Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14 |Fugitive


| RYUKA |

Sudah tiga bulan berlalu setelah pernikahanku. Dan tiga bulan ini kami lalui dengan alasan honeymoon. Walaupun pada kenyataannya semua waktu itu harus kupakai untuk menyiapkan rencana agar menguragi kecurigaan Numino pada kelompok kami. Kelompok ini sekarang lebih besar dibandingkan sebelumnya dengan adanya Samara Duranda dan teman baikku Vinian Khalifa yang bergabung.



Samara Duranda merupakan seorang pejuang kebebasan, salah satu ketua pemberontak yang ingin melepaskan diri dari Kubu Barat. Samara memiliki warna kulit eksotis dengan tubuh yang kekar, dimana semua orang pasti setuju bahwa itulah hasil dari pengalaman bertarungnya selama bertahun-tahun. Namun, semua hal itu tetap tidak menutupi keanggunannya sebagai seorang wanita, yang kuakui aku cukup iri melihatnya.

Dan keadaan Kubu Barat saat ini juga sama kacaunya dengan Kubu Timur. Jika di Kubu Timur, kesulitan yang dihadapi adalah mengatur orang-orang yang lupa diri pada kebebasan yang diberikan, maka di Kubu Barat mereka dihadapi dengan ketatnya aturan yang berlaku. Rakyat yang terlahir di tanah Kubu Barat terikat mati dengan aturan dan tidak pernah diperbolehkan untuk keluar dari tanah Kubu Barat. Bagi orang-orang yang berada di Kubu Barat pada awal pembetukan kubu tentu tidak akan keberatan dengan aturan ini, tetapi bagaimana dengan generasi berikutnya. Orang-orang seperti Samara.

Sebelum meledaknya perang, Samara dan suaminya, Aaron Razaki, membuka perjalanan aman bagi rakyat Kubu Barat yang ingin kabur. Namun, dengan adanya perang, pemimpin Kubu Barat merasa membutuhkan sumber daya yang banyak. Dan itu termasuk menarik banyak sumber manusia untuk dijadikan prajurit perang. Memperlakukan manusia seperti hewan ternak, betapa gilanya hal itu.

Maka dengan keadaan yang semakin kacau Samara beserta Aaron mengumpulkan orang-orang yang tidak ingin berurusan dengan perang dan berusaha keluar dari Kubu Barat. Sesungguhnya keluar dari Kubu Barat dan pindah ke Kubu Timur tidak akan memecahkan masalah, maka bertemu dengan kami merupakan sebuah keberuntungan bagi mereka. Sebuah kelompok yang tidak terikat pada siapapun dan berdiri di antara dua kubu monster untuk menghentikan kebodohan keduanya, merupakan pilihan terbaik bagi mereka. Dengan bergabungnya Samara dan Aaron membuat kelompok kami menjadi lebih besar. Tentu aku tidak pernah menyangkanya. Dan kenyataannya, ini baru setengah dari kelompok mereka yang sebagiannya masih berada di Kubu Barat bersama Aaron.



Sedangkan Vinian Khalifa adalah seorang pelarian dari Selim, saat masih berada di bawah kekuasaan Kubu Barat. Vinian adalah orang yang memberikan informasi mengenai keadaan Selim saat itu. Informasi yang dia berikan membantuku membuat strategi untuk merebut kembali Selim dari Kubu Barat. Selim merupakan bagian daerah yang sangat unik karena berada dalam kepulauan-kepulauan kecil dan sangat terkenal dengan kepercayaannya. Vinian adalah bagian dari kelompok 'beriman' ini adalah sebutan bagi orang-orang yang memiliki kepercayaan. Aku percaya ratusan tahun yang lalu orang menyebut mereka sebagai pemeluk agama tertentu.

Vinian merupakan seorang wanita yang sangat cantik, tidak hanya karena kulit eksotisnya yang lebih lembut dibandingan Samara, dan mata Emerald-nya yang sangat indah, dimana membuatku berpikir inikah batu pertama yang sebenarnya. Kecantikannya tidak hanya terpancar dari apa yang terlihat, tetapi dari apa yang tidak bisa diungkapkan. Mungkin karena dia salah satu orang yang 'beriman' sehingga cara pandangnya terhadap sesuatu sangat membuka wawasanku yang hanya terbatas pada apa yang terasa masuk akal. Semenjak perebutan Selim, kami jadi sangat dekat, sangat dekat hingga dialah orang yang membawa bunga saat pernikahanku.



***

Aku mengerutkan dahi dan memijatnya pelan. Mungkin karena semakin banyak orang yang harus kupikirkan maka aku lebih cepat lelah dibandingkan sebelumnya. Kurenggangkan badan dan seketika pandanganku terhalang oleh sesuatu.

"Fhou."

"Hhhhh ..."

Dia mendesah dengan sangat putus asa.

"Kau harusnya istirahat, lihat bahkan bulan saja sudah tidak terlihat."

"Itu karena malam ini memang bulan tidak terlihat."

Aku lalu menjauhkan tangannya dari pandangan dan berbalik menghadapnya.



Ada beberapa detik terlewat ketika kami saling menatap. Sungguh, aku masih belum terbiasa dengan pemandangan ini, wajah menawan itu di bawah cahaya redup malam memang masih membuatku tercengang.

"Mau mendengar proposalku?" ucapku memecahkan keheningan sambil tersenyum kecil.

Walaupun aku melihat ada sedikit rasa penolakan yang terpancar di wajahnya, tetapi sebuah senyuman kemudian merekah sangat lebar membalas senyumanku. Ia langsung menarik kursi dan duduk tepat di sebelahku.

"Kau tahu kalau aku tidak suka melihat istriku bekerja lebih keras dariku. Tapi aku harus mendengarnya sekarang."

Ia benar-benar mencoba terlihat keren di depanku, hingga membuatku terkekeh mendengarnya.

"Benar, karena sekarang kau memiliki banyak pengikut dan harus bertanggung jawab atas keputusan itu."

Aku merasa ucapanku memiliki makna yang sangat berat. Bertanggung jawab atas setiap nyawa semua orang ini. Menakutkan.

Seyakin apapun Fhou, raut wajahnya melunak mendengar ucapanku. Aku lalu meraih tangannya.

"Semua orang memilih berada di sini tidak hanya karena mereka percaya padamu, tetapi karena kita semua memiliki tujuan yang sama. Jadi jangan pernah ragu."

Aku menggenggamnya erat, berharap perasaan menggebu ini tersalurkan kepadanya.



Tidak membutuhkan waktu lama hingga raut wajah itu kembali mengeras, seperti halnya Fhou yang diingat semua orang.

"Terima kasih sayang."

Dia lalu menarik tanganku dan mengecup cukup lama.

"Dan setidaknya ada yang harus memikirkan rencana untuk menuntun kemana kita harus berjalan."

Dia memandangku dengan tajam, yang kuakui masih mampu membuat jantungku melonjak kaget. Aku dengan cepat menarik pandangan darinya dan mulai menyusun beberapa kertas di hadapanku. Dan terdengar cekikan kecil dari arahnya.



"Aku mengusulkan kita memiliki basecamp di luar Kubu Barat maupun Kubu Timur." Aku memulai.

"Ada rekomendasi?"

"Kepulauan Selim, beberapa pulau berada di luar jangkauan kedua kubu. Aku sudah berdikusi dengan Vinian dan beberapa merchant dari selatan. Walaupun sulit, tetapi ini adalah tempat strategis kare—"

"Karena beberapa pulau memiliki titik kabut yang mengacaukan radar, tetapi karena merchant dari selatan dapat menyebrang dari Kubu Barat ke Timur maka ada celah yang bisa kita gunakan."

Aku hanya membalasnya dengan senyum kagum, yang membuatku berpikir mengapa ia masih membutuhkanku.

"Yang membuat kita bisa melihat perkembangan kedua kubu langsung di kursi terdepan tanpa gangguan," simpulku.

Kami berdua tahu, bahwa Selim dianggap remeh karena gangguan radio yang diakibatkan kabut. Dimana perebutan Selim hanya digunakan sebagai simbolis kekuatan tanpa dapat dimanfaatkan oleh kedua kubu dan sekarang terlantar dalam kuasa Kubu Timur.



"Aku tidak menyarankan kita semua untuk pindah kesana."

Kini wajahnya berubah menjadi suram.

"Apa maksudmu Ryuka?"

Kurasa ia merasakan keraguanku.

Aku tersenyum untuk menenangkan dirinya. Lalu melanjutkan, "At least, tidak untuk sebagian orang."

"Beberapa harus berperan untuk mengalihkan perhatian Numino dan Federick. Setidaknya ini akan menyelamatkan banyak orang."

Aku menjelaskan dengan setenang mungkin.

"Kau ... kau tidak bermaksud ... untuk ...."

"Kurasa ini akan menjadi pekerjaan 'kita', beserta beberapa orang terkenal yang bergabung dalam kelompok ini," lanjutku, mencoba mengembalikan pembicaraan ke arah yang benar.

Dia memiringkan kepala, "Sepertinya aku masih belum paham kemana arah pembicaraan ini."

Aku tertawa kecil melihat diriku yang dapat melampaui kemampuan analisinya, dimana ini membuatku merasa sangat bangga.



"Kau harusnya sadar, untuk mengakhiri perang ini kita tidak dapat membuat kubu baru dan bertarung dengan kedua kubu sendirian."

Dia mengangguk setuju.

"Jadi apa yang kita butuhkan?"

Aku mengajukan pertanyaan untuk memandunya.

"Hmmm ... Sabotase?" tebaknya.

"Akan sangat melelahkan untuk melakukan itu, lagi pula kita perlu menduplikasi Nero dan Zero hingga ratusan orang."

Aku memprotes jawabannya

"Benar bukan hal yang mudah."

Dia pun ikut mengangguk setuju.

"Lalu konspirasi?"

Dia menebak lagi, cukup yakin dengan jawaban ini.

"Benar. Itulah mengapa aku membutuhkan semua orang yang memiliki nama di kelompok ini untuk melakukan hal yang sangat menonjol—"

"Hingga Numino dan Federick tidak punya pilihan untuk tidak melihat."

Dia menyelesaikan kalimatku dengan semangat. Sangat lucu melihatnya dengan semangat yang mengebu-gebu ini.



"Lalu? Untuk siapa konspirasi ini? Pemimpin dan bangwasan dari kedua kubu? Supaya menghentikan supply?" tanyanya penuh antusias.

"Lebih tepatnya menghentikan sumber utama perang," jawabku penuh keyakinan.

"Maksudmu ... prajurit perang?"

Aku mengangguk.

"Hahahahaha!"

"Bagaimana kau bisa yakin menghentikan semua orang untuk tidak berperang lagi istriku? Coba jelaskan."

Dibandingkan kalimatnya yang mungkin bisa disalahartikan sebagai sindiran, tetapi wajah itu terlihat sangat gembira ketika aku memberikan ide ini.



"Dengan memberikan mereka pilihan baru."

"Selama ini semua orang hanya memiliki satu pilihan, berperang demi kubu sendiri agar perang berakhir. Namun, bayangkan ada kelompok baru dengan tujuannya yang mulia. Kelompok yang menghentikan perang tidak untuk kemenangan salah satu kubu, tetapi untuk melindungi bumi. Bagaimana perasaan mereka. 'Apakah bumi akan hancur karena perang?' 'Bagaimana keadaan bumi sekarang?' 'Apa kita masih perlu berperang?' 'Apakah aku melakukan hal yang benar?' 'Apakah aku berada di kelompok yang benar?' Bukankah akan muncul banyak keraguan."

"Lalu semua orang akan melihat sesuatu yang tidak pernah mereka perhatikan selama ini. Seperti Astra dan Troid yang habis oleh nuklir. Mungkin akan mengecek satwa yang punah akibat—"

"Bagaimana kau bisa seyakin itu menjaga percakapan tetap berada di sana?"

Dia kembali menantang ideku.

"Itulah fungsi pengikut kita yang banyak ini. Kita punya cukup mulut untuk berteriak di belakang kerumunan dan saling berbisik memberikan ide di dalam perkumpulan sambil menjaga arah pembicaraan publik."

Aku kembali memberikan jawaban.

"Kita tentu memiliki banyak mulut untuk itu, tetapi tidak semua orang dapat termakan oleh isu. Bagaimana kau menghadapi orang-orang seperti itu?"

Walaupun wajah itu penuh dengan senyuman dan mata yang berbinar, tetapi ia kembali menantang ideku.

"Benar pasti akan ada beberapa yang tidak akan termakan hal itu. Maka dari itu kita membutuhkan seorang ahli yang akan membantu konspirasi ini."

"Hacker?"

Dia memastikan bahwa kita berada dalam frekuensi yang sama.

"Aku sudah punya nama," balasku.

"Jadi itu fungsinya Selim."

Aku mengangguk.

"Dia bisa menjadi mata bagi kelompok ini bila ditempatkan di Selim," lanjutku.



"Jadi simpati rakyat adalah alat kita untuk menang. Tentu, jika semua orang melepaskan senjatanya maka tidak ada lagi yang namanya perang. Jumlah yang besar akan selalu menakutkan," simpulnya.

"Hhhhh ..."

Dia menghela napas cukup panjang seperti sudah menahannya selama ini dan kemudian melemaskan badan di kursi. Ini merupakan kebiasaannya, mencerna semuanya kembali dan mencari celah dari proposalku.

"Kalau semuanya tidak berjalan mulus, sepertinya kita perlu memberikan contoh kepada dunia. Dengan bom nuklir dari Kubu Barat, benar?"

Aku mengangguk pelan menjawab pertanyaan berat itu.



Dia masih mencerna semua diskusi kami. Di saat yang sama aku pun memiliki keraguan yang menggangguku. Dan aku masih belum yakin bagaimana menyampaikan berita ini kepadanya.

"Sepertinya memungkinkan. Yang terpenting dari rencana ini adalah bagaimana kita bereaksi terhadap opini publik. Dan aku percaya kelompok ini mampu melakukan hal itu."

Dia akhirnya menyuarakan keputusannya.

Well, sepertinya sekaranglah waktunya atau tidak sama sekali.

"Aku sepertinya tidak dapat banyak membantu," jawabku.

"Apa yang terjadi Ryuka?"

Raut wajahnya berubah menjadi panik mendengar jawabanku. Aku sedikit merasa bersalah mengatakan hal ini di momen seperti ini.

"Well, ...."

"Aku ...."

Dia berdiri dan memegang kedua lenganku kencang dengan muka yang semakin panik, "Apakah ini Numino?"

Aku menyentuh wajahnya perlahan dan berkata dengan setenang mungkin, "Aku hamil Fhou."



Ini pertama kalinya aku melihat ekspresinya ini.

"Kurasa ini hal yang tidak terpikirkan olehmu?"

"Tidak ... aku ... aku ... aku memikirkannya ... tapi ..."

Lalu gravitasi menarik tubuh itu jatuh kemudian ia tundukan kepala di antara kedua lututku.

"Aku ... tidak pernah menyangka begini rasanya."

Kurasa ada banyak perasaan yang ia rasa saat ini, aku pun begitu saat pertama kali mengetahuinya. Aku benar-benar menyukai kedua sisinya yang sangat bertolak belakang ini. Dari yang paling tajam dan kuat untuk menghentikan perang, hingga bagian terlemah bagai barang yang sangat rapuh. Memberikanku ruang untuk menjadi orang yang dapat menjaga dirinya yang lemah.

Aku mengelus kepalanya, membiarkan rambut coklat lembut ini menari-nari di antara jemariku.



"Sudah berapa lama?" gumamnya pelan.

"Hampir satu bulan," jawabku.

"Berarti Agustus?"

"Lebih tepat pertengahan Juli."

"..."

Aku kembali mengelus kepalanya.

"Aku ... merasa bodoh, Ryuka."

Itulah yang ia ucapankan setelah keheningan yang cukup lama.

"Aku tidak terlalu memikirkan beban yang kutanggung saat aku menerima tawaran Aaron. Namun, saat ada satu manusia kecil yang harus aku jaga, entah mengapa aku merasakan gravitasi dari tanggung jawab ini."

Aku membiarkan luapan emosi itu keluar dari dadanya dan tetap mengelus kepalanya dengan lembut.

Dia lalu menggangkat kepala dan menatapku sangat dalam. Wajahnya saat ini mengingatku saat dia melamarku dulu, wajah yang menunjukkan bahwa dia juga hanya manusia biasa yang bisa sangat rapuh.

"Aku akan melindungi kalian berdua." Itu janjinya.



***

Tiga bulan berikutnya aku dan Fhou masih berada di Minarti untuk menunjukkan bahwa kami hanya pasangan suami istri yang dalam masa bahagia karena kehamilanku. Kami tinggal dengan orang tuaku beberapa saat karena mereka sangat khawatir pada kondisiku. Di saat yang sama pengikut Samara bergerilya menyebarkan isu di berbagai tempat di Kubu Timur dan begitupun pengikut Aaron di Kubu Barat.

Kami merekrut tim baru, seorang hacker yaitu AZ. Tidak banyak informasi mengenai AZ selain pekerjanya. Dan beruntungnya bagi kami, dialah yang pertama kali menghubungiku dan meminta untuk bergabung, setidaknya menurut Banshie dia orang yang cukup aman. Sepertinya semua orang sudah cukup muak dengan perang yang sangat lama ini, maka bergabung dengan kami adalah pilihan terbaik bagi mereka. Vinian dan AZ saat ini berada di Selim, dimana menurut AZ, Selim merupakan tempat strategis karena dia dapat 'benar-benar di luar radar' begitu pengakuannya.

Kainslan dan Banshie aktif memberikan kami informasi mengenai keadaan kedua kubu dan menjaga agar kedua kubu tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari interupsi kami pada rencana penyerangan sebelumnya. Keduanya merasa bahwa kegagalan yang terjadi sebelumnya adalah sebuah rencana dari kubu lawan yang membuat kami masih cukup aman. Sedangkan Nero dan Zero mulai bekerja dengan beberapa orang untuk membuat tim yang akan fokus melakukan misi-misi berbahaya.



Tiga bulan berikutnya tidak sedamai sebelumnya. Kedua kubu sudah mulai mengendus kelompok kami. Ketika Fhou dan aku memutuskan untuk pergi dari Minarti dan pindah ke Penaktro, Numino mengirimkan beberapa orang dengan alasan 'keamanan'. Dimana yang kami lihat hanyalah pengawasan penuh darinya. Beruntungnya, Kainslan dapat mengelabui Numino dan meyakinkannya bahwa dia akan mengawasi kami berdua. Dimana kenyataannya, kami bertiga melarikan diri dari pengawasannya.

Rencana awal adalah membawaku menuju Selim sebelum masuk trismester tiga, tetapi melarikan diri dalam keadaan hamil sangatlah sulit. Ketika aku masuk bulan ke tujuh kami masih berada di Akna, dan pada saat itu aku tidak lagi dapat melanjutkan perjalanan dengan kandunganku yang sudah besar. Aku memaksa Fhou untuk tetap pergi bersama Kainslan dan meninggalkanku di sini. Walaupun ada banyak perlawanannya, Kainslan akhirnya dapat menarik Fhou pergi. Fhou dapat meninggalkanku di sini karena ini merupakan kampung halaman Mia. Dimana pergerakan Mia tidak diawasi oleh Numino maka berada bersamanya membuatku cukup aman. Walaupun aku merasa bersalah pada Mia karena melibatkannya pada masalah ini.



***

"Aaaaaaaaarrrrggghhh!!!!!!"

"Terus dorong nyona ... dorong ...."

"Hah ... hah ... Aaaaaaaargggggh!!!!!"

Rasa sakit yang sudah kurasa setelah ketubanku pecah ini meningkat hingga berkali-kali lipat. Semua rasa sakit ini semakin intens dan semakin terpusat pada satu titik. Aku sudah tidak bisa menahan semua rasa sakit hingga membuatku sulit bernapas. Ketika aku mengira ini akan menjadi napas terakhir, rasa sakit yang sudah memuncak ini tiba-tiba menghilang dan aku mendengar suara paling indah yang pernah aku dengar.

"Hoeeeee ...."

"Hoeeeee ... Hoeee ...."



"Nyona ... Ini anak laki-laki ... Selamat Nyona ...."

Aku mengingat memeluk manusia kecil dalam dekapanku, menangis terharu sambil menggenggam tangannya yang mungil, mendengar tangisannya, kemudian kesadaranku hilang.






Next: Catastrophe

Photo on banner by Hugo Jehanne on Unsplash.
Edit by Me.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro