saja. Satu sisi diri Emilia berargumen dengan cepat. Bahkan pria yang menurutmu kelihatan baik di kalangan masyarakat saja bisa menghancurkan ibumu sendiri dengan cara kotor. Dan penampilan Jungkook sebetulnya mencerminkan hal yang dengan mudah dinilai buruk. Lebih tidak meyakinkan.

Sesaat Emilia terdiam, berusaha memikirkan cara yang tepat untuk bersikap di hadapan Jungkook. Mungkin menarik diri akan jadi pilihan paling tepat. Hanya saja sebelum sempat mengatakan apa pun, Jungkook sudah buka suara, sementara satu ciuman kecil jatuh pada puncak kepalanya.

"Kurasa kau butuh tumpangan," kata Jungkook santai. "Masuklah, Em. Kebetulan kursi mobilku masih ada yang kosong. Jadi, ke mana arah apartemenmu?"

-

Stay safe teman teman. Inget kata ortu jangan terlau percaya sama orang asing 🤣~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro