10
Mendapati eksistensi Oikawa Tooru kembali, [full name] tiba-tiba terkesiap. Laki-laki ini memang sejak awal dapat impression yang kurang ramah memang, tapi gadis itu tak menyangka, Oikawa bisa menatapnya lebih tajam dari yang sebelumnya sekarang.
"Apa yang terjadi?" Tanya Shirofuku Yukie. Tadi gadis itulah yang meminta Oikawa menghampiri ketiga member perjodohan yang sedang berkumpul di tempat judi. Bingung pula kenapa ditengah acara seperti ini mereka sempat-sempatnya bertaruh uang.
"Hanya ingin bertaruh sebentar saja katanya," balas Oikawa simpel. Tak mau dan tak bisa menjelaskan alasan sebenarnya walau ia mengetahuinya pun. Laki-laki itu hanya kembali melirik [name] dengan tatapan intimidasinya.
"Kok gak ngajak-ngajak, sih, ya," sambar Bokuto.
"Kamu jangan ikut-ikutan," Tahan Yukie, "kita kan di sini ada untuk bersenang-senang bersama. Bukan judi sendirian."
Bokuto membuang napas pelan, berikutnya mengendikan bahu, "ya sudah. Kita pesan minuman saja lagi."
[Name] sempatkan untuk melabuhkan atensinya ke pojok ruangan. Sebenarnya agak merasa sepi, apalagi sejak tadi hanya mereka bertigalah yang terus mengajaknya bicara.
Denting bola pada permukaan kayu terdengar samar teredam nyanyian. Walaupun begitu, sang bandar yang berdiri disamping roda yang telah pelan berputar menoleh.
"24."
Pria dengan helai abu mendesah pelan begitu dilihatnya chip-chip yang ia pasang ditarik begitu saja ke sisi sang bandar.
"Kurang beruntung, eh?" Ejek Kuroo Tetsurou pada Semi Eita. Sambil menatapi juga kepingan-kepingan taruhan yang sedang dibersihkan. Lalu menyisakan chip-chip yang terpasang pada angka 24. Tidak lain adalah kepingan taruhan milik Kuroo dan Iwaizumi Hajime.
Meneguk minuman yang tadi dibawanya dalam genggaman, Semi mengendikkan bahu, "mungkin keberuntunganku bukan di sesi taruhan ini."
Kuroo Tetsurou menyunggingkan senyum miring mendengarnya. Dia lalu menangkap sang bandar memberikan gunungan chips pada Iwaizumi.
"Perjodohan membawa banyak uang, ya, Iwaizumi," celetuk Kuroo kemudian.
"Ya, berkat kalian juga," balas laki-laki itu.
"Kalau begitu mau kau tinggalkan kami untuk taruhan utamanya?"
Iwaizumi mendengus, "uang itu bonus. Taruhan utamanya yang paling aku incar."
Mendengarnya Kuroo tertawa. Tak menyangka kenalan-kenalannya ini sangat ... Sportif? Menargetkan satu wanita yang sama, dan tak mau ada yang mengalah.
"Tidak mau langsung saja? Uang kita sudah pindah tangan semua, tuh, ke Iwaizumi," ucap Semi di samping Kuroo. Iwaizumi yang mendengarnya hanya tertawa-tertawa kecil menanggapi.
Merasa tak punya cukup banyak waktu, Kuroo pun menjawabnya dengan embusan napas, "ayo. Lagipula kita sudah meninggalkan meja cukup lama."
Dengan hal itu, Kuroo menyiapkan selembar uang. Semua chip yang tersisa milik Iwaizumi, Semi, maupun dirinya juga segera ditukar kembali menjadi uang. Lalu membeli chip baru dengan nominal yang serempak. Itu aturan taruhan dari mereka sendiri.
Selagi sang bandar memberesi kepingan-kepingan berwarna menjadi rapi lagi, Kuroo, Semi, dan Iwaizumi menempatkan chip mereka dengan hati-hati. Sebab taruhan kali ini tidak hanya akan membawa uang dalam kemenangan. Tapi seorang wanita juga bisa ikut ke dalam genggaman.
"Ngomong-ngomong, Iwa, kenapa kau tiba-tiba menghampiri kita di sini? Kau sudah tau rencananya dari Kuroo?" Semi Eita bertanya sambil menempatkan empat keping di tengah empat angka 23, 24, 26, dan 27.
"Tidak sama sekali," jawab Iwaizumi yang juga sedang sibuk menyusun taruhan, "aku menghampiri karena [name] mencari kalian berdua."
Kuroo bersiul, "sainganku berat di Semi, ya, sepertinya."
"Aku juga akan jadi sainganmu," tambah Iwaizumi, tak mau kalah, "aku gak akan lepas wanita mandiri yang tak suka mabuk-mabukan seperti [name]."
"Wow, tipemu yang alim?"
"Manis. Dia juga manis," jawab Iwaizumi tersebut.
Setelah beberapa saat, chip yang baru mereka beli sudah kandas seluruhnya di atas angka taruhan. Ya, mereka bermain di inside bet.
"Brengsek, kenapa gak ada yang straight up?"
"Kita buat sengit, lah."
Semi mendengus, konyol sekali ternyata taruhan mereka bermain di corner, street bahkan double street. Tidak ada yang berani menempatkan hanya di satu angka. Tak mau mengalah sama sekali, kah?
Bunyi denting kelereng kecil berputar, sang bandar, Hinata Shouyo merentangkan satu tangannya ke atas tabel taruhan, "ok, no more bet, Sir."
Tanda bahwa mereka hanya tinggal menunggu hasil, dan tak boleh ada yang diubah.
Trak trak tak.
"18."
Dua chip yang berada di split 15 dan 18 milik Kuroo, satu chip corner bet milik Semi, dan satu chip street bet milik Iwaizumi berdiri selamat dari chips lain yang telah dibawa sang bandar untuk kembali.
Ketiga pria itu membuang napas, masih ada kesempatan yang berat untuk menang walau tak dapat banyak chip yang tersisa.
Sambil memberikan chips hasil taruhan, Hinata Shouyo sebagai bandar mengukir senyum miring yang tipis.
"Mau tukar chip lagi, Sir?" Tanyanya.
Tapi ketiga pria itu hanya menggeleng. Mereka tetap berjalan sesuai peraturan yang telah mereka buat.
Kuroo, Iwaizumi, dan Semi kembali menyusun taruhan dengan chips sisa yang tadi mereka dapatkan. Sementara sang bandar, Hinata Shouyo memberesi chip-chip yang kembali ke tangannya, lalu melirik kecil taruhan angka mereka.
Tabel angka kali ini lebih terlihat sepi dibanding yang tadi. Apalagi ketiga pria di hadapannya banyak memasang taruhan diangka yang hampir sama, entah street, atau corner. Intinya masih terlihat tak mau kalah.
Sayangnya mereka tidak tau trik kotor dalam dunia judi. Bukan. Mereka menolak sadar.
Hinata Shouyo meraba remot kecil yang tadi diselipkan oleh rekannya dalam saku. Dan benda inilah yang akan membantunya menang.
"Any bets?"
Ketiga pria di hadapan Hinata terdiam menatapi meja judi. Kuroo tampak ragu, namun akhirnya dia memindahkan corner ke street.
Membuat Hinata masih tetap bisa tersenyum. Toh, tamak empat atau satu baris angka, jika ada satu kotak kosong, Hinata Shouyo bisa memanfaatkannya.
"Oke, no more bets."
Hinata memutar roda lalu melempar kelereng kecil agar menari di dalamnya.
Dalam hati, sang bandar itu mendesis. Dia mengucapkan selamat tinggal pada tiga pria brengsek yang menjadikan kakak kelas sekaligus mantannya sebagai bahan taruhan. Sebab putaran rolet ini, akan jadi putaran terakhir untuk mereka.
Dan sama seperti uang, apa yang tadi pria-pria itu pertaruhkan, akan menjadi hak milik Sang Bandar jika mereka telah kalah.
.
"On this dangerous Roulette, and with this thrill, I bet on it to take you and run away."
.
"Kenapa dia sampai mabuk seperti ini?"
Sekembalinya Kuroo Tetsurou, Semi Eita, dan Iwaizumi Hajime, mereka cukup dikejutkan oleh [full name] yang setengah tak sadarkan diri sambil menenggelamkan separuh wajahnya di atas meja.
"Ah itu ... Kayaknya dia nyobain schnaaps punyamu, Kuroo, lalu ketika habis, dia pesan lagi sendirian," jawab Bokuto Koutarou yang sebenarnya agak lalai juga memerhatikan apa yang dilakukan [name] karena asik dengan obrolan mereka.
Dapat penyampaian seperti itu, ketiga pria yang baru saja kembali dari tempat judi tampak saling menghela napas.
Iwaizumi dengan lembut mengusap helaian rambut yang menutupi separuh wajah yang ia akui sangat manis hingga bisa membuatnya tak mengalah pada teman-temannya.
"Kau tau rumahnya, Yukie?"
Iwaizumi, Semi, dan Kuroo sontak saling menatap satu sama lain ketika pertanyaan dari Kuroo tadi terlontarkan.
"Tau, tapi biar aku saja yang mengantarnya ke rumah."
"Aku akan langsung membawanya pulang, kau pasti masih ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Bokuto, kan?"
"Siapa yang akan membawa pulang siapa?" Semi menyambar tajam. Sepertinya mereka masih tak mau kalah.
Kuroo merapatkan diri, lalu berbisik, "coba logis aja Semi Eita. Walau taruhan terakhir kita tidak ada yang menang, siapa yang dapat chip paling banyak sepanjang permainan?"
"Aku," Iwaizumi berani menjawabnya dengan percaya diri. Membuat Semi jadi mendengus sarkas pada Kuroo.
Kuroo melirik tajam kedua saingannya bergantian, "kita pakai mobilku. Taruhannya dilanjut dikesempatan berikutnya."
Akhirnya dengan jalan tengah itu, ketiga pria tersebut mengucap izin untuk mengantarkan [full name]. Tentu saja itu mengundang pertanyaan kenapa sampai tiga-tiganya bersikeras mau mengantarkan gadis hampir tak sadarkan diri tersebut. Begitu pun dengan reaksi Oikawa Tooru yang hanya bisa mendengus.
Di lobby, Semi Eita ditinggalkan bersama [full name] berdua saja. Iwaizumi tadi izin dulu ke toilet, sementara Kuroo pergi untuk mengambil mobil. Dengan kalimat ancaman, baik Kuroo dan Iwaizumi akhirnya mempercayakan Semi untuk ditinggalkan. Tentu saja, mereka tak mau ada kecurangan.
Menatapi wajah lembut sang gadis yang terpejam sambil sesekali bergumam, Semi menoleh kaget begitu sebuah bayangan menggelapi wajah [name].
"Temannya Kak [Name], ya?"
Sosok kecil bertopi itu tersenyum hangat pada Semi.
"Siapa?"
"Anu, aku sepupunya. Bibi bilang aku harus jemput kak [name] karena sudah malam."
"Aku yang akan mengantarnya pulang."
"Bibi pasti akan marah jika mencium bau alkohol dalam tubuh anaknya apalagi dibawa oleh pria tak dikenal ..."
.
.
.
Kuroo Tetsurou mengernyit begitu mendapati Semi Eita kini hanya duduk sendiri dalam lobby.
Tetapi sebelum mulutnya itu mengutarakan pertanyaan dalam pikirannya, Semi lebih dulu menggumam.
Pria yang lebih pendek darinya tadi, senyumnya, dan juga helaian orange yang terkuak dibalik topi hitamnya, membuat Semi Eita merasa bodoh.
"Bandar brengsek."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro