BAB 5. RENCANA
Aldi POV
Rencananya pulang sekolah gua sama Guruh mau ke kelas Nadia buat melanjutkan kasus. Kita butuh lebih banyak info lagi dari dia. Info yang bisa membantu kita mencari pelakunya.
"Sebelum pulang, kalian harus catat materi yang sudah saya tulis ini." ucapan Bu Ani menghancurkan lamunan gua, "Yang sudah selesai, ke depan dan perlihatkan pada saya. Yang belum selesai, saya tunggu."
Waduh, gua kagak nulis!
Gua melirik Guruh yang tiba-tiba udah nulis. Karena melihat sebagian ke depan, gua langsung ikutan rusuh karena mau cepet-cepet keluar dari kelas dan kita mau nemuin Nadia.
Ternyata masih ada beberapa orang di kelas yang juga lagi sibuk nulis. Gua merasa sedikit aman karena setidaknya gua gak sendirian disini.
"Ayo yang belum cepat selesaikan! Ibu tunggu sampai semuanya selesai. Kalian tidak akan bisa pulang kalau tidak mencatat atau catatannya tidak lengkap."
Terlihat yang udah selesai bersiap-siap mau keluar dari kelas. Keliatan banget muka-mukanya udah mau cepet keluar dari kelas.
"Nulisnya sampai situ bu?" tanya gua sambil menunjuk papan tulis yang di kanan.
Beliau hanya mengangguk.
Gua menulis dengan kecepatan penuh. Bodo amat tulisan mau sejelek apa karena waktu pulang tinggal lima belas menit lagi. Nanti bisa di protes sama satu kelas kalau bel pulang udah bunyi tapi masih ada yang belom selesai.
Mungkin yang lain juga sama kayak gua. Menulis dengan kecepatan penuh kayak balapan mobil. Ibaratnya ini gua nulis di kecepatan 100 kilometer.
Untungnya gua bisa menyelesaikan tepat setelah bel berbunyi. Guruh sih udah selesai dari tadi. Setelah bubar kelas, gua memanggil Guruh agar dia gak pulang duluan. Sebelumnya sih udah gua kasih tau. Cuma ngingetin aja, takutnya dia keburu pulang.
"Oke! Gua tunggu." Guruh menunggu gua di depan pintu kelas.
Setelah semuanya udah gua masukin ke tas, kita langsung berjalan menuju kelas sebelas Ipa 1.
"Di, buru-buru amat." ucap Guruh yang melihat gua setengah berlari, "Kayak ibu-ibu ngeliat diskonan. Selow dikit."
"Gua kan takut keburu dia pulang, jadi agak cepet."
"Bunyi bel pulang juga baru 3 menit yang lalu. Sebegitunya lo pengen ketemu sama cewek."
Gua denger apa yang diomongin Guruh tapi tidak gua hiraukan.
Ketika hampir deket dengan kelas Nadia, gua langsung mundur lagi setelah mendengar suara cewek lain di kelasnya. Tau-tau Guruh yang di belakang nabrak gua.
"Apaan sih?"
"Suutt!" gua setengah berbisik "Gua denger ada suara cewek lain. Gua denger, obrolannya gak biasa. Kita dengerin dulu mereka ngomongin apa."
"Etdah, langsung masuk aja napa?"
"Bentar, gua kepo nih mereka ngobrolin apaan."
Setelah gua liat, itu Charlotte dan beberapa temennya lagi ngobrol sama Nadia. Kita tau siapa itu Charlotte karena dia memang terkenal disini. Seantero sekolah tau mereka. Atau mungkin dia juga terkenal sampai planet mars. Charlotte and the tetek bengeknya.
"Heh, Nadia!" itu suara Charlotte, "Kamu itu mau menyaingi kepinteran aku ya? Kok bisa sih orang kayak kamu sekolah disini?"
"Maksudmu apa?" tanya Nadia biasa saja.
"Kamu selalu mencari kesempatan buat jadi pusat perhatian! Kamu juga menjadi orang yang sok pintar kemudian mau menjatuhkan aku!"
"Permisi ya, aku mau bersih-bersih kelas dulu. Aku sedang gak mau berdebat." Nadia melengos, hendak mengambil sapu tepat di belakang Charlotte berdiri, tapi Charlotte kembali mendorong Nadia kasar.
"Heran, kenapa orang macam kamu bisa sekolah disini?" kata teman Charlotte songong.
"Iya gak tau diri banget! Udah miskin, sombong pula!"
"Kalian keluar ya. Aku lagi SIBUK disini."
Anjir! Charlotte mau gampar tuh cewek!
Kemudian dengan cepat kita masuk ke kelasnya untuk menghentikan mereka karena gua liat Charlotte seperti mau menampar Nadia. Dengan sigap, tangan gua menahan tangannya.
"STOP!!"
Charlotte menatap gua dengan tatapan benci. Lalu ia langsung melepaskan tangannya dengan kasar.
Mereka memandang kita dengan tatapan mengejeknya "Ada apa ya? Jangan ikut campur urusan kita. Get out of here!"
"Kita denger omongan kalian. Dan tadi maksudnya apa sampai mau nampar Nadia?"
"Udahlah, kalian gak ada urusannya sama kita. Mending kalian pergi deh!" jawab si cewek berambut cokelat.
"Iya nih, ganggu aja!" seru yang berambut pirang, "Kalian mau apa sih?"
"Kita tau kalian terkenal disini. Tapi bisa gak kalian gak usah mengejek Nadia atau semacamnya? Kita di sini pribumi, kalian cuma borjuis pendatang."
"Heh? Emang kenapa? Kita kan ngomong itu sesuai fakta, kenyataan. Lagipula apa bagusnya si maid ini?" tanya Charlotte melirik jijik Nadia, kemudian dia menatap gua lagi, "Siapa kamu juga? Her hero's?"
Gua menatap Charlotte nanar, "Dia itu pintar! Buktinya bisa sekolah disini, di sekolah internasional. Hatinya baik kok! walaupun sedikit galak."
"I don't care!" seru Charlotte tidak peduli, "Sekalinya pembawa masalah, pembuat kerusuhan, siapa lagi kalau bukan pembantu sekolah! Ah, anaknya pembantu sekolah! Iuuhh.. "
Gua merasa pembicaraan ini gak akan ada habisnya. Langsung saja gua narik tangan Nadia dan menyuruh mengambil tasnya.
"Eh mau kemana? Kita belom beres dengan Nadia!"
Gua hanya menatap mereka dengan tatapan tajam. Guruh pun melakukan hal yang sama. Lalu mereka langsung terdiam dan membiarkan kita pergi.
"Kita mau kemana?" tanya Nadia yang mulai bersuara setelah keluar dari kelas.
"Ke rooftop. Kita mau bahas soal kasus ini karena urusannya belum selesai." jawab gue diikuti anggukan Guruh.
Nadia beroh ria, kemudian tiba-tiba menghentikan langkahnya. Apa lagi, sih!
"Eh ngomong-ngomong tadi kamu belain aku tapi kok ujungnya menjatuhkan sih?"
Gua mengernyit, "Menjatuhkan gimana?"
"Tadi kamu bilang ke mereka kalau aku itu baik walaupun sedikit galak." nada bicaranya gak kalem. Dia menatap dengan tatapan kesal.
"Bener juga!" timpal Guruh, "Lo juga sih, bikin orang terbang tinggi eh taunya di jatuhin juga."
Haduh, salah ngomong. Lagian udah untung gua tolongin buat kabur dari Charlotte. Gimana kalau tiba-tiba mereka berantem?
Gua berdeham, "Itu kan faktanya."
Dan ternyata omongan gua bikin dia makin kesal, "Kamu beneran mau bantuin aku gak sih?"
"Oke, oke! Maafin gua. Setidaknya kita udah aman dari mereka, kan?"
Keduanya terdiam menandakan omongan gua bener.
"Tapi makasih ya kalian udah nolongin aku." kata Nadia setelah sampai di rooftop. Kali ini nadanya seperti biasa lagi, tidak sekesal tadi.
"Iya, sama-sama." jawab Guruh dengan santai, "lagian lo gak cape di perlakukan semena-mena sama mereka?"
"Cape sih, tapi mau gimana lagi? Aku kan cuma anak pembantu." Nadia menjawab murung.
"Jangan gitu lah," jawab gua, "mereka memang terkenal disini tapi seharusnya mereka gak memperlakukan lo sampe segitunya."
"Sudah nasibku. Beginilah, yang penting aku bisa lulus saja sudah cukup."
Kita berdua terdiam. Gua sih bayangin kehidupan dia di sekolah itu gimana. Mungkin banyak yang iri padanya karena dia pintar.
"Oke Nad. Kita mulai aja ya wawancaranya. Soal itu kita kesampingkan dulu. Ada kasus yang harus kita selesaikan."
Seketika gua jadi serius lagi.
"Silahkan."
"Kepala sekolah itu kan meninggalnya di kamar mandi. Lo tau terakhir kali beliau sama siapa? Maksudnya beliau menemui siapa aja saat itu."
"Terakhir itu sama pembantu sekolah yaitu ayah aku, guru, satpam, kepala direktur dan terakhir sama tukang pipa."
"Tukang pipa yang langganan si kepala sekolah?"
Ia hanya mengangguk. Gua gak bisa asal menuduh sebagai tersangka kalau gak ada bukti. Bisa-bisa gua yang malah kena batunya.
"Emang sejak kapan Kepala Sekolah punya langganan tukang pipa?" tanya Guruh natap Nadia lekat. Lekat banget. Mungkin dia lagi nebak-nebak apakah dia jujur atau berbohong.
Nadia menaikkan bahu, "Ya itu kata kesaksian orang-orang di pengadilan kemarin."
"Kalo menurut gua sih, kemungkinan besar seseorang yang pasti ada sangkut pautnya sama pak kepala sekolah. Siapa lagi kalau bukan Direktur penjilat itu. Ayahnya Charlotte." Guruh melirik gua sekilas, "Charlotte gua kibulin baru tahu rasa kali ya."
Gua mendengus, "Tapi entah kenapa gua lebih pro sama pemikiran gua ini."
Di samping gua, Nadia mendekat, "Pendapat kamu siapa?"
Gua memejamkan mata. Berpikir kembali beberapa orang yang terakhir kali bertemu pak kepala sekolah.
Pembantu sekolah? Jelas, dia udah jadi tersangka sekarang. Dan kali ini, gua harus bener-bener netral dulu sebelum membela.
Satpam? Mungkin juga. Dia suka kena bentakan pak kepala sekolah.
Pak guru Wilton. Dia guru terakhir yang nemuin kepala sekolah tewas di tkp.
Tukang pipa. Nah, kenapa ada tukang pipa segala di sini, bro? Gua sih cuma tahu kepala sekolah suka semena-mena pengen renovasi toilet dan keran air. Tahu deh, gua agak curiga. Tapi gak penting juga tukang pipa ada di tkp. Gak masuk di akal.
Direktur. Kepala Direktur alias ayah dari Charlotte, primadona terjahanam walaupun asli naluri gua bilang dia cantik seperti Chelsea Islan. Kepala direktur ini selalu semena-mena ngasih peraturan biaya administrasi ke setiap wali murid. Yang gua denger, dia baru aja buka cabang perusahaannya saat ketika kejadian pak kepala sekolah tewas sore lalu.
Aneh. Gua sekarang setuju pendapat Guruh. Tapi--
"Eh aku boleh nanya ke kalian?" seketika Nadia memotong alur pemikiran ide brilian nan jitu dalam otak gua.
"Boleh lah." jawab gua santai, "nanya apa?"
"Kenapa kalian tadi nolongin aku?"
Tiba-tiba Guruh menatap gua, "Tuh si Aldi yang duluan tau lo lagi dikerubungin sama geng Charlotte."
Gua berdeham, "Gua sih kasian sama lo. Takutnya malah berantem."
"Iya lagian kenapa lo gak lawan mereka aja?" tambah Guruh sewot.
Nadia menatap Guruh aneh "Lawan gimana?"
"Lawan lagi dengan bales omongannya! Mereka pendatang, Nad, sedangkan kita pribumi. Jangan sampai kita kesusahan lagi melawan bangsa asing. Berontak lebih baik, Nad! Balas lagi mereka!"
Nadia memasang muka serius, tanpa tedeng aling-aling ia berjalan ke arah tangga.
"Eh lo mau kemana?" tanya gua kebingungan.
"Menemui Charlotte. Mau bales omongannya, sesuai apa yang dikatakan Guruh."
Gua melongo denger omongannya itu. "Hei, barusan itu si Guruh sarkatik!" Nadia langsung berbalik lagi, "Lo percaya aja sama omongannya."
Nadia duduk di samping gua lagi, "Lagian dia ngomongnya dengan muka serius gitu! Aku kira dia beneran."
"Yang ada nanti urusannya makin ribet kalo lo bales. Nanti bisa-bisa lo makin di jelek-jelekin sama mereka."
Lalu si Guruh nyikut gua "Ciee peduli amat sama si Nadia!"
Yaelah apa salahnya sih? Gua kasian aja karena sekarang posisi ayahnya yang selalu bantuin, merawat Nadia tiba-tiba dituduh sebagai pembunuh dan orang-orang di sekitarnya sering memperlakukan dia seenaknya. Siapa sih yang gak sakit hati?
"Kita kan mau bantuin dia biar pelaku sebenernya terungkap, Gur. Kan bagus juga kasus ini cepet selesai dan ayahnya bisa terbebas dari jeratan hukum."
Guruh tepuk tangan, seolah bangga "Wgs sih!"
"Wgs?" tanya Nadia yang tak mengerti.
"Wgs. Waagelaasehh!"
Maksud si Guruh itu "Wah gilaa sih!" itu kosa kata diambil dari kamus jaman now. Kita sering pake kosa kata dari kamus itu.
"Ya udah, besok sore kita lanjut ke tkp. Tapi, sebelum itu, gua mau seseorang di sini mancing umpan terlebih dulu."
Guruh dan Nadia mengernyit, "Umpan?"
"Guruh," Gua menatap Guruh, "Gua percaya, lo emang mahluk random, tapi gua percaya lo masih normal, bro."
Guruh membuka mulut, menunjuk diri, "Gua? Emang kalo gua beneran normal kenapa?"
"Dapetin info lewat umpan. Lu punya tampang kek Brandon Salim, dan yap, lo cocok ajak Charlotte jalan."
"APA!" bukan, bukan Guruh yang heboh, tapi malah Nadia. "Gak! Kamu bakal tekor."
Guruh melirik Nadia, "Sorry, gua tajir gini. Okey, urusan Charlotte mah gampang. Tinggal besok sore kita ke tkp. Gua bener-bener gak sabar pengen liat--"
"Tiap hari juga lu lewat ruangan kepsek, Gur. Jangan lebay." potong gua kesal, "Siap kan. Charlotte?"
Guruh ngangguk santai, "Siap. Demi kamu apa sih yang enggak, Di."
Gua bergidik, sementara Nadia meliriknya aneh sekaligus tidak percaya, "Sayang. Ganteng-ganteng kok bengkok."
Setelah kita wawancara panjang lebar, semua info terkumpul dan akhirnya memutuskan untuk pulang dan melihat kalau hari sudah semakin sore. Tinggal penyelidikan aja ke TKP.
"Eh mau kita anterin sampe gerbang depan?" tawar gua saat kita menuruni tangga.
"Gak usah, makasih. Bisa pulang sendiri."
"Tapi kalau ketemu Charlotte lagi gimana?"
"Enggak akan! Paling mereka udah pulang kok."
Gua mengerjap sebentar liat dia tersenyum pergi ke arah pos satpam yang gua tahu ayahnya udah ada di sana.
"Tuhkan lo mulai peduli nih sama dia!" kata Guruh setelah Nadia sudah menjauh.
"Maksud lo?"
"Itu buktinya tadi lo nawarin sampe mau dianterin atau kagak. Liat aja kalo lo nyimpen rasa sama dia."
"Emang kenapa kalo misalkan iya? Lo mau apa?"
"Kagak, gua liatin aja." lalu dia nyelonong pergi.
Tapi kan gua cuma nawarin aja, takutnya dia ketemu gang Charlotte. Nanti malah berantem, terus urusannya berabe. Gua gak ada maksud lain. Gua berbaik hati aja sama Nadia.
"Ntar kalo kasus ini beres, traktir makan yak!"
Tuh.. Spesies.. mundur.. lagi. Apa urusannya kasus selesai sama makan coba?
"Kan sebagai pembuktian kalo lo emang bisa menyelesaikan kasus ini!" lanjutnya, "Jadi traktir gua yak! Biar gua inget kalo gua di traktir Aldi karena udah menyelesaikan kasus pembunuhan di sekolah kita."
Bisa aja ni makhluk pluto nyari alesan biar di traktir. Perut aja yang dipikirin. Padahal ini kasus belom nemu kesimpulannya. Kalo ada kasus lagi dan dia minta traktir lagi, tekor dah duit gua ngetraktir dia mulu!
Sabar Di, sabar! Inget! Walaupun dia manusia yang random, aneh, absurd atau apalah tapi dia tetep sahabat gua yang mau ngebantu gua.
"Alasan!"
"Ayolah Aldi! Gua bakal ngelakuin apa aja biar di traktir sama lo!"
Idih gua jijik dengernya! Mulai nih kelakuan anehnya kumat lagi. Untung si Nadia udah balik. Kalo dia denger, bakal ilfeel sama kita.
"Terserah lo aja dah!"
"Bener bakal di traktir?"
Gua tidak menghiraukan omongannya. Gua capek, mau cepet-cepet nyampe rumah.
____
Mau ikut jawab siapa sih pembunuh kepala sekolah itu? Boleh banget, yuk komen!
Apdet lagi yooo...!!!
Kirain gak bakal ada yang buaca, eh ternyata asique ya ikutin cerita Aldi Nadia? Dengan berbulan-bulan menunggu kepastian dari sang mimi peri, akhirnya cerita ini update juga huhu..
Terima kasih untuk @mtknia yang telah bersedia menyumbangkan ide ceritanya untuk Riddle ini :) entahlah, kalo gak ada kamu, aku kolab sama siapa lagi, hiks :'v
Untuk readers sekalian, harap sabar jika menunggu part-part selanjutnya, karena sangat membutuhkan waktu dan konfirmasi dari kedua author dan dua pemikiran juga. Dulu sih iya kita sering ketemu tiap hari di kelas, sekarang malah beda kota. Kita sama-sama sibuk karena tugas sks. Muantab kali partnerku ini ambil design grafis, sedangkan aku ambil informatika, makin sibuk coy..
Udah dulu ya cuap-cuapnya, jangan lupa vote sama komentarnya :D biar Aldi, Nadia, dan Guruh bisa menjadi trio emas sekolah mereka hehe..
Regards
Mtknia 💐
Salviarosaline21 💐
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro