Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab XVI

Malam semakin larut. Tak ada lagi suara anak panti yang tengah ribut ataupun tengah larut dengan mainan. Semuanya telah terbuai dalam alam mimpi masing-masing. Kecuali Rey dan Qilla. Setelah sempat merasa takut karena dipergoki oleh Ibu dapur dan takut jika aksinya diketahui oleh bunda, mereka kembali melaksanakan misi itu.

Kali ini tanpa menyelinap ke kamar bunda, karena memang kunci cadangannya belum Rey kembalikan. Toh, bunda tak pernah menyinggung masalah kunci bukan? Bisa jadi kalau bunda tak mengetahui apapun dan ibu dapur masih merahasiakan aktifitas mereka di ruang kepala yayasan sebelumnya. Bisa jadi pula, bunda pura-pura tidak tahu dan membiarkan apa yang mau mereka berdua lakukan.

Lampu ruangan memang tetap dinyalakan, sama seperti sebelumnya. Semua masih terang benderang sebelum lampu yang semulanya menyala tiba-tiba padam. Lantas membuat mereka berdua berjengit kaget sembari memegang dada.

Satu lagi hal yang membuat mereka terhambat. Beruntung Rey membawa ponsel barunya. Kini ponsel tersebut difungsikan sebagai alat penerangan meski tak seberapa terangnya.

Qilla beringsut mendekati Rey. Bukan karena takut melainkan butuh penerangan yang lebih. Oleh karena itu malam ini misi mereka sedikit terhambat. Qilla selalu berada di dekat Rey, tak lagi mencar seperti misi sebelumnya.

Mereka kini tengah mencari di rak sebelah kanan meja. Qilla belum mencarinya sampai ke bawah. Mereka mencari satu persatu tanpa membuat isi rak tersebut berantakan. Main rapi asal tidak ketahuan oleh bunda apalagi kepala yayasan. Bisa gawat kalau sampai mereka berdua tahu. Tapi untunglah sampai sekarang mereka belum menemukan tanda-tanda bunda mengetahui apa yang tengah mereka lakukan.

Rak sebelah kanan meja, sudah mereka telusuri satu persatu. Namun tak ada dokumen berisikan nama Rey maupun Qilla. Apalagi nama donatur itu. Mereka berdua masih belum tahu, di mana Bu Tika menyembunyikan dokumen itu.

Berusaha adalah satu-satunya jalan untuk mereka saat ini. Dalam gelap serta penerangan yang seadanya mereka kembali mencari. Setidaknya sampai mereka merasa lelah.

Qilla sibuk mencari, sedangkan Rey sibuk menerangi. Memegangi ponselnya dengan lengan silih berganti. Meski sesekali cowok itu membantu mencari, tapi tak sebanyak Qilla mencari.

Cewek itu sebenarnya ingin mengomel. Tapi ia tahu, saat ini bukanlah waktu yang tepat. Bisa gawat jika Rey sampai ngambek karena terlalu sering ia omeli. Bisa-bisa misi mereka terancam gagal 100 persen.

Sebenarnya Rey tak tahan dengan keheningan yang menghampiri mereka sejak tadi. Rey butuh hiburan. Membuat Qilla kesal juga termasuk hiburan baginya. Senyum bangkit di bibirnya yang sedikit pucat.

"Qil...," panggil Rey pelan. Nyaris seperti bisikan.

Qilla tak menoleh, masih sibuk dengan tumpukan dokumen entah berisi apa di depannya.

"Qill." Rey memanggilnya lagi. Berusaha yakin jika Qilla akan termakan kejailannya lagi

"Apa sih?"

"Lo tau Roy Kiyosi enggak?" Rey bertanya dengan wajah sok polosnya. Berusaha sedemikian rupa agar terlihat meyakinkan di hadapan Qilla.

Qilla berhenti dengan dokumen-dokumen itu. Berbalik menghadap Rey dengan sebelah tangan di pinggang serta alis tertaut heran. Persis seperti mbak-mbak rentenir.

"Ya, tau lah."

"Gue mirip dia?" Perkataan Rey terdengar seperti pertanyaan dibanding pernyataan.

"Ngaco! Mana ada Roy Kiyosi model lo begini."

"Bukan mukanya tapi kemampuannya."

Qilla mengibaskan tangannya di depan muka. "Semakin ngaco! Gue hidup sama lo udah 17 tahun. Tau gue baik buruknya elo."

Rey bersemu. Perkataan Qilla seolah mereka telah lama berteman sangat dekat, meski kenyataannya tidak begitu. Qilla maupun Rey memang hidup bersama sekian tahun. Bukannya dekat, kerjaan mereka hanya bertengkar. Akur paling hanya sehari dua hari. Berbeda ketika mereka beranjak dewasa. Bertengkar memang masih menjadi ciri khas mereka ketika bertemu, tapi intensitasnya sudah sangat berkurang.

"Orang indigo itu enggak semua mau ya kemampuannya diketahui banyak orang. Khusus lo nih, gue kasih tau."

"Halah! Enggak percaya gue." Qilla kembali fokus dengan data yang mereka cari.

"Ya udah. Gue cuma mau ngasih tau, kalau di samping lo ada sesuatu."

Qilla yang memang tak percaya hal begituan, tak mengindahkan kalimat yang Rey lontarkan. Takut? Sama sekali tidak karena ia yakin Rey kembali berulah saat ini.

"Enggak percaya? Perlu gue buktikan?"

"Enggak usah, makasih. Gue enggak takut."

"Halah basi. Gue tau kok lo takut. Tapi pura-pura enggak takut. Entar deh kalau itu hantu lebih deket sama lo, baru tahu rasa."

Qilla terdiam. Membalas Rey hanya bisa membuang-buang energi. Daripada ia percaya dan tebuai akan perkataan Rey yang nyaris tidak ada benarnya, lebih baik ia kembali mencari apa yang memang mereka cari.

"Qilla, gue serius loh." Senyum Rey tetap mengembang meski kejahilannya terancam gagal.

"Bodo." Qilla berpindah tempat ke rak sebelah kiri meja. Rak yang kemarin sempat Rey geledah.

Rey tak lagi menyenter rak tempat Qilla mencari, melainkan menyenter wajahnya sendiri. Kelopak matanya ia lipat hingga bagian dalam kelopak itu terlihat. Lidahnya menjulur ke luar dengan arah miring. Sedangkan kepala, ia olengkan ke kiri. Qilla yang heran Rey tak lagi menyenternya kini berbalik.

Cewek itu berteriak heboh saat Rey menunjukkan ekspresi yang sebenarnya tidak seram. Tapi entah kenapa Qilla malah berteriak seperti tengah melihat hantu saja. Melihat reaksi Qilla yang demikian, membuat Rey tertawa sedikit keras sembari terbungkuk-bungkuk.

Qilla dengan wajah masamnya menggeplak lengan Rey keras. Sebenarnya tadi ia telah terbuai dengan apa yang Rey katakan. Pikirannya melayang ke mana-mana hingga sampai berteriak ketika melihat Rey dengan wajah seperti itu.

"Kena lagi. Hahaha." Wajah Qilla semakin masam.

Rey masih tertawa ketika Qilla menangkap suara langkah kaki. Ia langsung membekap mulut Rey, curiga jika suara langkah kaki itu milik ibu dapur.

Langkah kaki itu berhenti sampai di depan pintu ruangan. Suara gagang pintu bergerak pun dapat tertangkap oleh telinga mereka. Rey maupun Qilla menahan napas. Lalu terhembus lega saat langkah kaki tersebut kembali melanjutkan langkah.

Malam ini, misi mereka kembali gagal karena nyaris kembali tertangkap basah jika Rey tidak antisipasi mengunci pintunya.

Bersambung...

Lupa ngasih tau. Buat cast, saya pasrahin imajinasi kalian aja. Mau mikir si Rey bentuknya kayak apa aja boleh. Terserah kalian.

160818

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro