Bab XXIX
Qilla sampai di hotel dengan wajah cerah. Entah ke mana perginya pasangan kekasih itu. Yang tak lain dan tak bukan adalah Leo dan Say. Di kamar hotel ia tengah sendiri. Membuka godiebag yang Rey berikan tadi.
Ah, malu sebenarnya ketika ia mengingat Rey mengungkapkan perasaannya tadi. Apa Rey berniat menjadikannya pacar atau hanya menyatakannya saja. Entahlah. Yang jelas Qilla merasa sangat senang hari ini. Ya, meski agak berat melepas Rey pergi ke negeri jiran sana.
Qilla celingak-celinguk, memperhatikan sekitar kamar hotelnya dengan waspada. Syukurlah Say sedang pergi bersama Leo. Ia jadi bisa leluasa membaca surat pemberian Rey.
Di dalam godiebag, berisi tiga buah buku notebook, beserta beberapa surat. Mungkin tiga atau empat? Entahlah. Qilla belum sempat menghitungnya. Di depan notebook itu terdapat sebuah kalimat yang tertulis di atas sebuah kertas berwarna biru.
Tulis di sini jika kamu sedang merindu.
Pipi Qilla bahkan sampai bersemu saat membaca sebuah kalimat itu. Tak menyangka jika Rey bisa melakukan hal ini. Hal ter-romantis yang pernah ia temui. Meskipun Rey kini tak berada di sampingnya. Qilla membayangkan Rey tengah tersenyum malu sembari menyerahkan notebook itu. Ah, Qilla terlalu menghayal.
Ternyata terdapat tiga surat dalam godiebag itu. Tiga di antaranya beramplop dengan warna berbeda. Qilla memilih mengambil warna biru langit untuk ia baca terlebih dahulu.
Ini surat pertama yang lo ambil atau justru surat terakhir?
Gue hanya ingin mengungkapkan apa yang selama ini gue pendam, sendiri.
Ehm, gue tau ini agak menjijikkan. Atau justru memang menjijikkan? Eh, memalukan maksudnya.
Gue cuma mau bilang, kalau gue merasa ada hal yang enggak beres pas waktu kita barengan. Lo nyentuh gue ataupun gue yang jahilin lo. Semata-mata gue merasa bahwa gue ingin selalu jadi perhatian lo. Tapi gue tau, gue enggak bisa.
Lo itu ... Gadis tergalak yang pernah gue temui. Catat, TERGALAK. Gue pake capslok biar lo tau kalau lo itu galak. Hehehe. Canda. Eh, tapi gue beneran sih. Lol.
Tapi Qil, saat gue nyatain perasaan gue tadi atau mungkin kemarin, lo enggak merasa aneh?
Kayak merasa. Ih, si Rey ini kenapa sih. Gaje banget. Pasti ngerjain gue lagi.
Enggak gitu kan, Qil? Gue tau kok, lo itu orangnya peka. Iya tau, enggak kek gue. Enggak usah ketawa. Karena gue yakin lo ketawa saat ini.
Benar. Rey benar. Qilla memang tengah tertawa. Padahal gadis itu tahu kalau suratnya benar-benar receh. Tak ada lucu-lucunya sama sekali. Tapi entah kenapa gadis itu malah tertawa.
Gue sering deg-degan pas lagi sama lo, gue sering merasa gugup dan gue sering merasa blushing. Hahaha, lucu ya, cowok kok bisa blushing.
Krik-krik.
Gue sendiri bahkan enggak tau kenapa gue nulis beginian. Terasa seperti panggilan hati. Karena memang, gue enggak pernah niat bikin ginian. Sumveh deh.
Tapi beneran deh. Gue cinta sama lo. Tapi enggak dalam pandangan pertama. Itu kata Leo sih. Tapi gue beneran merasa kalau gue udah jatuh cinta sama lo. Alah, kebanyakan tapi.
Oh, ya. Gue udah nyiapin sesuatu buat lo di panti. Entar lo ke sana ya. Ambil sesuatu itu di sana. Gue udah kasih petunjuk kok. Yah ... Gue harap petunjuknya enggak hilang. Dan gue harap lo senang dengan sesuatu itu.
Lanjut surat selanjutnya. Kalau surat ini adalah surat pertama yang lo buka, maka selanjutnya lo buka surat warna pink. Karena kalau gue tulis di sini semua, enggak bakal muat. Sebelumnya, gue minta lo jawab jika di surat selanjutnya berisi pertanyaan. Lo jawab pas gue udah nyampe ya. Ntar gue telfon. Hehehe.
Qilla menutup suratnya. Memilih surat berwarna pink sesuai dengan apa yang Rey katakan. Lalu membukanya.
Aku tak tau apa yang terjadi denganku
Mengapa bisa perasaan ini, jatuh padamu
Kita tumbuh bersama
Dalam ruang lingkup yang sama
Bertengkar setiap waktu
Setiap saat
Awalnya aku tak pernah merasakan hal ini
Semakin lama semakin jadi
Jantungku tak karuan saat kamu berada di sampingku
Rasanya selalu gugup jika bersamamu
Aku tak tahu apa yang terjadi denganku
Hingga suatu malam, aku bertanya
Pada temanku tentu saja
Dia bilang, aku jatuh cinta
Padamu
Tapi aku ragu
Benarkah aku jatuh cinta padamu?
Waktu bergulir begitu cepat
Sangat cepat hingga suatu hari aku menemukan jawabannya
Ya, aku benar-benar jatuh cinta
Padamu tentu saja
Senyummu
Suaramu
Selalu terpatri dalam ingatan
Dan akan selalu di kenang dalam kenangan
Aku rindu
Aku cinta
Padamu tentu saja
Mau kah suatu saat nanti bersama?
Bersamaku tentu saja
Menikmati hari senja bersama
Menikmati waktu tua bersama
Will you marry me?
Qilla tersenyum lebar. Benarkah Rey melamarnya?
Itu bukan puisi. Beneran deh. Gue enggak bisa bikin puisi. Hanya rangkaian kata yang berasal dari hati yang paling dalam. Eaa.
Tapi gue beneran.
Will you marry me?
Tentu setelah gue lulus dengan gelar sarjana, lalu mendapat pekerjaan yang layak. Gue bakal lamar lo, langsung. Di hadapan orang tua angkat lo.
Next letter.
Qilla bersemu. Ah, mengapa Rey bisa jadi romantis seperti ini? Benar-benar tak bisa dipercaya jika itu adalah hasil tulisan tangan Rey. Tulisan rapi meski tidak sebagus tulisan anak perempuan pada umumnya. Tapi tetap saja, Qilla hafal bagaimana tulisan tangan Rey.
Hanya satu kalimat.
I love you better than more.
Cukup sudah Rey membuat dirinya seperti ini. Cukup sudah Rey buat Qilla melayang dan seperti tak ingin kembali turun ke tanah. Ah, ia harus cepat-cepat menelfon Rey. Berkata bahwa ia akan menerima lamaran cowok itu, kapanpun. Tapi Qilla tak tahu, Rey sudah sampai atau belum. Indonesia-Kuala Lumpur sepertinya tak akan memakan waktu yang cukup lama.
Demi menetralisir degupan jantungnya yang sedari tadi menjadi, Qilla memilih untuk menonton TV, sebelum menceritakan semuanya pada Say. Qilla yakin cewek itu akan iri padanya, secara kan Leo tidak romantis.
Qilla menaruh surat itu kembali dalam amplopnya masing-masing. Menyimpannya kembali dalam godiebag itu sebelum menaruhnya di atas meja.
Gadis itu menonton TV dengan senyum cerah. Masih membayangkan bagaimana seandainya Rey mengatakan hal itu, langsung padanya. Ah, ia pasti pingsan di tempat.
Siaran televisi berubah, yang semula menanyangkan sebuah sinetron lalu iklan tiba-tiba menyangkan breaking news. Yang Qilla tahu berisi berita-berita penting yang saat ini terjadi.
"Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan D2339 tujuan Indonesia-Kuala Lumpur, Malaysia, jatuh tepat di atas perairan Malaysia, baru-baru ini. Masih belum diketahui penyebab pastinya, namun salah seorang petugas bandara menyatakan bahwa pesawat jatuh akibat hilang kontak. Saat ini korban tewas yang telah ditemukan mencapai 49 orang dari 108 jumlah penumpang. Jumlah korban tewas ditanyakan akan terus bertambah. Demikian breaking news yang dapat saya sampaikan. Selamat siang."
Mata Qilla membulat. Benarkah? Ia harap bukan pesawat yang Rey tumpangi meski dengan tujuan yang sama. Iya, pasti bukan Rey. Rey-nya masih ada, ia masih selamat dan sekarang akan baik-baik saja di Malaysia sana. Qilla yakin itu.
Padahal Qilla tahu, kalau pesawat yang Rey tumpangi merupakan pesawat Gadura Indonesia. Tapi gadis itu tidak mau mengakuinya. Ia masih yakin jika Rey baik-baik saja, dan tidak menaiki pesawat jatuh itu. Ya, Qilla masih yakin.
Sebelum akhirnya, Say menghampirinya sembari menangis. Leo juga tengah mondar-mandir dengan ponsel di telinganya. Kekasih Say itu seperti tengah menangis. Terlihat dari gerakan tangannya yang berkali-kali mengusap matanya.
Sedangkan Qilla masih diam. Ia tidak mengerti mengapa Leo dan Say bersikap seperti itu. Qilla ingin tidak percaya pada berita itu tapi hatinya tidak. Hatinya percaya bahwa Rey ada di dalam pesawat itu. Namun pikirannya selalu menolak.
"Kita ke bandara lagi, ya. Gue harap lo bisa tenang," kata Say sembari mengusap air matanya dan mengusap bahu Qilla. Ia tahu Qilla tengah terguncang. Ia tahu Qilla berusaha untuk tidak percaya.
"Loh, ngapain? Bukannya Rey udah berangkat ya? Jam berapa sekarang? Tu cowok udah nyampe kayaknya."
Tangisan Say semakin keras ketika Qilla menanggapinya seperti itu.
"Hey, tenang. Kita ke bandara dulu, nyari tau kebenarannya. Gue yakin Rey baik-baik aja. Kita harus yakin itu." Leo berusaha menenangkan.
"Tapi buat apa? Rey udah sampai, enggak perlu kita cari lagi."
"Pokoknya kita ke bandara dulu, ya."
Qilla menggeleng keras. "Enggak mau. Orang gue yakin Rey baik-baik aja. Dia pasti enggak naik pesawat itu."
"Ikut aja dulu, ya." Leo berjongkok di depan Qilla dan Say yang saat itu tengah duduk di atas ranjang.
Akhirnya Qilla menangguk, menyetujui.
.
Sampai di bandara Soekarno Hatta, mereka disambut dengan suara tangisan dari orang-orang. Semuanya seperti tengah sibuk menantikan kabar. Kabar apakah orang tercinta mereka masuk ke dalam daftar penumpang tewas atau justru penumpang selamat.
Qilla semakin mengeratkan pegangannya pada Say saat mereka bertiga melewati kerumunan keluarga yang tengah menunggu serta menangis. Qilla, Say maupun Leo sama-sama berharap, jika Rey masuk ke dalam daftar penumpang selamat.
Gadis itu juga telah memahami dan berusaha menerima jika pesawat yang Rey tumpangi memanglah jatuh. Dalam hati Qilla senantiasa berdoa, semoga Rey selamat.
Tak sengaja, mata Qilla melihat seseorang dengan pakaian hitam dan hodie berwarna hijau lumut. Pakaian yang sama dengan yang Henny Saraswati kenakan saat hendak mengantar Rey tadi.
Qilla melepaskan genggamannya pada tangan Say, berlari menuju Saras yang sepertinya tengah ditenangkan oleh sang suami.
"Qilla! Lo mau ke mana?" Say dan Leo berlari menghampiri Qilla.
Saras beralih memeluk Qilla yang juga ikut menangis. Ia telah tahu kebenarannya. Wanita itu tahu kalau anak sulungnya masuk ke dalam daftar penumpang tewas. Ia tahu kalau anaknya itu telah pergi ... Selamanya.
Tuhan, haruskah begini di saat Saras ingin memperbaiki hubungan mereka?
"Rey ... Meninggal," kata wanita itu tergugu lalu memeluk suaminya. Tak sanggup mengatakannya lebih banyak.
"Tante bercanda, kan. Tadi Rey ada kok, dia pamit sama Qilla. Dia masih bisa senyum kok. Tante pasti bohong." Saras menggeleng.
Qilla yang tak percaya, bergegas pergi ke mana pun asal ia bisa tahu kalau Rey-nya masih selamat. Iya, Rey pasti masih selamat.
Hingga akhirnya ia melihat sebuah pengumuman berisi daftar penumpang tewas dan penumpang selamat. Di sana tertulis nama Rey di dalam kolom penumpang tewas. Qilla menggeleng. Tidak ini pasti bohong. Pengumuman ini pasti palsu.
"Yang ikhlas Qilla." Say merangkulnya ketika Qilla hendak meluruh.
"Itu bohong, kan, Say. Pengumuman itu palsu, kan. Rey enggak mungkin. Dia enggak mungkin meninggal, kan Say? Jawab gue!" Qilla histeris.
"Enggak. Pengumuman itu asli, Qill. Pengumuman itu benar."
"Enggak! Kalian bohong! Kalian bohong! Rey enggak mungkin meninggal. Enggak mungkin." Qilla benar-benar meluruh ke lantai, bersama Say yang tak sanggup menahannya.
Mereka berdua menangis bersama. Antara percaya atau tidak percaya bahwa Rey telah tiada. Cowok jangkung itu bahkan masih bisa tersenyum dan tertawa sebelum berangkat. Mana mungkin tiba-tiba meninggal seperti ini. Terlebih Qilla. Hatinya hancur berkeping-keping, saat tahu kalau Rey benar-benar meninggalkannya di saat ia juga merasa apa yang Rey rasa.
Qilla mencintai Rey. Tapi Rey pergi meninggalkan Qilla.
Lo jahat Rey. Lo jahat ninggalin gue di saat gue tengah membangun harapan-harapan gue bersama lo, batin Qilla dalam hati.
Bersambung...
Satu part lagi.
Maafkan untuk part ini yang feelnya belum terlalu kuat.
Feelnya masih kurang greget kan ya. Ntar diedit lagi nanti.
Btw, makasih yang udah bertahan sampai bab ini.
Besok, part terakhir. Doakan semoga saya lulus ya.
290818
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro