75. A Young Man #LayChen
A Inspiration by:
❝Cinta terkadang bisa seperti kebiasaan. Tapi juga menyegarkan dan menyentuh seperti adegan film, buku, atau lagu. Tapi aku percaya bahwa cinta, dari apa yang aku rasakan, mampu melakukan hal terkecil untuk orang yang kalian cintai, jika tidak puluhan ribu kali. Itu seperti aku membutuhkanmu.❞
❥❥❥
Halo, namaku Zhang Yixing.
Aku anak tunggal dari mama dan papa, yah karena mereka tidak membuatkan ku adik. So, aku tidak memiliki saudara. Mama dan papa juga tidak memiliki adik, itu karena nenek dan kakek malas membuatkan adik. Teman-temanku juga tidak ada yang memiliki adik.
Kita semua anak tunggal.
Oh, aku sampai lupa memperkenalkan diri.
Namaku Zhang Yixing, tapi orang-orang kadang memanggilku Lay, alasannya karena wajahku terlihat seperti orang ngantuk. Aneh, kan?
Aku lahir tanggal 7 Oktober tahun 1991, di kota kebanggaan ku Changsha, tepatnya di Hunan, sebuah wilayah di China.
Aku ini penyuka warna ungu dan hitam, aku pikir itu karena guruku hobi sekali menghukumku dengan menyuruh menatap tembok kamar mandi sekolah yang bercat ungu pudar. Aku sendiri memiliki hobi bermain basket.
Saat ini aku tinggal bertiga dengan kedua orang tua ibuku, karena mama dan papa harus berkerja di kota demi masa depan ku, jadi mereka menitipkan putra satu-satunya ini. Terkadang aku merindukan mereka, tapi tak apa, kami masih bisa berkomunikasi melalui ponsel.
Omong-omong, jangan terkejut, ya.
Guruku tengah memberi kami tugas menulis kegiatan sehari-hari kami di rumah, dan saat ini aku tengah berusaha menulisnya.
Meski menulis bisa membuat jari-jariku kesemutan, tapi tak apa, ini cukup menyenangkan juga bisa menuangkan isi pikiranku dan ohh, demi nilai seratus. Itu karena aku ingin mendapatkan izin mengikuti lomba menyanyi di festival nanti.
Jadi, aku akan berusaha keras!
Iya, apa pun. Kecuali memakan kotoran kucing ku eww.
Bahkan orang zaman batu pun tak memakan makanan semacam itu! Ini semua gara-gara Chen yang selalu menggoda ku! Mentang-mentang dia memiliki seorang kakak, dia jadi suka pamer dan menjadi besar kepala.
Kapan-kapan aku akan memberinya pelajaran agar dia kapok.
Oh, iya. Guru juga meminta kami untuk menulis tentang seseorang yang sedang kami sukai, eww. Bukankah itu terlalu memalukan? Siapa yang mau menulis hal-hal seperti itu?!
Ekhem.
Aku masih ingat harus mendapatkan nilai sempurna, jadi mau tak mau aku akan menulisnya.
Jangan tertawa. Aku terpaksa melakukannya, okay.
Tapi, aku tak akan menyebutkan namanya!
Surat ini akan dibacakan keras-keras di depan seluruh siswa di kelas nantinya. Uhh, sungguh memalukan!
Aku akan mendeskripsikannya saja.
Orang yang ku sukai itu ada 3 orang, setidaknya untuk saat ini.
1). Yang pertama adalah nenekku, hehe. Dia adalah wanita paling lembut dan pintar memasak yang pernah ada di dunia! Dia seseorang yang sangat perhatian kepadaku, terutama ketika aku sakit. Meski tubuhnya mulai bungkuk dan kulitnya pelan-pelan mengendur seperti plastik. Tapi bagiku, dia adalah wanita paling cantik yang pernah ada. Aku sangat menyayangi nenek!
2). Yang kedua adalah kakekku. Tentu saja. Dia sosok superhero untukku, kakek juga pintar membuat lelucon dan mengajariku bagaimana menjadi pria sejati. Meski begitu, kakek orangnya lembut dan perhatian, terutama pada nenek, kakek juga sering sekali menggantikan pekerjaan nenek seperti mencuci, menyapu, bahkan belanja di pasar. Saat mereka bersama, rasanya seperti ada bunga-bunga dan gambar hati di sekeliling kami.
3). Yang terakhir adalah tentang orang yang ku sukai. Dia lebih muda satu tahun dariku, dan lebih pendek. Tapi orangnya lincah dan ceria sekali, dia suka sekali bernyanyi keras-keras di mana pun dia berada. Pernah saat kelas sedang kosong, ketika semua orang sedang sibuk sendiri-sendiri. Dia dengan santai bernyanyi sangat keras hingga terdengar sampai lapangan, padahal kelas kami ada di lantai 3. Saat aku menyuruhnya berhenti, dia malah mengacungkan jari tengah sambil terus bernyanyi.
Dia orangnya sangat tengil, gemar mengejek, dan sangat berisik. Meski begitu, dia orangnya baik meski pun absurd dan ramah pada siapa pun. Saat aku kehilangan pulpenku ketika pelajaran berlangsung, dia meminjami ku pulpennya padahal miliknya juga belum selesai, saat aku tanya, dia bilang karena aku pintar jadi pasti cepat mengerjakannya, jadi dia bisa sekalian minta contekan.
Lucu, kan? Aku menyukainya yang penuh warna seperti itu. Dia seperti pelangi yang bukan hanya muncul saat selesai hujan, tapi juga ketika panas terik, bahkan saat malam hari.
Tapi aku tak berani mendekatinya karena dia berasal dari keluarga berada, berbeda denganku. Kabar baiknya, kami sama-sama menyukai kucing dan kami sudah berpacaran :)
Hubungan kami berdua dilakukan sembunyi-sembunyi okay dan baru berlangsung dua Minggu. Jadi, jangan membocorkannya pada siapa pun atau kami akan mati menahan malu -
"Xing Tuo, kemarilah sarapan!"
Itu suara nenekku, "Tunggu sebentar, Nenek."
Aku bergegas memasukkan peralatan sekolahku ke dalam tas, karena kurang berhati-hati salah satu bukuku tidak sengaja sobek. Aku mengangkat buku itu hingga sejajar dengan wajah.
Bukunya robek menjadi dua bagian.
Aku memberengut, "Kenapa kamu rusak sekarang? Padahal aku, kan, belum selesai menggunakan mu."
"Xing Tuo!"
Kali ini kakek yang berteriak memanggilku.
"Iya, iya, kakek. Yixing segera datang."
Aku meninggalkan buku itu di atas kasur. Setelah menutup resleting tas gendongku dan menggendongnya.
Aku bergegas keluar kamar, menutup pintu dan berjalan ke arah dapur. Di mana nenek dan kakek sudah menunggu.
"Selamat pagi Nenek, selamat pagi Kakek."
Aku meletakkan tas di kaki kursi. Mendudukkan bokong ku setelah mendapatkan kecupan nenek dan kakek di kening serta pipi.
"Wah, aromanya harum sekali, Nek."
Hari ini nenek kembali memasak makanan kesukaanku. Sup kentang dengan taburan bawang goreng. Sebenarnya makanan apa pun akan terasa lezat dilidahku, apalagi kalau yang memasak adalah nenek.
"Tentu saja, Nenek memasaknya dengan cinta. Yixing, kamu harus makan banyak agar cepat tumbuh besar."
Nenek mengambilkan sup untukku, meletakkannya di depan ku. Aku dapat mencium aromanya, juga uap tipis yang mengepul dari dalamnya.
Kakek mengusap rambut cepak ku. Aku menatap nenek.
"Kata teman-teman, aku sudah cukup bulat."
Pacar ku sih yang bilang begitu.
"Maksud nenek cepat tumbuh dewasa, dan menjadi laki-laki hebat." Dia meralatnya dengan senyum teduh itu! Uh!
Aku membulatkan bibir mendengar penuturan nenek. "Oke, baiklah. Nenek memang paling hebat soal urusan merayuku."
Setelah selesai sarapan. Aku berangkat sekolah dengan di antar nenek mengunakan sepeda kakek.
"Belajarlah yang rajin, Xing Tuo."
Aku mengangkat jempolku. "Pasti, Neeek!"
Setelah itu. Aku berlari masuk ke dalam area sekolah. Oh, ya, sekolahku ini bernama Hunan Normal University High School.
Aku memutar tubuhku dan melihat nenek masih berdiri di depan gerbang dengan memegang sepeda. Memperhatikanku. Aku melambaikan tanganku pada nenek sebelum akhirnya Chen tiba-tiba muncul dari dalam dan menarik ku masuk.
❥❥❥
Sekarang aku ingin menulis saat aku sedang sakit.
Saat itu terasa begitu hening.
Hanya terdengar suara denting jam.
Aku mendengar sayup-sayup suara orang-orang dewasa di luar ruangan tempatku terbaring.
Perlahan aku membuka mataku.
Rasanya agak berat, seperti ada lem yang menutupi kelopak mataku.
Plafon putih adalah yang pertama kali menyambut kesadaranku.
Aku mengerjap beberapa kali. Mengerak-gerakkan jari-jariku yang terasa kebas.
Hingga bunyi daun pintu diputar menarik perhatianku. Aku menoleh pada sumber suara.
"Astaga, Xing Tuo kau sudah sadar!"
Itu nenek.
Nenek langsung berhambur memelukku. Di belakang nenek ada kakek yang memanggil orang-orang berbaju putih untuk segera memeriksaku.
Aku memperhatikan apa yang mereka lakukan dalam diam.
Sekarang aku ingat. Aku berada di rumah sakit.
Aku juga ingat bagaimana aku bisa sampai di sini. Itu karena teman-temanku mengajakku lomba makan es krim. Aku memakan dua mangkuk besar yang mengantarkanku pada juara pertama.
Sebagai gantinya. Amandelku membengkak.
"Xing Tuo, kau baru sadar setelah operasi amandelmu. Jangan banyak bergerak dulu."
Nenek menyeka air matanya. Ingin sekali aku menghapus air mata itu. Aku tidak suka melihat nenek menangis terlebih karenaku.
"Setelah beberapa hari ini, akhirnya cucu kesayanganku sadar juga."
Nenek menyembunyikan wajahnya pada dada kakek, dengan tangannya yang menggenggam tangan kananku.
Sementara sebelah tangan kakek mengusap pundak nenek dan sebelah lagi mengelus rambutku.
"Berjanjilah untuk tidak kembali terluka." Kakek tersenyum padaku.
Aku mengangguk lemah.
Setiap kali aku terluka. Maka kakek, nenek, papa, dan mama akan mengatakan hal yang sama. Tapi aku tidak pernah mendengarkannya, karena waktu itu aku masih kecil dan belum mengerti tentang kondisi kesehatanku sendiri di mana aku sama sekali tak boleh terluka.
Luka sekecil ujung jarum bagi orang lain mungkin itu bukan apa-apa dan akan segera sembuh sendiri dalam hitungan menit, tapi untukku, itu adalah luka fatal, atau malah aku bisa saja mati karena luka itu.
Aku terlahir sebagai penderita Hemofilia, semacam penyakit langka yang diturunkan melalui keturunan, di mana darahku sulit membeku dan akan terus mengalir tanpa henti setiap kali aku terluka.
Ditambah Blood Disorder atau disebut juga kelainan darah adalah gangguan yang terjadi pada salah satu atau beberapa bagian darah sehingga mempengaruhi jumlah dan fungsi darah. Kelainan darah ini bisa bersifat akut mau pun kronis.
Gejala dari Blood Disorder biasanya muncul akibat tubuh terlalu kelelahan. Gejala yang muncul juga berbeda-beda tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Beberapa gejala tersebut diantaranya mudah mengalami memar, mimisan, gusi berdarah, cepat lelah, demam berulang, sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar, dan juga sesak nafas.
Operasi amandel yang aku jalani beberapa hari lalu membuatku koma selama beberapa hari, ku dengar dokter itu sempat bilang pada nenek dan kakek kalau dia awalnya mengira aku akan mati hari ini.
Aku melihat kakek membawa kaset kesukaan ku dan nenek. Kakek memutarnya untuk kami.
Aku bangun dari posisi tidur ku. Duduk di samping nenek dan bersandar di sisinya. Aku memang selalu melakukan ini ketika kami tengah mendengarkan kaset bersama-sama. Nenek mengelus rambutku. Sesekali mengikuti bait lagu.
Begitu kita mulai, kita akan mendengarkannya sepanjang hari. Kaset berhenti. Kakek memutar ulang kasetnya untuk kami.
Nenek tertidur dengan posisi duduk dengan aku yang menyandar pada pundaknya. Nenek memang selalu tertidur ketika tengah mendengarkan musik. Meski begitu nenek tidak pandai menggunakan pemutar kaset, jadi kakek selalu di sisi istrinya untuk membantu nenek.
"Aku berjanji untuk selalu memiliki pemutar kaset dan menyalakannya untuk nenekmu." Kakek memberitahuku. "Sehingga selama ia berada di sisiku, ia selalu bisa mendengarkan musik."
Aku tersenyum mendengarnya. Melihat betapa cinta nenek dan kakek semakin tumbuh setiap harinya.
"Kakek dan Nenek merawat bibit cinta itu dengan baik."
Kakek tersenyum mendengar komentarku.
"Nenek dan Kakek bertemu ketika usia kami 25 tahun." Aku mendengarkan baik-baik apa yang kakek ceritakan. "Dan seperti orang digenerasi yang lebih tua, kita tidak pernah mengadakan upacara pernikahan."
"Kakek bahkan tidak melamar nenek dengan cincin untuk menandakan cinta abadi kalian," terusku sedih, "jika suatu saat nanti aku sudah bekerja dan menghasilkan banyak uang, aku akan membelikan nenek cincin paling bagus, agar kakek bisa memberikannya untuk nenek."
"Baiknya, Cucuku." Kakek mencium pipiku gemas.
"Uhh, aku serius. Aku juga akan membawa kalian ke Paris, katanya itu adalah kota paling romantis di dunia."
Malam itu, aku tertidur dengan kakek dan nenek yang berada di sisiku. Memelukku dengan saling menautkan tangan mereka.
Dua Minggu kemudian aku kembali masuk sekolah. Setelah menyerahkan hasil tulisanku dan mendapatkan nilai.
Aku berlari keluar. Mencari nenek yang selalu mengandeng sepeda kakek untuk menjemputku.
Selama beberapa saat menunggu. Nenek tak kunjung tiba.
"Yixing, kau belum pulang?"
Aku terjengkang mendengar suara itu. Sedikit terkejut. Setelah dua Minggu lebih kami tidak bertemu, meski pun kami satu sekolah.
Sekarang dia tiba-tiba muncul di hadapanku.
"Aku sedang menunggu nenekku, Chen."
Mencoba bangun dari posisi memalukan.
"Mau bareng denganku?"
Chen mengangguk singkat dan mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Bertepatan dengan kakek yang mengayun sepedanya ke arah kami berdua.
"Kakek? Nenek mana?"
Chen membungkuk pada kakekku. "Halo, salam kenal."
Sejak saat itu. Aku berusaha keras bernyanyi. Mengikuti lomba atas saran teman-temanku.
Nenek sakit, dan kami tidak memiliki cukup uang untuk ke rumah sakit karena uang itu sudah habis untuk biaya operasi amandelku.
Papa dan mama juga belum memberi kami kabar apakah mereka punya uang untuk dikirim.
"Jika kau menang dan mendapatkan uang, akan kau apakan uang itu?" Seorang MC laki-laki bertanya padaku.
Setelah sebelumnya dia juga bertanya pada peserta lain yang berdiri di sebelah kiriku.
"Untuk membantu nenek agar cepat sembuh," jawabku berdebar.
Mengingat banyak peserta lain yang menyanyi jauh lebih bagus dariku. Aku tidak sepercaya diri itu untuk meninggikan hati.
"Ouh, itu perbuatan yang sangat menyentuh hati." Seorang juri laki-laki berkomentar.
Aku lupa siapa namanya. Pokoknya dia yang tadi - ketika aku bernyanyi - selalu menyuruhku berhenti. Padahal aku belum menyelesaikan lagunya.
Pada akhirnya aku mendapatkan juara tiga di TV Star Academy. Untung dan uang itu cukup untuk biaya berobat nenek.
Sejak saat itu aku sering diundang ke acara TV Shows. Dulu ketika aku berumur enam tahun, aku juga pernah membintangi drama. Kini orang-orang mengenalku sebagai Si Bintang Cilik Lokal di Hunan.
Meski sekarang aku adalah bintang. Tidak ada satu pun dari teman-temanku yang memperlakukanku layaknya idola. Karena seorang idola tidak ada yang diseret seperti karung beras sepertiku ini!
"Kalian akan membawaku ke mana?" tanyaku sedikit mengerutu.
Aku tengah belajar untuk tes masuk universitas, dan mereka tanpa aba-aba langsung menyeretku keluar dari perpustakaan sekolah.
"Ada agensi besar dari Korea Selatan yang tengah mengadakan audisi global di Changsha," jawab Xiumin masih dengan menyeretku. "Bukankah itu kesempatan yang sungguh luar biasa."
"Kau tahu Shinhwa? TVXQ? BoA? Super Junior? Bahkan Girls Generation? Semuanya berasal dari agensi ini, SM Entertainment!" Zitao bercerita dengan heboh.
"Aku pernah baca diinternet, katanya pemilik agensi ini menyaksikan dari dekat kejayaan sang super star Michael Jackson. Jadi dia membuat agensi sendiri untuk melahirkan talenta-talenta sekelas Michael Jackson!"
Yixing mulai pusing mendengar celotehan teman-temannya.
Luhan menimpali, "Dan kita harus mengikuti audisi global itu, siapa tahu kita akan lolos dan debut menjadi bintang besar. Waah, aku tidak sabar membayangkannya. Kalau aku terkenal, setiap hari aku mau makan daging panggang."
"Itu benar, apalagi kau adalah Bintang Cilik Hunan, Yixing. Kau harus lolos audisi ini, jangan sampai gagal dan membuat nama kota Changsha jelek." Zitao berkata sangat yakin.
Mereka bertiga sudah menyiapkan semuanya. Luhan menyuruhku duduk dan menunggu giliran.
Satu per satu peserta audisi dipanggil, termasuk dengan ketiga temanku. Kebanyakan dari mereka keluar dengan wajah tertekan dan murung, ada juga yang keluar sambil melompat-lompat.
"Zhang Yixing!" Pundakku menegang ketika namaku disebut.
Sekarang adalah giliranku!
Xiumin menepuk pundakku. "Semoga berhasil kawan."
"Jangan mengecewakan usaha kami menyeretmu kemari."
Zitao dan Luhan mengepalkan tangannya ke atas.
Saat itu aku belum tahu, bahwa itu adalah hari bersejarah ku.
Hari di mana aku memulai mimpi-mimpiku yang lebih besar.
❥❥❥
Nenek dan kakek mengeluarkan semua tabungan mereka dari balik kasur.
Sambil berdiri di pojokan, aku menunduk malu. Juga merasa tidak enak pada kakek dan nenek. Bukannya meringankan beban mereka, aku malah memberatkan pundak mereka.
Aku merasa menjadi cucu paling tidak berguna yang bisanya hanya menyusahkan.
"Xing Tuo, kemarilah."
Nenek menyuruhku mendekatinya. Aku berjalan pelan. Tali tasku menjadi sasaran untukku remas. Melampiaskan perasaan tak enak yang menyergap.
Nenek menyerahkan sejumlah uang padaku yang jumlahnya lumayan banyak. "Pakai ini untuk bertahan hidup di Korea Selatan dan kejarlah mimpimu hingga kau mendapatkannya."
Air mataku tidak bisa lagi dibendung. Aku menangis dengan memeluk nenek. Aku merasakan kakek mengusap rambutku.
"Terima kasih, Kek, Nek. Aku mencintai kalian." Aku memeluk mereka berdua.
Nenek mencium keningku lama. "Nenek dan kakek akan selalu mendoakan mu dari sini, nenek akan menunggumu mengeluarkan lagumu sendiri dan mengadakan konser solo."
Aku tertawa diselingi sesenggukan. "Aku bahkan baru akan memulai, masa sudah langsung membicarakan konser solo."
"Sejak beberapa hari lalu Xing Tuo memberitahu ingin menjadi idola dan menjalani training di Korea Selatan, nenek juga memiliki impian baru."
"Apa itu, Nek?"
"Nenek ingin melihat kamu melakukan konser solo mu, Xing Tuo."
Saat itu aku cuma mengatakan bahwa aku akan bekerja keras hingga keinginan nenek terkabul, tapi saat itu aku masih terlalu naif. Andai aku lebih cepat mengelar konser solo pertamaku sebelum nenek meninggal.
Tapi semua itu hanyalah angan-angan yang selalu bersembunyi dibalik kata seandainya....
Setelah aku selesai berpamitan pada keluargaku. Aku pergi ke rumah Chen sambil membawa kucing peliharaanku. Aku berencana memberikan kucingku padanya, sekaligus berpamitan.
"Siapa namanya?" tanya Chen.
"Kucing," jawabku, dan Chen mengernyit dahi.
"Aku tahu dia kucing, lalu siapa namanya?" Chen mengulangi pertanyaannya sambil mengendong kucing putih-abu-abu itu.
"Aku, kan, sudah bilang, nama kucingku itu Kucing."
"Jadi namanya adalah Kucing?" Chen terlihat ingin mengulitiku hidup-hidup.
Aku menggaruk tengkuk sambil tersenyum. "Iya."
"Kalau begitu, mulai sekarang namamu adalah Manusia."
"Heeeeehh?"
"Daripada itu, kamu sudah akan berangkat, Yixing?"
Aku mengangguk. "Maaf kalau sangat mendadak."
Chen mengangguk. Aku agak sedikit terganggu hari ini dia tak seperti biasanya.
"Kalau begitu, semoga sukses."
Setelah itu, aku diusir dari rumahnya.
Sejak saat itu, aku bertekat, jika suatu saat nanti aku memiliki kucing lagi, aku akan memberinya nama Lulu (anak pertama), Luobo (anak kedua), Laosan (anak ketiga), Laosi (anak keempat, sering dipanggil Didi alias si bungsu), dan seterusnya hehe.
❥❥❥
Nenek, kakek, dan ketiga temanku mengantarkan ku ke bandara. Namun aku tidak melihat Chen. Aku menunggunya, namun, pesawatku akan segera lepas landas sebentar lagi. Itu membuatku cemas menunggunya.
Aku menyeret koperku.
"Belajarlah dan jaga dirimu baik-baik, jangan mencemaskan kami. Tapi cemaskan lah mimpimu, jika berani mengambil langkah besar, maka kamu juga harus berani mewujudkannya."
Nenek menasihati ku, yang dengan senang hati aku menerimanya. Nenek adalah pribadi bijak yang aku kenal. Pantas kakek jatuh cinta pada nenek.
"Kalau sudah terkenal nanti, jangan melupakan kami kawan." Xiumin menangis.
"Kau harus membuat warga Changsha bangga memiliki pemuda sepertimu!" kata Zitao.
"Jangan sampai punya skandal, ku dengar seorang idola harus putih bersih seperti pakaian baru," pesan Luhan.
Ketika aku sudah masuk ke dalam pesawat. Aku memperhatikan mereka yang masih setia menungguiku.
Hingga selang beberapa detik sebelum pesawat yang akan membawaku ke Korea Selatan benar-benar lepas landas. Aku melihat seseorang yang familier berlari menghampiri keluarga juga teman-temanku.
Dengan panik bercampur bahagia. Aku menyentuh kaca. Seakan yang aku sentuh adalah wajahnya.
Chen berlari mendekati landasan, aku dapat melihat raut kecewa bercampur bahagia yang ia tunjukkan.
Dengan buru-buru, Chen seperti meminta kertas juga pulpen pada Luhan, Xiumin, dan Zitao.
Aku dapat merasakan sedikit demi sedikit pesawat yang ku tumpangi mulai melaju.
Aku makin menempelkan wajahku pada jendela pesawat ketika Chen merentangkan sebuah kertas putih bertuliskan kalimat besar-besar.
Aku mengeja satu per satu huruf yang tertera.
"B ... R, E ...."
Aku menfokuskan mataku pada tulisan itu, beberapa kali menguceknya agar aku dapat lebih jelas membaca tulisan tersebut.
"A, ... K?"
Break?
Jantungku mencelos ketika mendapatkan maksud tulisannya.
Aku melihatnya menyilangkan kedua tangannya di udara, lalu memeluk tulisan itu. Kemudian melambaikan melambaikan tangannya sambil meloncat-loncat kecil.
Aku menangkap sekilas senyum cerahnya. Seakan kata break memiliki arti: aku selalu mendukung dan menunggumu pulang, sampai jumpa lagi.
"Chen..."
Suatu saat, ketika aku sudah berhasil debut sebagai member EXO, aku membuatkannya sebuah lagu yang pada akhirnya tak pernah ku rilis.
❥❥❥ END ❥❥❥
Author notes.
Fanfic ini 60% fiksi, 40% real. Aku kumpulkan dari berita-berita yang berasal dari Lay. Fanfic ini udah lama ku tulis, dari gaya tulisannya berarti pas aku masih awal-awal nulis soalnya tulisannya ancur😭 ini udah berusaha ku revisi wkwk.
Omong-omong soal penyakitnya Lay itu real ya, sedih banget, di EXO ada dua orang yang punya sakit serius sejak kecil, yaitu Lay sama Baekhyun. I hope mereka selalu sehat-sehat. ♥️
22/10/2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro