Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[🌼] It's Okay to be Greedy

Hari itu Mostro Lounge ditutup demi persiapan grand opening kafe cabang mereka.

Untuk menyambut minggu pertama musim panas yang hampir tiba, Azul mengubah sistem pelayanan di kafe sekaligus menambahkan beberapa pembaharuan khusus musim ini; contohnya kupon yang bisa didapat setiap pembelian satu set menu summer special. Nantinya kupon itu akan diundi setiap dua minggu sekali dan pemenang mendapatkan hadiah. Menariknya, hadiah yang diinginkan boleh dipilih sendiri.

“Syarat dan ketentuan berlaku.” Satri ingat pernah berkata begitu ketika dia mendengar Azul memaparkan idenya, sementara merfolks tersebut hanya tersenyum licik sambil menaikkan kacamata. Bahkan Satri tak bisa menebak apakah tersimpan kerugian di balik kemenangan tersebut atau tidak.

Tidak berhenti sampai di sana, Azul bahkan bersedia mendekorasi ulang Mostro Lounge dan meyakini bahwa dorm Octavinille yang terletak di bawah air, akan menjadi tempat favorit seluruh murid di tengah-tengah teriknya musim panas.

Waktu Satri bercanda dan mengatakan, “Azul-san seharusnya mengubah akuarium di Mostro Lounge menjadi kolam renang. Di sekolah kita, hanya Savanaclaw yang memfasilitasi kolam untuk murid-muridnya. Padahal kalau panas-panas enaknya berendam, kan?” Gadis itu tidak menyangka usulan asalnya akan masuk ke dalam daftar perubahan. Lalu entah apa alasannya, Azul tidak mendiskusikan bagian yang satu itu dengannya.

Kolam renang Mostro Lounge, dibuka setiap hari libur. Hari libur hanya istilah yang digunakan untuk libur sekolah, tentu saja semua pegawai Mostro Lounge tetap diwajibkan hadir. Khusus hari itu, pemesanan makan dan minuman hanya diperuntukkan bagi pengunjung kolam atau take away. Untuk mengatasi kalau-kalau pengunjung membludak yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, ada pembatasan setiap harinya.

Meeh, aku tidak suka. Berarti kita harus sering-sering membersihkan akuariumnya.”

Untuk kali pertama, Satrinava setuju dengan keluhan Floyd. Namun, Azul meyakinkan mereka bahwa income yang akan diperoleh sepadan dengan uang bersih-bersih.

Untung aku bagian dapur, batin Satri lega. Menertawakan rekan kerjanya yang sudah pasang eskpresi masam di hari meeting pekan lalu.

---

Dari balik meja bartender, Satri tengah memperhatikan Azul yang baru menyelesaikan presentasi kecil-kecilan di hadapan Trey Clover dan Cater Diamond. Laki-laki bertopi fedora hitam itu menjelaskan secara singkat mengenai keperluannya berbicara pada dua penghuni dorm Heartslabyul tersebut.

Jauh sebelum sistem operasi Mostro Lounge diubah, Azul sudah lebih dulu mengajak Satri membicarakan sajian baru yang akan dimunculkan daftar menu. Karena Azul ingin nuansa musim panas Mostro Lounge benar-benar terasa spesial dan khusus, dia ingin sejumlah menu makanan diganti menjadi lebih sesuai dengan musim panas. Jadi, laki-laki itu menemui Satri pada suatu hari setelah jam sekolah usai, lantas mengajaknya bicara di halaman sekolah.

Selama berhari-hari, topik obrolan dan janji temu mereka hanya membahas perihal menu mana yang harus diganti dan apa penggantinya. Mempertimbangkan bahan-bahan untuk memasak, harga bahan tersebut di pasar, lama proses membuatnya, kemampuan mengolah para koki di dapur, mana menu yang tidak bisa digeser karena kepopulerannya di antara para pembeli, dan lain-lain. Walau kerap terjadi perbedaan pendapat, keduanya akhirnya menemui kesepakatan.

“Jadi, kau berniat membuka cabang Mostro Lounge khusus untuk musim panas ini dan ingin kami membantumu menentukan, mana makanan dan minuman yang cocok untuk jadi menu spesial?” Trey berkata, meringkas penjelasan Azul.

“Tepat sekali, Trey-san. Setiap pembelian satu set menu spesial, pengunjung akan diberi kupon hadiah. Namun, sebelumnya mereka juga akan diminta untuk melakukan vote mana makanan yang lebih lezat antara main-cafe dengan kafe cabang.”

“Ah, aku mengerti.” Cater memain-mainkan ujung rambutnya yang berwarna jingga. “Jadi untuk berpartisipasi dalam pengundian. Setiap pembeli, mau tidak mau harus mencoba kedua menu spesial dari kedua Mostro Lounge, ya?”

Azul tersenyum mantap. “Tepat sekali.” Dia benar-benar tahu bagaimana caranya meraih banyak keuntungan.

“Hm, kontes popularitas, ya.” Trey memperbaiki letak kacamatanya. “Kurasa, itu benar-benar ide yang bagus. Aku tidak masalah untuk membantu.”

“Terima kasih. Aku janji, kalau hasilnya memuaskan, kami akan membalas jasa kalian berdua.”

Satri tersenyum kecil. Dia duduk di bangku belakang meja sambil masih menatap punggung Housewarden Octavinille tersebut. Jade dan Floyd berada di sebelahnya, turut memperhatikan negosiasi yang tengah berjalan.

Gadis itu ingat Azul pernah tiba-tiba berkata, “Aku sudah beberapa kali membuka seasonal-branch cafe untuk Mostro Lounge. Sejauh ini, semuanya berhasil dengan hasil akhir memuaskan.” Dia tersenyum bangga.

Hari itu sore, kelas baru saja berakhir dan mereka berdua pun telah tuntas dengan daftar masakan yang akan tayang sebagai menu pamungkas edisi musim panas. Keduanya duduk bersandar pada sebatang pohon, kertas-kertas yang tadinya berceceran telah dirapikan dan sejumlah pulpen tanpa tinta pun telah ditumpuk menjadi satu untuk dibawa pulang.

“Kalau feedback-nya terus bagus, aku akan memperluas cabang ke seluruh dunia.” Ketika mengatakannya, Azul menatap Satri yang duduk di sebelah kanan sambil tersenyum. Cuaca hangat sore itu, ditambah cahaya jingga yang melewati tubuh ramping Azul. Membuat sosoknya terlihat berkilau bermandikan sinar.

Iya.”

Selama Satri mengenal Azul, lelaki itu jarang membicarakan kegagalannya. Dia selalu dan terus bersikap percaya diri, yakin, juga mantap. Sesuatu yang sangat Satrinava kagumi. Terkadang gadis itu bahkan lebih mempercayai Azul daripada dirinya sendiri. Bukan hal yang bagus memang, tetapi meskipun Satri percaya bahwa dirinya mampu. Dia tidak memiliki keteguhan hati sekeras Ashengrotto.

Terkadang penghuni dorm Scarabia tersebut ingin memuji Azul, berkata bahwa betapa laki-laki itu sangat berbakat sekaligus menunjukkan rasa cemburunya atas mimpi-mimpi yang hendak Azul raih. Namun, setelah semua kesempatan, dorongan, dukungan, dan penyemangat yang Azul Ashengrotto berikan. Satri merasa sangat bersalah ketika memikirkan bahwa beberapa hal di dunia ini, tidak bisa dia raih hanya dengan keinginan dan yakin.

Satri menopang dagu dengan dua tangan. Memandangi Azul yang tengah bekerja hari ini, membuat Satri teringat obrolan mereka beberapa pekan lalu.

---

“Kau juga bisa melakukannya.”

Sejenak ucapan itu membuat Satri menahan napas. Dia yang tadinya menunduk beralih menatap sang lelaki. “Maaf?”

“Aku bilang, kau juga bisa melakukannya.” Azul tersenyum.

“Kalau kau ingin menjadi pebisnis, maka lakukan. Mau jadi penulis? Terbitkan bukumu. Jadi koki, aku akan mendukung. Bahkan jika ingin menjadi atlit Spelldrive. Mau jadi motivator, dosen, insinyur, kerja di bidang keamanan sihir atau menciptakan inovasi produk sihir baru, jadi kepala sekolah, dokter, atau haki—”

“A-Azul-san. Mana mungkin aku melakukan sebanyak itu.” Satri meringis, memotong perkataan teman seangkatannya. “Kepercayaan diri juga ada kapasitasnya.”

Azul tertawa pelan melihat respons dan ekspresi gelisah Satri. “You only live once, it's a loss if you don't greedy.”

Satri ingat Azul juga mengatakan kalimat itu waktu mereka di tartarus. Dia ingat semua yang laki-laki itu katakan pada Riddle. Cita-citanya, mimpinya, keinginannya untuk memperluas jaringan di luar industri restoran. Semuanya, bahkan ketika Azul tak sengaja ketiduran sewaktu mereka beristirahat. Dia masih ingat semua itu.

“Aku anak tunggal, Satri. Ibu dan nenekku tipe orang yang sederhana, mereka tidak pernah mempermasalahkan apa pun. Sehingga aku tidak memiliki ambisi seperti sekarang.”

Azul membuang napas panjang. Dia mendongak sambil memegangi topinya. “Aku merasa dimanjakan dulu. Makan apa pun yang kumau, lakukan apa pun yang kuinginkan. Aku bahkan tidak belajar.”

Satri tidak menyela. Sejujurnya, dia sulit membayangkan Azul Ashengrotto yang tidak belajar.

“Kau anak bungsu, bukan? Kau mungkin tidak menerima dorongan sebesar kakak-kakakmu.” Azul menoleh pada Satri, tersenyum. “Jadi kau mulai membatasi diri dengan berkata; aku tidak mungkin bisa melakukan ini dan itu.”

“Itu tidak benar,” bantah Satri tegas, dia menggeleng. “Aku tahu seperti apa kemampuanku dan mana batasanku. Aku tidak akan membandingkan diriku yang seperti ini denganmu, aku juga tidak akan berkata bahwa kemampuanku tidak hebat. Ya, aku memang tidak sehebat dirimu dan itu tidak masalah.”

Satri berkata mantap. Dia percaya diri, itu pasti. Namun, kepercayaan dirinya pun ada batasan. “Aku hanya bilang, bahwa mustahil memperoleh semua yang kita inginkan. Aku tidak mungkin mencapai seluruh hal yang kumau.”

“Aku tidak memintamu untuk mencapai semuanya. Aku bilang, lakukan semua yang kau inginkan. Kau tidak perlu membatasi dirimu dengan berkata; bahwa kau bisa melakukan ini dan tidak bisa melakukan itu. Batasan itu hanya ilusi, di luar sana banyak orang-orang yang melampaui batasan mereka. Kau pasti sering melihat satu orang yang bisa melakukan banyak hal. Apa mereka ahli dalam setiap bidangnya? Tidak juga. Makin banyak hal yang kau kuasai, makin mudah bagimu untuk meraih keuntungan.”

Tangan Azul terentang. Tanpa menanti jawaban, dia kembali berkata, “Kita masih muda. Kau bisa mencoba banyak hal sambil tetap menekuni salah satunya. Tidak masalah juga kalau kau hanya mau menjadi profesional di satu bidang. Karena semua itu, ....”

Azul tampak sengaja menjeda kalimatnya, menanti balasan Satrinava. Gadis itu tertawa sumbang sambil menggeleng. Akhirnya mengeluarkan kalimat pamungkas yang selalu dia gunakan untuk meyakinkan atau membujuk Azul.

“Tidak akan ada ruginya.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro