Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27 - RICHARD


Tangan Richard dengan gemetar mengetik detail akunnya supaya bisa masuk ke pranala rumah sakit. Surel yang memberitahukan bahwa hasil tes DNA sudah bisa dia temukan, masuk ketika Richard masih berada di gym. Saat mengetahuinya, Richard tidak sabar untuk segera sampai di apartemen.

Hanya menanggalkan kaus yang masih basah oleh keringat, Richard duduk di sofa sembari memangku laptop. Jantungnya sudah tidak lagi berdetak normal karena penantian panjangnya—bukan hanya tiga minggu—akan segera berakhir dengan kepastian. Beberapa kali dia menelan ludah demi meredakan gugup. Jika Ruri ada di sini, asistennya itu pasti meledeknya habis-habisan karena seorang Richard Ackles ternyata masih bisa diserang panik.

Pandangan Richard tidak bergeser dari layar laptop begitu dia berhasil masuk. Dia membaca setiap huruf dan angka yang tertera di sana meskipun dia tidak memahaminya. Ketika sampai di bagian paling akhir, dia mendapati persentase dan juga kalimat pendek yang membuatnya tertegun.

Keraguan itu runtuh seketika dan tidak ada yang bisa dilakukan Richard selain diam.

"I'll be damned," ujarnya pelan.

***

Richard sengaja meminta Ruri, Evan, bahkan Beth untuk datang ke apartemen. Dia menolak dengan tegas desakan mereka agar memberitahu hasil tes DNA-nya. Richard hanya mengatakan dia akan mengungkapkannya jika mereka bertiga sudah berkumpul. Tidak peduli umpatan serta makian yang diterimanya—terutama dari Ruri—Richard bergeming.

Begitu mengetahui hasilnya, tidak banyak yang dilakukan Richard. Dia berusaha menjalani sisa hari dengan biasa, tanpa menunjukkan sikap berlebihan. Setelah menikmati makan siang yang dipesannya, dia mengizinkan tubuhnya beristirahat dengan tidur siang. Bangun dari aktivitas yang sudah sangat lama tidak dilakukannya, dia berusaha menemukan intonasi yang tepat untuk setiap adegan yang ada di Revulsion sesuai dengan pertemuannya dengan Priya. Meski reading masih beberapa minggu lagi, Richard ingin tampak siap ketika bertemu pemeran pembantu lainnya.

Mendekati waktu yang dia tentukan, Richard mandi, bercukur, lantas memilih kemeja hijau tua dan celana chinokrem untuk dikenakannya. Dia bahkan menata rambutnya dengan rapi seolah dia akan pergi ke venue yang dipenuhi awak media. Setelah yakin tampilannya cukup sempurna, dia menunggu.

Lima belas menit sebelum pukul tujuh, pintu apartemennya diketuk. Ketika membukanya, dia mendapati Ruri yang berdiri dengan ekspresi yang sangat dikenalnya. Asistennya itu hanya diam, tetapi begitu Richard mempersilakannya masuk, Ruri meledak.

"Apa-apaan sih, Rick? Pake nyuruh gue ke sini segala jam segini. Macet tauk! Apa nggak bisa ngasih tahu lewat telepon aja? Dan lo lebih baik punya alasan kenapa gue harus nunggu sampe sekarang sementara lo udah tahu hasilnya dari tadi pagi. Jadi gimana hasilnya?" cerocos Ruri yang ditanggapi Richard dengan senyum tipis. Belum sempat dia membalas, bel pintu apartemennya berbunyi.

"Wait a minute."

"Lo nyuruh siapa lagi buat ke sini?" tanya Ruri dengan tatapan curiga.

"Cuma Beth dan Evan," balas Richard singkat sebelum dia membalikkan badan menuju pintu. Ketika membukanya, dia mendapati Evan yang masih mengenakan setelan kerjanya. Pria itu hanya melepaskan dasi dan jas, sementara kancing kemeja bagian atasnya sengaja dia buka.

"So, what's the result? Jangan sampai gue jauh-jauh ke sini tapi lo masih bikin gue penasaran."

Menyadari dia memiliki jawaban atas pertanyaan itu, Richard mengabaikan pertanyaan Evan dan menyuruh sahabatnya itu masuk.

"Nunggu Beth, ya?"

Evan memandangnya bingung, tapi kemudian, dia hanya mengedikkan bahu sebelum masuk ke apartemen. Richard menyaksikan Ruri dan Evan saling cium pipi sebelum keduanya kembali duduk.

"Ada yang mau minum?" tawar Richard.

"Kalau mau, gue sama Evan pasti udah ke dapur buat ngambil sendiri karena kami ke sini bukan buat itu," jawab Ruri tanpa menyembunyikan gerutuannya. "Richard Ackles, awas aja kalau lo ngerjain kami semua."

Lagi-lagi, Richard diselamatkan oleh bunyi bel. Dia tidak mampu menahan tawa kecilnya mendengar Ruri dan Evan mendegus lega mengetahui orang terakhir yang mereka tunggu sudah datang. Berlari kecil, Richard menghampiri pintu dan membukanya. Beth tampak begitu mengintimidasi dengan setelan kerjanya—bahkan adiknya tersebut sedang menekuri ponsel saat Richard pintu dibuka—tapi begitu mereka berpelukan, Richard tersenyum lebar mengetahui Beth ada di sini.

"Thank you for coming," ucapnya.

"Aku harus mengubah beberapa jadwal supaya bisa ke sini. So don't make me regret my decision by coming here."

Richard dengan polos menggeleng seperti ketika mereka masih kecil dan Beth dengan tegas mengingatkan Richard supaya tidak ingkar janji.

"Tapi kamu terlihat rapi dan ganteng sekali."

"Baru sadar? Aw!"

Richard mengaduh pelan saat Beth mencubit lengannya sebelum melewati dirinya dan masuk ke apartemen.

Richard menarik napas panjang sementara telinganya menangkap percakapan antara Beth, Evan, dan Ruri. Dia merapikan kerah kemejanya sebelum berjalan mendekati tiga orang paling dekat dalam hidupnya. Obrolan mereka spontan berhenti dan tiga pasang mata itu dengan sigap beralih ke Richard.

"Thank you all for coming here," sambut Richard sebelum dia berdeham pelan. "Gue tahu permintaan buat dateng ke sini mendadak banget, apalagi buat Beth sama Evan. Jadi gue berterima kasih ke kalian berdua udah bela-belain ke sini. Ruri juga udah sabar banget nunggu meski gue tahu, dia bisa ke sini kapan aja, tapi dia tetep hormatin permintaan gue."

"Kita nggak butuh sambutan lo, Rick. Buruan!" seru Ruri yang memang sudah tidak sabar.

"Bentar!" Dengan kalimat itu, Richard bergegas masuk ke kamarnya dan mengambil tiga amplop yang sudah disiapkannya. Dia mengulurkan satu per satu ke Evan, Ruri, dan Beth. "Di dalamnya berisi hasil tes DNA dan gue ngerasa, kalian berhak tahu secara detail daripada gue yang bilang." Dia menelan ludah. "Jawaban atas pertanyaan kalian ada di sana. Dan kalian boleh buka."

Dalam hitungan detik, Richard menyaksikan tiga orang yang duduk di depannya membuka amplop itu dengan tidak sabar. Ruri langsung merobeknya, Beth berusaha serapi mungkin tidak merusak isinya, sementara Evan dengan cepat merobek ujungnya. Richard menunggu dengan sabar reaksi mereka bertiga.

Tidak lama kemudian, ketiganya memandang Richard seolah ingin memastikan bahwa hasil yang mereka baca tidak salah. Richard tidak perlu mereka mengutarakan pertanyaan itu karena dia sangat memahami pandangan yang diberikan orang-orang terdekatnya tersebut.

"Lo ...." Ruri bergantian menatap Richard dan kertas yang dipegangnya.

"Richard, ini ...." Beth kehilangan kata-kata sembari membaca kembali hasil tes yang ada di tangannya.

"Wow! Gue beneran ...." Evan menggeleng pelan, seperti tidak percaya.

"Gue bukan ayah dari anak Mina. I'm not guilty!" seru Richard sebelum dia membuang napas lega. "Kalian nggak tahu betapa leganya gue pas baca hasilnya. Nama baik gue akan balik, dan tuduhan itu nggak akan ngikutin gue selamanya."

Hal pertama yang terlintas dalam pikiran Richard begitu mengetahui hasilnya adalah menumpahkan kelegaannya dengan tangisan. Dia menyingkirkan imej maskulin yang melekat padanya karena mimpi buruk yang selama ini menghantui malam-malamnya, akhirnya berakhir. Semua tuduhan yang pernah ditujukan kepadanya tidak terbukti. Sekarang namanya bersih, tidak peduli jika Jazmine menggelar konferensi pers untuk meminta maaf atau tidak.

Dengan cepat, Beth dan Ruri beranjak dari sofa dan menubruk tubuhnya dalam pelukan sementara Evan hanya tersenyum menyaksikan reaksi dua perempuan tersebut.

"Richard Ackles! Lo emang gila ya udah bikin gue hampir mati penasaran," aku Ruri yang memeluknya dengan erat.

"Rick, I'm so happy for you! Akhirnya kamu bisa terbebas dari semua hukuman sosial yang kamu terima selama ini," ujar Beth tidak mau kalah.

Tubuh Richard yang lebih tinggi dari mereka berdua membuatnya dengan mudah merangkul Beth dan Ruri. Dia pun hanya bisa mengangguk setuju.

"Semuanya udah berakhir sekarang. Gue nggak perlu khawatir atau takut lagi. Gue nggak lagi dikejar perasaan bersalah." Dia membasahi tenggorokannya. "This is another new beginning."

Bagi Richard, pembuktian yang tidak lagi bisa dibantah ini adalah permulaan baginya. Dia yakin, karirnya akan semakin naik begitu berita ini sampai ke media, cepat atau lambat.


***

Halo semuanya, 

Saya usahakan buat update tiap hari, ya? Tapi saya ambil satu hari off, dan itu nggak pasti kapan. Saya usahakan ceritanya udah selesai sebelum akhir tahun sebelum saya move on ke cerita lainnya yang udah saya siapin. 

Semoga kejawab ya pertanyaan selama ini tenting Richard dan juga bayi Mina. Apa yang bakal terjadi sesudahnya? Just wait and see!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro