Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mistake 2

"Sugawara-san, Anda baik-baik saja?"

Pria yang ditanya hanya mendongak sambil melambai ringan pada rekan sesama gurunya. Sekarang sudah menunjukkan jam waktu istirahat jadi banyak guru yang keluar dari ruangan, tersisa hanya beberapa penghuni saja--termasuk Sugawara Koushi, yang bekerja di sebuah sekolah dasar sebagai guru tetap.

"Ah, saya baik-baik saja, kok." 

"Tapi muka Anda pucat."

"Mungkin perasaan Anda saja. Saya tidak panas di dahi."

"Ya, ya. Jika memang begitu maka baiklah. Saya titip ini untuk Sakuraba-san, dia mengajar setelah Anda, bukan? Dia agak telat datang karena harus mengantar anaknya pindah ke Yokohama." jelasnya pada pria tersebut.

Mengangguk sambil menerima beberapa lembar kertas tugas, Koushi menyanggupi. "Jangan khawatir. Saya akan menyampaikannya nanti. Terima kasih, Takabane-san."

Yang bersangkutan hanya mengangguk singkat dan pergi berlalu dari sana, tak tahu kalau dirinya menghela nafas dengan lelah dan berat. Pria tersebut memegang kepalanya sambil menyender di meja, tak bisa berpikir apa-apa karena terganggu akan memori yang lalu.

Sampai sekarang, kejadian hari itu cukup membuatnya tak habis pikir--bagaimana bisa ia bertindak dan berakhir dengan keadaan seperti itu?!

"Bodoh, kau bodoh, Sugawara Koushi... Argh, sungguh memalukan..." gerutunya dalam menahan kesal akibat kesalahan yang terjadi di hotel kala itu.

Sugawara Koushi bersumpah untuk tidak mabuk lagi setelah menyadari bahwa ia telah tidur bersama dengan sahabatnya sendiri, seorang polisi, rekannya sendiri, mantan kapten voli SMA Karasuno; Sawamura Daichi.

Tak ada yang bisa diputar selain memainkan penyesalan yang selalu jadi bagian akhir kala kejadian itu telah terjadi. Jika saja ada lubang kubur massal, Koushi akan sukarela masuk agar ditelan bumi saja!

Yang hanya bisa ia ingat adalah pesta pernikahan yang meriah, bau alkohol yang menyengat, dan suara Daichi yang serak memanggil namanya.

Waktu dirinya tersadar, yang dirasakan kepalanya sungguh berat dan pusing. Bahkan seluruh badan terutama pinggulnya terasa ngilu. Keluhannya sampai menyebabkan ringisan, sebelum beberapa menit kemudian mereda perlahan.

Koushi mencoba dudukperlahan, mengedarkan kepalanya ke sekeliling kamar. Semuanya tampakrapi seperti biasa.Namun saat ia menunduk ke lantai berbalut karpet beludru halus, ada dua potong setelan baju yang terlihat dibiarkan berantakan begitu saja di sana. Sepatu, kaos kaki, serta dasi pun juga tak ketinggalan berserakan menghiasi pemandangan bawah.

Sejenak dirinya bingung mengapa ada dua setelan, sebelum mendengar dengkuran tepat disampingnya.

...Tunggu dulu.

Terbelalak, Koushi menoleh patah-patah dan betapa terkejutnya bahwa yang berada satu ranjang dengannya adalah sahabatnya!

Sawamura Daichi sedang tidur dengan pulasnya, mendengkur halus sambil berenang di alam mimpi. Badannya penuh cakaran kuku dan telanjang dada--tunggu, sepertinya dia tidak pakai celana!

Koushi menatap badannya sendiri dan menyesali keadaannya saat ini. Di dada dan perutnya banyak sekali kissmark, belum terhitung dengan leher dan paha saat ia mengobservasi dengan rabaan tangan sendiri. Pria itu bahkan melihat di meja samping ranjang ada beberapa belas gulung tisu juga beberapa kondom yang dibuang di tempat sampah.

Mati aku.

Dirinya tak menyangka bahwa akan bangun tidur dalam keadaan fase terguncang, setelah mengetahui keadaan mereka telah berubah menjadi seperti itu, pengaruh mabuk yang berat membuat keduanya jadi bertindak tanpa akal sehat.

Koushi mencoba perlahan turun dari kasur namun merasa ada yang memegang tangannya, yang ternyata adalah tangan Daichi yang masih tertidur lelap.

Perasaan bersalah menaunginya, sebelum perlahan melepas dengan hati-hati dan mendekati wajah Daichi. Ia memandangi pria yang terlihat muda jika tidak bertingkah seperti polisi yang keras dan tegas.

"Terima kasih, Daichi... Maafkan aku."

Koushi berbisik sambil tersenyum lirih, menghadiahkan kecupan pelan di dahi pria yang tengah tertidur sebelum segera enyah dari sana.

Dan begitulah cerita dari kilas balik di memori. Setelah berpakaian secepat mungkin, Sugawara Koushi langsung kabur setelah cinta satu malamnya berakhir--dengan tak elitnya ia kabur dari tempat kejadian perkara.

Rasanya Koushi seperti sangat menanggung malu jika untuk mengingatnya sekali lagi. Ia bahkan tak ingat bagaimana bisa mereka sampai telanjang berdua--satu kasur pula! Melakukan hal dewasa! Tanpa kesadaran sama sekali!

Koushi itu tidak belok! Sungguh!

Koushi tidak belok sama sekali!

Eh, tapi tangannya cukup hangat... Argh, hentikan! Pokoknya Koushi tidak belok!

Pria muda itu memukul kepalanya sendiri seperti orang gila, menjambak rambutnya dan menghela nafas.

Takkan ada habisnya jika dirinya memikirkan hal tersebut. Sekarang Koushi harus fokus.

Sembari melihat jam, pikirannya tertuju pada kelasnya nanti setelah jam makan siang. "Ah, aku harus bersiap sekarang." gumamnya sembari berdiri.

Sekarang, Koushi takkan mengingat dulu, ia masih harus mengajar anak-anak!

~000~

"Sampai besok, sensei!"

Hanya lambaian tangan ringan dari Koushi sebagai balasan saat diberikan kalimat perpisahan para murid-murid yang riang. Reputasinya sebagai salah satu guru favorit membuatnya cukup mudah untuk berinteraksi dengan para tunas pendidikan yang baru berkembang di masa kanak-kanak.

Bahkan banyak murid perempuan yang memintanya untuk jadi suaminya kelak saat besar, hal ini membuat dirinya betah untuk mengajar anak-anak polos seperti mereka. Ia tidak berusaha untuk membiaskan murid mana pun. Yang pintar sampai yang lambat, atau pun anak laki-laki badung sekali pun akan Koushi bimbing dengan senang hati demi meraih prestasi gemilang.

Sekarang, Koushi mengawasi para murid pulang di gerbang depan bersama beberapa guru wanita.

"Sugawara-san!"

Panggilan itu membuatnya menoleh. Seorang guru wanita yang sering mengajar kelas 1 mendekatinya, bersamaan dengan satu anak lelaki yang terlihat pendiam menggandeng tangan wanita tersebut.

"Bisa tolong antar anak ini untuk menyebrang jalan di sana? Saya harus ke toilet dulu, saya mohon!"

"Baiklah, mari saya yang lakukan."

Guru tersebut membungkuk minta maaf dan menepuk kepala anak lelaki berambut hitam pendek tersebut.

"Hori-kun, Sugawara-sensei akan mengantarmu untuk menyebrang. Sensei ada urusan toilet dulu di sekolah. Jadi anak baik dan pulang ke rumah, ya."

Yang dipanggil dengan sebutan Hori pun mengangguk pelan dan menggandeng tangan Koushi, sebelum wanita itu lari karena kebelet.

Dalam hati, Koushi ingin mencubit pipi anak tersebut yang memerah bak bakpao. "Nak, rumahmu di mana? Sekalian sensei antarkan kalau kau takut."

Hori mendongak menatapnya dengan wajah polos, mata bermanik madu tersebut bisa melengketkan siapa saja yang menatapnya.

"Saya... Saya bisa sendili. Kata ibu, saya halus mandili, sensei." Aduh, manis sekali anak ini! Jadi ingin karungin!

Tahan dirimu, Koushi. Jangan membuat takut muridmu dengan pikiran seperti itu. "Berbahaya kalau sendirian. Ayo, sensei antarkan. Kau tunjukkan jalannya."

Akhirnya, Koushi berjalan bersama Hori yang menunjukkan arah jalan pulang ke alamat rumahnya. Keduanya sampai di jalan raja dengan lampu lalu lintas dan garis penyeberangan.

"Nanti menyebelang lalu belhenti di depan toko daging, sensei... Itu lumah saya." "Mhmm, baiklah, Hori-kun."

Ketika lampu hijau menyala, keduanya berjalan melewati jalan raya di garis penyeberangan bersama beberapa orang lainnya. Namun saat sampai di pinggir sisi trotoar, terlihat seseorang yang selama ini tak ingin dilihatnya.

Seorang pria yang tegap berpakaian polisi dan tengah mengatur lalu lintas pun menyingkir ke pinggir jalan, sebelum kepalanya menoleh dan terbelalak--badannya membatu meski memegang bendera penyeberangan jalan.

"Sugawara...?"

Oh, tidak.

Dia benar-benar sudah mati!

.

.

.

To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro