Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

0.1 || Every Story Has A Beginning

"How are you?"

•••

Karasuno, 3rd December, 2015.

Diam bukan berarti tidak peduli, tapi Tsukishima Kei hanya tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya.

Keberadaan Yamaguchi Tadashi sebagai temannya bagaikan sebuah keajaiban. Tadashi dapat mengetahui suasana hati Kei tanpa Kei perlu mengungkapkannya secara langsung.

Hubungan pertemanan masa kecil mereka sangat erat. Bahkan tanpa perlu Kei menjelaskan apapun kepada Tadashi, lelaki dengan noda bintik di wajahnya itu tahu bahwa ada hal buruk yang terjadi pada Kei.

Tadashi tahu, tapi dia memilih untuk diam. Karena dia yakin, kalau Kei sudah siap untuk bercerita, maka suatu saat lelaki berkacamata itu pasti akan menceritakan semua kepadanya.

Seperti pada pagi ini, lingkar hitam di bawah kelopak mata Kei semakin pekat. Tadashi mencoba mengabaikannya, meski rasanya sulit karena mereka sering latihan bersama.

"Tsukki, kau baik-baik saja?" tanya Tadashi begitu mereka sedang beristirahat.

"Hm," balasnya singkat.

Tadashi menaikkan sebelah alisnya, menatap Kei dengan tatapan tidak percaya. "Begitu ...."

"Hei, Tsukishima!" Satu panggilan dari lelaki berambut oranye sukses membuat Kei berdecak sebal, merasa terganggu. Hinata Shouyo berjalan menghampiri kedua lelaki bertubuh jauh lebih tinggi darinya. Meskk begitu, tak terlihat satupun raut khawatir dari wajah Hinata. Justru sebaliknya, dia terlihat begitu percaya diri. "Hari ini kamu terlihat lemas, meski memang tiap hari lemas, sih. Ya, pokoknya hari ini lebih lemas dari biasanya!"

"Lalu?"

"Sebentar lagi, 'kan, kita ada latih tanding! Kalau kau nanti sakit, kekuatan block kita akan menurun, tahu!"

Hinata ternyata mencemaskan Tsukki? Tadashi tersenyum tipis.

"Ya kalau dia sakit, kan masih ada aku, bodoh." Kageyama muncul sembari menebas habis air dari botol minum, menatap Kei dengan pandangan merendahkan.

"Kau tidak perlu memaksakan diri, Raja. Kalau kau yang memaksakan diri, nanti justru kau yang sakit dan menangis di pelukan ibumu." Kei berkecak pinggang, menyeringai lebar.

Urat kekesalan tercetak dengan jelas di kening Kageyama. Lelaki itu menggulung lengan jaketnya, berjalan menghampiri Kei. "APA KATAMU? DASAR MATA EMPAT!"

"Sudah, sudah." Tadashi tersenyum maut, mendorong wajah Kei dan Kageyama bersamaan. "Apa kalian tidak malu dilihat oleh adik kelas kalian? Jangan berlaku buruk di sini."

Hinata menegup air liurnya. "Aye aye, Kapten."

***

Kei melangkahkan kakinya memasuki sebuah bangunan bercat putih dengan bau yang begitu menyengat. Kei sangat membenci tempat ini, tetapi dia tidak memiliki pilihan lain selain datang ke sini.

Kenapa? Karena seseorang yang begitu berharga baginya berada di tempat ini.

Meski tidak suka, meski terpaksa, dia tetap harus datang ke sini untuk menemuinya. Setidaknya selagi dia bisa.

Kei tidak ingin ada penyesalan.

Dia berhenti di depan sebuah pintu dengan papan nama "Tsukishima" pada dinding sampingnya. Tanpa berpikir dua kali, lelaki berkacamata itu segera membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam.

"Kei! Hari ini kau datang lagi, ya!"

Suara familiar yang begitu ceria terdengar menyambutnya begitu dia melangkah masuk. Suara itu memang membawa kebahagiaan. Namun, di saat yang bersamaan, suara itu juga terasa begitu perih.

Seorang laki-laki berkepala tiga dengan rambut pirang berkulit pucat duduk diatas ranjang. Tali infus dan segala macam mesin kesehatan berada di sekelilingnya. Itu pemandangan yang mengerikan, sungguh.

Kei dapat menangis hanya dengan melihat ini, jika mengingat dulu bahkan orang yang ada di hadapannya saat ini pernah berlari bebas bersamanya.

"Kakak, bagaimana kondisimu?" tanya Kei sembari meletakkan plastik berisi buah-buahan di atas nakas.

"Kondisiku semakin membaik!" Akiteru menjawab dengan penuh semangat. Sepertinya dia sangat senang atas kehadiran sang adik. "Aku bahagia sekali kamu datang!"

"Jangan hiperbola. Aku, 'kan, datang setiap hari. Ibu juga." Kei mengupas beberapa buah apel, meletakkannya ke piring, kemudian menyerahkannya kepada Akiteru. "Lagipula aku takkan lama."

"Kamu ada tugas sekolah?" Akiteru bertanya dengan wajah kecewa.

Kei terdiam, mengembuskan napas pelan. "Tidak ada, sih."

Hanya dalam persekian detik, raut wajah Akiteru berbinar. "Kalau begitu, mau bermain catur bersamaku?"

"Lagi?" Kei merapatkan bibirnya, memandangi wajah sang kakak yang begitu pucat. "Baiklah, tapi hanya sebentar."

"Terima kasih, Kei!"

"Jangan peluk aku!"

Andai ada cara untuk menghentikan waktu, Kei pasti sudah melakukannya.

***TBC***

31-12-20

Note
💃🕺👯

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro