Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36 |Sunshine


| ATSA |

Kukira aku tertidur layaknya teman-temanku yang lain. Namun, ternyata ini lebih lama dibandingkan yang kubayangkan.

Well pertama, aku merasakan rambut yang seperti benang kusut ini sudah mencapai hingga setengah lengan. Bila ingatan terakhirku tepat, ia seharusnya hanya melewati bahu sedikit, tidak sepanjang ini. Dan yang kedua, tahun di kalender sudah berlalu dua tahun. Dua tahun? Wow! Waktu yang sangat lama untuk tertidur, banyak hal yang dapat terjadi selama itu. Sangat berterima kasih kepada keluargaku yang tidak menganggap bahwa aku sudah mati dan memberikan perlengkapan medis yang sangat lengkap.

Aku mengangkat tubuh dan duduk tegak untuk melihat sisa ruangan besar ini. Ada tempat tidur bagi orang yang akan menjagaku di sisi ruangan terjauh, melihat beberapa gelas bekas seseorang yang tergeletak asal di atas meja.

Dan sisanya adalah pemandangan luar biasa yang tidak pernah terpikirkan dapat kulihat dengan mataku sendiri.



Ruangan ini terang, sangat terang. Namun, tidak ada lampu yang menyala di dalam ruangan. Karena cahaya ini berasal dari sumber paling indah yang pernah kulihat.

Benar, matahari.

Cahaya matahari membajiri setiap sudut ruangan, memberikan warna baru pada setiap benda yang kukira sudah kuhafal warnanya. Setiap sisi ruangan seperti ditanam berlian kecil yang kini tidak henti-hentinya memantul cahaya, yang membuatku sadar bagaimana selama ini aku hidup dalam kegelapan.

Jendela besar yang memenuhi dinding ini membiarkan angin berhembus menerpa tirai transparan bagai sulur indah yang menari gemulai. Angin yang berhembus kini tidak lagi membuatku menggigil, tidak pula membuat pipiku memerah. Sentuhan hangat, sehangat suhu tubuh manusia mengelus pipiku dengan lembut, membuat diriku yang paling dalam bergejolak. Aku dengan cepat menyibak selimut dan dengan penuh semangat berjalan ke arah jendela.



Sinar mentari adalah hal pertama yang menyambutku dengan kuat hingga membuat mataku sulit beradaptasi menangkap pemandangan yang ada di depan sana. Setelah beberapa detik berlalu dan sedikit demi sedikit mataku dapat membiasakan dirinya, aku kini dapat melihat semuanya.

Rerumputan, tumbuhan hijau serta pepohonan yang penuh dengan daun berbagai warna adalah pemandangan yang menyambutku dengan indah. Terlalu banyak warna baru yang belum pernah kulihat, berterbaran di rerumputan hijau. Jika ruangan ini tidak berada di lantai dua aku sudah pasti meloncati jendela ini kemudian berlari menghampirinya dan merebahkan tubuh di hamparan lembut itu. Aku bahkan mendengar suara asing yang tidak pernah kudengar selama ini. Beberapa binatang kecil saling bersahutan dengan merdu sambil berterbangan memenuhi langit.

Itukah yang kau sebut ... burung?

Bahkan langit. Oh! Astaga. Langit kini memiliki warna, tidak lagi gradasi warna abu! Terlalu banyak warna yang terlukis pada hamparan luas langit ini, hingga membutuhkan waktu bagi otakku untuk mencerna semua ini. Satu sisi langit masih memiliki warna biru dengan sedikit rona putih dari awan. Astaga! Aku tidak pernah tahu bahwa warna awan sebersih itu, selama ini awan yang kulihat memiliki rona abu gelap dengan sedikit merah bata. Dan langit perlahan berubah warna, dari biru menuju warna pink hingga orange pada tepian ujung yang lain.

Keindahan ini sangatlah luar biasa hingga dadaku seperti terperas oleh rasa senang. Tanpa kusadari air mata mengalir membasahi pipi.

"Lihat, Gion. Ini hasil dari usaha kita semua."

Ada sedikit rasa ngilu saat aku mengucapkan kalimat itu.



Aku yang terpaku melihat keindahan yang kutemukan dari balik jendela, tanpa sadar menyentuh sesuatu. Tepat di dekat jendela terdapat berbagai macam bunga segar yang di simpan pada sebuah tempat transparan. Aku ingat pernah melihat beberapa bunga ini dari masa Ryuka. Namun kini, melihatnya secara langsung terlampau memukau mataku.

Setiap bulir air yang menetap pada setiap kelopak bunga memantulkan cahaya indah bagai permata. Aku meraih satu tangkai dengan kelopak merah segar dan mendekatkan bunga itu untuk melihatnya lebih teliti. Sebuah aroma manis menyerangku, penuh akan rasa penasaran kuhirup dalam aroma bunga ini dan kini mabuk karenanya.

Akhir yang selama ini kutunggu akhirnya menjadi pemandangan nyata, tidak melalui mata orang lain, tetapi dengan mataku sendiri. Terlalu banyak gelojak di dalam dada, hingga aku tidak tahu lagi bagaimana menahannya.

Aku memejamkan mata sambil sekali lagi menikmati aroma manis yang memabukkan ini.



BRAK!

"Atsa!"

Teriakan seseorang membuat mataku dengan cepat terbuka dan beralih kepada sumber suara.

"K-kau ... sadar?" tanyanya dengan ekspresi tidak percaya.

Kukira orang pertama yang akan kutemui adalah keluargaku, tidak pernah terpikir bahwa orang ini yang pertama kali kulihat. Dan aku memang benar dengan warna rambut itu, hitam kelam. Melihatnya seperti ini membuatku tersadar seberapa penting kehadiran matahari bagi dunia. Hanya dengan adanya cahaya matahari rambut hitam itu kini berkelip indah seakan sebuk emas ditabur di atasnya.

Bahkan matanya, pada masa kelam sebelumnya mata itu bahkan sangat menakjubkan untuk dilihat. Dan saat melihatnya langsung di bawah sinar matahari, aku menemukan diriku kehabisan napas. Kilatan-kilatan cahaya matahari terpantul sangat terang di mata itu. Yang kini bahkan menemukan lebih banyak warna emas dibandingkan kuning.

Mata yang sangat kusuka itu menatap dengan sangat intens hingga membuatku tidak lagi sanggup menahan semua perasaan ini. Aku kemudian melemparkan sebuah senyuman, yang secara mengejutkan dibalas dengan ekspresi paling lembut yang pernah kulihat.

"Hi, Rian."

Didorong perasaan hangat di dalam dada, kakiku bergerak ringan mendekatinya dengan Rian yang merentangkan kedua tangan kepadaku. Aku menjatuhkan tubuh ini dalam dekapan itu dan larut pada setiap sentuhannya.



***

Dua tahun benar-benar waktu yang sangat panjang. Dimana segala hal terjadi selama waktu itu, dan tetqp mampu membuat diriku terkejut.

Pertama, interupsi yang kulakukan bersama Gion di masa lalu membuat semua orang di masaku menjadi konektor. Yang membuat semua orang pada saat itu menyadari perubahan yang kami lakukan di masa lalu. Dan itu benar-benar membuat kekacauan. Hehehe, maafkan. Aku tidak menyangka hal itu akan terjadi.

Meski di tengah kekacauan kami tetap dapat menuai hal baik darinya. Karena semua orang kini tersadar dengan segala macam rencana Tua—Akh! Benar. Maksudku Madda Neirontza. Maka tidak seperti kehidupan yang diulang oleh Cheon, kami benar-benar bisa menghentikan semua orang-orang tamak itu.

Oh! Benar. Aku sempat melihat bagaimana kerennya semua orang saat mereka bekerja sama untuk menghancurkan AI dari memori Thalia. Bahkan Rian terlihat sama kerennya dengan Fhou, yang juga sama-sama memiliki pemikiran mulus bahkan di saat mendesak seperti itu. Aku pun bisa melihat Eva yang sangat keren sekali menggunakan senjata. Lain kali aku akan mengajaknya bermain ke lapangan tembak dan melihatnya langsung dengan mataku sendiri.



Lalu kedua, sekali lagi dua tahun adalah waktu yang panjang dan semua orang tentu tidak akan diam di tempat menunggu diriku terbangun, beberapa melanjutkan kehidupan mereka. Itulah bagaimana kabar bahagia datang di keluargaku. Cheon dan Sister Shelva kini sudah menikah dan aku akan mengharapkan keponakan pertamaku di Bulan Agustus nanti—tetap tidak bisa membayangkan diriku yang akan disebut tante. Meski aku melewatkan pernikahan mereka, ini semua tetap membuatku sangat senang.

Rian sudah lulus dan sedang melanjutkan kuliahnya di bidang bisnis untuk mengambil alih Ouron. Zair dan Eva baru saja melanjutkan sekolah mereka ke SMP. Petra secara mengejutkan sudah berada di tahun terakhir, tepat waktu—yang kukira orang sepertinya akan menambah satu tahun lagi. Namun tetap saja, Uta lebih baik, dia bahkan sudah memulai program magister di bidang politik. Gramp kini sudah pensiun, aku selalu menemukannya di rumah dimana kerjaannya setiap hari selalu membeli peralatan bayi baru—dan lebih sering menggangguku.

Dan aku? Hah ... aku kini dilimpahkan pelajaran yang sudah kulewati selama dua tahun agar dapat lulus SMA. Otakku sebentar lagi akan meledak!



***

TAK TAK TAK

Jemariku dengan lincah berpindah-pindah menyusun untaian kode rumit yang baris demi baris muncul di tiga layar besar, sambil dipandu Thalia. Meski semua AI kini musnah, hal ini tidak mempengaruhi eksistensi Thalia. Karena ia tidak terikat dengan sistem yang digunakan saat mengatur IO dulu. Itulah alasan ia dapat bertahan hingga saat ini. Tidak hanya itu, tanpanya aku tidak akan mampu mengulang kode rumit ini kembali. Karena otakku sudah terlalu penuh dengan semua pelajaran yang kutinggal selama dua tahun.



TAK TAK TAK

Aku merasakan semangat yang semakin memuncak saat baris kode ini hanya tinggal beberapa baris lagi. Tanpa sadar kecepatan mengetikku meningkat eksponensial mengikuti debar jantung yang kini berdenyut hingga ke seluruh tubuh.

"Semakin cepat kau mengetik itu semua, semakin banyak error yang kau buat," omel lain Thalia.

"Ah! Benarkah?" tanyaku yang kini sudah menghentikan semua yang sedang kulakukan.

"Yup. Ini. Di sini. Ini. Dan ini." Ia kemudian menandai beberapa error yang kubuat pada kodeku.

"Argh! Banyak sekali!!" protesku melihat baris kode yang ditandai olehnya.

"Itulah. Santai saja Atsa, bukan berarti kita diburu-buru juga."

Visinya membalas dengan senyuman hangat.

"Benar," jawabku sambil mengangguk.



TING!

Sebuah suara merdu melantun indah mencapai telinga. Suara ini menandakan bahwa tidak ada lagi error dari jutaan baris kode yang sudah kubuat. Tidak bohong bila air mata pun menyelinap keluar menemani suka bersamaku. Sungguh perjuangan yang luar biasa. Aku membiarkan komputer pusat menjalankan kode itu. Hasil kerja keras selama berbulan-bulan akhirnya mencapai tahap selanjutnya. Kami berdua menatap penuh debar menunggu hasil dari kerja keras kami selama ini.

Setelah membiarkan komputer ini bekerja memahami tiap baris kode, layar komputer akhirnya memunculkan panel informasi. Kedua mataku dan visi Thalia memantulkan panel itu pada bayang mata kami. Karena itu adalah tanda bahwa komputer pusat kini memahami jutaan kode yang kujalankan padanya. Aku dengan cepat mengetik beberapa command secara manual. Dan tak lama di hadapanku mulai terakit sedikit demi sedikit sebuah hologram yang tersusun mulai dari kaki hingga kepala. Ketika visi itu tersusun seutuhnya, jatungku berdetak cukup kencang, berharap tidak ada hal yang salah dari program yang kubuat ini.



"Lama juga ya dua setengah tahun."

Begitu kalimat pertama yang ia ucap ketika kedua mata hitam itu terbuka dan memandang kami berdua secara bergantian.

"Gion!" panggilku dan Thalia secara bersamaan.

"Hi, Atsa, Thalia."






Next: Tambahan

Photo on banner by Kristopher Allison on Unsplash.
Edit by Me.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro