Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pertemuan Pertama yang Klise

ACT 1 - Teman Pertamaku di SMA

Kepalaku nyeri sekali. Bodohnya aku. Kalau saja aku tidak bangun kesiangan, aku tidak perlu lari-lari ke sekolah. Sialnya lagi, sepertinya barusan aku menabrak orang. Bagus sekali, Takuji.

"A-Anu..."

Suara pelan dan feminim seolah memanggilku. Dari mana ya datangnya?

"To-Tolong jangan pegang di situ..."

Kedengarannya dekat, apa di...

"Hm??!"

Dengan pulihnya pandanganku, sekejap mataku membelalak atas apa yang disuguhkan di hadapanku. Seorang gadis kecil berambut coklat pendek dengan pipi merona sambil memejamkan mata. Mengingat kata-katanya barusan, aku memastikan posisi kedua tanganku. Tangan kiriku tengah bertumpu di atas tanah, sedangkan tangan kananku berada tepat di atas dadanya. Jika di novel-novel biasanya mereka akan meremas bagian itu, aku buru-buru menarik tanganku setelah gadis itu membuka matanya yang berlinang air mata.

"Lepaskan aku..."

"Ma-Maaf! Aku tidak sengaja!"

Dengan panik, aku segera bangkit dan meminta maaf. Padahal tekadku adalah ingin memulai kehidupan SMA dengan hal-hal baik, sekarang aku terancam mendapat tinta hitam. Aduh!

"Apa ada yang terluka?"

Aku khawatir karena kami bertabrakan dengan keras. Sepertinya ia juga berlari dan kami sama-sama tidak sadar.

"Aku tidak apa-apa."

Pelan-pelan gadis itu bangkit, menepuk kotoran dan debu dari seragamnya. Tanpa sadar aku menatap tubuhnya cukup lama, hingga ia buru-buru mundur.

"Ahaha..."

Dengan bodohnya aku cuma tersenyum paksa sambil tertawa. Seketika situasi menjadi canggung. Tiba-tiba aku teringat akan tujuan awalku. Aku segera berbalik dan berlari lagi.

"Celaka! Aku telat. Maaf lagi ya soal tadi, aku duluan!"

Aku merasa ia memanggilku, tapi karena sudah takut akan telat, aku tidak berhenti sampai sekolah.

---

"Haaah, sampai juga," kataku sambil mengambil napas dan memandang gedung besar di depanku.

SMA Dairenji. Sekolah favorit siswa dan siswi di lingkungan rumahku. Letaknya strategis, berada di tengah-tengah batasan distrik kota dan pemukiman. Bagiku yang dulu sekolahnya jauh sampai harus naik kereta, ini merupakan kebahagiaan tersendiri. Di hari pertama tidak ada pelajaran, hanya ada sambutan kepala sekolah, lalu kembali ke kelas untuk sambutan dari wali kelas. Berharap masih ada waktu cukup, aku pergi melihat papan pengumuman kelas.

"Duh yang mana?"

Jantungku tidak berdegup lebih kencang dari biasanya. Aku tidak melihat siswa lain di sekitar sini. Jika aku terlambat, maka semua siswa kelas 1 sudah di aula sekarang.

Aku mulai putus asa saat mencapai kelas 1-5. Begitu aku baru mau mengecek kelas 1-6, jari telunjukku berhenti di salah satu nama karena ada jari telunjuk lain di sebelahnya.

"Oh ini kelasku. Eh?"

"Kamu 'kan?"

Rupanya gadis yang kutemui tadi. Kami berdua sama-sama terkejut, hingga ia membuyarkan keheningan.

"Anu, apa kelasmu di sini juga?"

"Heh? Ah ya sebentar aku lihat."

Aku segera menyisir lagi nama yang ada di situ. Dan aku menghela napas lega setelah menemukan namaku.

"Sepertinya kita sekelas."

"Ah. Iya. Eh, jangan tenang-tenang begitu! Kita telat lho!"

"Tunggu..."

Lagi-lagi aku tidak mendengarkan panggilannya. Cepat-cepat aku menuju deretan ruang kelas 1. Otot kakiku semakin lemas saat tiba di depan kelas 1-1. Ide siapa sih yang membuat kelas 1 di lantai 3?

Gerutu panjangku kuteruskan dalam hati sambil menyusuri tiap ruangan. Begitu aku menemukan 1-6, dengan cepat kubuka pintu itu. Dan yang menyambutku di sana adalah...

"...kosong?"

Aku mengedipkan mata beberapa kali, berpikir mungkin aku kelelahan sampai aku berilusi kelas jadi kosong. Setelah yakin betul, aku tidak melihat tas atau barang-barang murid lainnya.

"Apa jangan-jangan mereka langsung ke aula? Tapi tidak instruksi begitu."

Aku menggaruk kepala sampai pandangan mataku berhenti di jam dinding. Jarum panjang berada di angka 12, sedangkan jarum pendek di angka 8. Seketika aku ambruk, tanpa peduli kalau aku terkapar begitu saja di lantai.

"Hah... hah... kamu ini kenapa mes-kyaa! Hei bangunlah!"

Gadis itu menyusulku tidak lama kemudian, dan sekarang dengan cemas ia mengguncang-guncangkan tubuhku. Maaf ya. Biarkan aku berbaring sebentar dalam menerima kenyataan ini.

---

"Aku sudah mencoba memperingatkanmu."

Dengan lirih, ia menasihatiku. Masih lemas, aku membenamkan tubuhku di atas permukaan meja.

"Lain kali, panggilnya lebih keras dong."

"Hau..."

Ia menundukkan kepalanya. Sepertinya ia jadi kepikiran soal itu. Aku juga tidak bermaksud menegurnya begitu. Hanya saja, kalau saja dia bilang dari awal ini masih terlalu pagi, aku tidak akan terburu-buru. Saat itu juga, aku menepuk dahiku karena ingat jam dindingku dimajukan kemarin. Pantas saja.

"Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu. Ya, sekadar saran saja sih jadinya."

Aku mencoba memperhalus ucapanku sebelumnya. Begitu kulihat ia tersadar dan tersenyum, sepertinya ia mengerti. Sekilas jantungku berdegup agak kencang.

"Ada apa?" tanyanya polos sambil menelengkan kepala.

"Bu-Bukan apa-apa."

Aku memalingkan wajah karena sekarang rasanya panas. Kalau dia lihat, nanti jadi salah paham.

Beberapa menit berlalu dalam sunyi. Aku ingin berkenalan dengannya, tapi entah kenapa aku gugup sekali. Ayo Takuji Tsuburaya! Bukankah kau ingin merubah dirimu di SMA dan mempunyai banyak teman? Ini kesempatanmu! Ada satu orang yang bisa kau dekati.

Aku memberikan dukungan mental pada diriku. Memalukan? Mungkin, tapi bagiku itu adalah caraku memotivasi diri. Baiklah, akan kulakukan! Aku balik menoleh ke arahnya dan memanggilnya,

"Hei, apa-"

"Hai! Salam kenal!"

"Mohon bantuannya."

"Sa-Salam... kenal..."

Ia dikerubungi siswi-siswi tanpa kusadari. Ah! Aku pasti terlalu lama berpikir! Jadi keduluan mereka! Meskipun begitu, aku akan mencoba dulu.

"Hei..."

Entah kenapa, tiba-tiba kerumunannya semakin meluas. Sulit kalau begini. Sambil menghela napas, aku kembali menatap ke depan. Bahkan di tengah-tengah keramaian kelas yang penuh canda tawa dan tegur sapa, aku seperti terasing saja.

---

Pada pukul 08.30, kami semua pergi ke aula untuk menerima sambutan dari kepala sekolah. Sejujurnya aku mengantuk. Beberapa kali aku mencoba tetap bangun. Sesekali gadis itu menoleh ke arahku. Hingga akhirnya sambil malu-malu, ia melambaikan tangan padaku.

Seketika kantukku pudar. Aku bisa melihat ia juga dalam kondisi yang sama. Setidaknya, anak-anak perempuan di kelasku mengajaknya bicara. Sementara aku, tidak ada teman bicara satupun. Coba saja ia duduk di sampingku.

30 menit kemudian, kami dipersilakan kembali ke kelas untuk menerima sambutan wali kelas. Lalu, kami dibiarkan pulang atau melihat-melihat ekskul-eskul. Aku segera menghampiri gadis itu dengan niat menyapanya, tapi sepertinya ia tengah mencari seseorang. Berulang kali ia menengok ke kiri dan kanan. Tidak lama kemudian, ada yang mengajaknya kembali ke kelas. Ia tersenyum dan menurut, tapi seperti terpaksa. Aku pun akhirnya berjalan mengikuti mereka, sendirian tanpa teman bicara.

---

Bu Enomoto selaku wali kelas kami memperkenalkan dirinya dan menyapa kami semua. Sambil memberikan penjelasan singkat mengenai pelajaran, beliau memanggil kami satu persatu untuk perkenalan.

"Kita perkenalannya dari depan ke belakang per baris ya. Dimulai dari yang dekat jendela, ya kamu." Bu Enomoto menunjukku.

Aku menunjuk diriku sambil memastikan, dan beliau menjawab dengan anggukan kecil. Kesan pertama itu penting, jadi aku tidak ingin mempermalukan diriku. Aku berdiri menghadap seluruh kelas, berdeham, lalu mulai bicara.

"Namaku Takuji Tsuburaya, dari SMP Kiyomitsu. Salam kenal dan mohon bimbingannya setahun ke depan."

Setelah itu, aku membungkuk dan satu kelas membalas perkenalanku. Semua bertepuk tangan atas instruksi Bu Enomoto dan aku dipersilakan duduk kembali.

"Bagus sekali, Tsuburaya. Mohon bantuannya juga ya. Berikutnya gadis manis yang di belakangnya."

"I-Iya."

Dengan malu-malu, gadis itu berdiri. Aku bisa melihat kalau ia gugup. Ia berusaha keras tidak melihat ke seluruh kelas. Ia membuka mulut, tapi suaranya nyaris tak terdengar.

"Silahkan dimulai perkenalannya."

Bu Enomoto mengingatkannya lagi, mungkin berniat membantu meredakan kegugupannya. Meskipun begitu, ia masih belum tenang. Tanpa sadar aku berbisik padanya.

"Ssst. Tarik napas, dan tenanglah."

Matanya melirik ke arahku. Aku mengepalkan tanganku, berniat memberi dukungan. Ia tersenyum, dan menarik napas perlahan-lahan. Ia mengangkat kepalanya dan memperkenalkan diri.

"Nama saya Asuka Nishikawa. Asal dari SMP Iida. Salam kenal semuanya."

Ia membungkuk dan semua menyapanya dengan lantang. Walau terlihat agak kaget karena suara kencang tiba-tiba, gadis itu menghela napas lega dan duduk kembali diiringi tepuk tangan.

"Wah wah, jangan gugup lagi ya Nishikawa. Bu Guru tidak akan menggigit kok. Grrr."

"Ehm."

Satu kelas tertawa melihat Bu Enomoto yang berusaha mencairkan suasana. Nishikawa pun tampak tenang dan ikut tertawa. Ia balik menatapku dan membisikkan terima kasih. Aku hanya mengangguk pelan.

"Selanjutnya..."

Perkenalan berlanjut hingga semua murid selesai memperkenalkan diri. Setelah itu, Bu Enomoto mengakhiri kelas dan kami dianjurkan untuk melihat-lihat sekolah atau ekskul. Pelajaran baru akan dimulai besok.

Berhubung sekolah intinya sudah selesai untuk hari ini, aku bersiap-siap untuk pulang. Saat itu aku mencuri dengar pembicaraan Nishikawa dengan siswi lain.

"Nishikawa, mau lihat-lihat ekskul tidak?"

"Makan bersama yuk! Sekalian kita lihat kantinnya."

"Jalan saja! Mumpung belum belajar, kita pergi belanja."

Aku lega melihat teman-teman yang lain mau mendekatinya meskipun tadi dia sempat gugup begitu. Kurasa aman saja kalau kubiarkan. Yah aku mau bicara lebih lama kalau bisa. Sambil tertawa pelan, aku berdiri dan meninggalkan mejaku. Namun, sesuatu menahan lengan bajuku. Aku melihat Nishikawa yang melakukannya.

"Ma-Maaf semuanya. Aku sudah ada janji dengan Tsuburaya."

Semua menghela napas kecewa sambil melirik kesal ke arahku. Oi oi, aku juga tidak tahu soal ini. Aku berniat memprotes, tapi cengkramannya pada lengan bajuku cukup kuat. Sepertinya ada yang mau dia bicarakan. Cocok kalau begitu.

"Sampai nanti semuanya."

Dengan sopan, ia membungkukkan badan dan membawaku keluar kelas.

"Kita mau ke mana?"

"Tolong ikut aku dulu."

"Hah?"

Gadis ini menyeretku sepanjang lorong, menjadi pusat perhatian beberapa siswa. Beberapa berbicara sendiri-sendiri melihat kami. Ada yang mengira kami ini pasangan yang bertengkar. Maaf? Itu terlalu jauh. Pasangan? Tunggu, jangan-jangan dia mau menyatakan perasaan. Tidak, tidak.

Sambil berusaha menghilangkan khayalan tidak jelas di kepalaku, Nishikawa membawaku ke taman sekolah. Dia berhenti dan melepaskan cengkeramannya.

"A-Anu..."

Belum sempat aku menanyakan soal apa ini, ia langsung membungkuk dalam-dalam.

"Maaf! Maafkan aku! Tanpa sadar, aku meminta bantuanmu untuk melarikan diri! Sungguh memalukan!"

Dengan tergesa-gesa, ia meminta maaf berulang kali padaku. Aku sendiri menjadi bingung mau merespon apa. Akhirnya aku biarkan saja.

"Sudahlah tidak apa-apa."

"Benarkah?" Nishikawa berhenti dan menatapku. Aku mengangguk untuk meyakinkannya.

Nishikawa tersenyum lagi dan menggenggam kedua tanganku. "Oh terima kasih! Aku kira kamu akan marah karena aku seenaknya sendiri. Bahkan kamu tadi sudah membantuku di kelas."

"Bu-Bukan masalah."

Meskipun tadi pagi sudah berdekatan dengannya, rasanya jadi deg-degan begitu sadar. Gadis ini manis sekali!

"Biasanya ada temanku yang menemaniku, tapi hari ini dia tidak datang," ucapnya sedih.

Aku berkedip. "Temanmu juga bersekolah di sini?"

"Iya. Dia berada di kelas yang berbeda dengan kita, tapi dia juga kelas 1. Aku tidak terbiasa dekat dengan orang lain selain dia."

Aku paham perasaan itu. Saat kita sudah nyaman dengan seseorang, sulit untuk menyesuaikan diri dalam kondisi orang tersebut tidak ada. Terlebih lagi bagi orang seperti Nishikawa. Dia berusaha untuk tetap kuat tanpa temannya, tapi mungkin tadi dia juga sudah mencapai batasnya. Melihatnya berusaha seperti itu, tanpa sadar aku ingin memujinya. Tanganku bergerak menyentuh kepalanya, dan mengusapnya.

"Hwa?" Nishikawa memekik kaget.

"Kerja bagus, Nishikawa. Temanmu pasti tenang kok, kalau tahu kamu bisa mandiri begini," pujiku tulus.

"Benarkah?"

"Tentu. Lihat, kamu bisa mengobrol denganku tanpa gugup 'kan?"

Semisalnya ada bohlam lampu di samping kepala Nishikawa, lampu itu akan menyala terang. Mulut Nishikawa membentuk huruf 'o' dan ia mengangguk kecil.

"Benar juga ya. Hehe. Terima kasih Tsuburaya."

Aku pun ikut senang mendengarnya. Dipikir-pikir awal hari ini berjalan tidak begitu mulus. Bahkan pertemuan pertama kami berakhir dengan aku seperti menggerayanginya. Tak disangka beberapa jam kemudian, kami bisa bicara seperti ini.

"Anu, Nishikawa?"

"Hm?"

"Maukah kamu menjadi temanku?"

Aku mengulurkan tangan ke arahnya, berharap ia akan meraih dan menjabatnya. Nishikawa menatap tangan itu, dan perlahan ia berjalan dan menjabatnya. Ia mengangguk.

"Tentu saja. Aku juga berharap kamu mau menjadi temanku."

"Benarkah?"

"Iya. Aku jarang punya teman laki-laki, jadi aku akan senang sekali kalau kamu mau."

Hatiku seketika berbunga-bunga. Oh! Aku merasa istimewa jadinya. Perlu diketahui aku ini tidak punya teman, baik laki-laki maupun perempuan. Sekarang, aku punya satu orang teman dan dia adalah perempuan. Ah, rasanya musim semiku sudah tiba!

Seolah menjawab ucapanku, dewa mengirimkan anginnya dan mengibaskan rok Nishikawa. Buru-buru ia menahan roknya, tapi saking tiba-tibanya tetap saja roknya tersingkap tinggi.

"Aduh! Kenapa tiba-tiba ada angin?" keluhnya sambil menurunkannya saat angin berhenti. Namun matanya membelalak melihat mulutku yang terbuka lebar.

"A... ah..." Nishikawa kehilangan kata-kata, begitu pula aku.

"Kamu... lihat ya?" Aku sudah tidak merespon. Nishikawa sontak menutup mulutnya, sebelum berlari sekencang-kencangnya meninggalkanku.

Aku masih mematung di sana, di mana pikiranku masih memproses sebuah momen yang biasanya akan diukir selamanya oleh para lelaki kesepian yang penasaran ada apa di balik rok para gadis. Nishikawa itu gadis? Lantas, 'tonjolan' yang kulihat barusan itu apa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro