72. Revenge In A Kitchen #KyungChen
⚠️ TW SUICIDE!!!
***
"Kamu itu sebenarnya bisa masak apa gak, sih?"
"Bisa, Chef."
"Terus kenapa rasa sayur asam kamu rasanya kayak air cucian piring?"
"Gak tau, Chef."
Do Kyungsoo menghela napas dalam. Sepasang matanya memicing tidak suka pada Baekhyun. Membuat peserta asal Sunda itu menunduk takut-takut.
"Kamu udah cicipi sayur asam buatanmu sendiri?" tanya Kyungsoo. Dia menyentuh pinggiran piring masakan Baekhyun.
"Alhamdulillah. Udah, Chef," jawab Baekhyun tanpa ragu.
"Enak?" tanya Kyungsoo lagi.
Baekhyun terlihat bingung, tapi akhirnya dia menjawab, "Enak, Chef."
Jawaban dari Baekhyun lagi-lagi membuat Kyungsoo melirik peserta itu sinis.
Detik itu juga Kyungsoo melempar sayur asam Baekhyun pada pemuda itu. Membuat seluruh peserta tercengang, tidak terkecuali aku yang langsung meneguk saliva gugup.
"Chen!"
Aku meraih piring berisi soto Betawi buatanku begitu Lay memanggil namaku. Berjalan tergesa menghampiri tiga orang mentor MasterChef itu.
Aku membenarkan kacamata gugup begitu Chanyeol mencicipinya. "Ini makanan kesukaan siapa?"
Dadaku berdetak cepat begitu pertanyaan itu terlontar. "Almarhum abang, Chef."
Tema tantangan kali ini adalah memasak makanan kesukaan orang yang paling berarti dalam hidup para peserta yang berkompetisi, dan aku memutuskan untuk membuat makanan kesukaan abang.
"Kamu mau masak emping apa masak batu?" Aku menunduk begitu Kyungsoo mendekati soto Betawi ku.
Dia mengambil emping - yang ku goreng sedikit kecokelatan - dan mendekatkan emping itu pada matanya.
"Daging sapi kamu alot, rempah-rempahnya kurang halus, dan yang paling penting," Lay menggantung kata-katanya, "santan yang kamu taruh di sini cuma sedikit."
Lay memiringkan piring itu agar aku dapat melihat santan yang aku taruh di piring tersebut.
"Harusnya kamu bisa taruh santannya sedikit lebih banyak."
"Maaf, piringnya gak muat, Chef."
"Ya, kamu salah ambil piring, ya jelas gak muat lah, Bego," sambar Kyungsoo yang sejak tadi hanya mengamati.
Kyungsoo mengambil semangkuk emping itu dan membuangnya ketempat sampah. Hal itu membuatku tersenyum miris.
"Kita belum cobain empingnya," kata Lay.
"Gosong itu, udah pasti enggak enak, yang ada buat sakit perut," ujar Kyungsoo. "Oke, Sehun."
Babak ketiga MasterChef musim 9. Sebuah kebanggaan aku dapat memasuki pressure test berkat mulut pedas Kyungsoo.
***
"Argh, gila itu orang!" teriak Baekhyun begitu aku menutup pintu kamar hotel.
Aku berjalan mengambil air putih dan meneguknya hingga tandas.
"Bukan cuma mulutnya doang yang kayak cabe rawit, kelakuannya udah kayak preman pasar," sambung Kai.
Sejak kami semua sampai di hotel. Rata-rata semua peserta mengeluarkan makian untuk seluruh mentor, terutama Kyungsoo.
Aku melirik Baekhyun yang tengah tengkurap di atas kasur. Aku mengambil baju ganti dan membawanya ke kamar mandi.
"Kok, lo sama sekali gak emosi sama itu setan, sih, Chen?" tanya Sehun penuh tersirat rasa penasaran.
Aku mengedipkan bahu acuh tak acuh. "Ngapain buang-buang tenaga buat orang gak penting, mending aku latihan masak lagi biar makin jago."
"Widiiiih, keren juga lo," puji Baekhyun sambil bertepuk tangan. "Eh, tapi hati-hati loh, Chen. Yang namanya perasaan dan beban kalo dipendam lama-lama nanti bisa jadi dendam."
Aku menghentikan langkah begitu mendengar penuturan Baekhyun. Melirik sekilas padanya sebelum akhirnya aku menutup pintu kamar mandi.
"Iya gak mungkin lah."
***
"Tantangan kali ini adalah memasak rendang," ucap Lay begitu kami semua sudah membuka kotak dihadapan kami yang berisi daging sapi segar.
Mulut seluruh peserta tak kecuali aku membentuk huruf O dengan kepala mengangguk.
"Waktu kalian lima jam."
Dadaku seakan berhenti berdetak detik itu juga.
"Dimulai dari ...," Kami semua menatap jam besar yang tergantung di atas balkon, "SEKARANG!"
Waktu terus berputar setiap detiknya. Aku berlari ke arah rank untuk mencari semua bahan yang aku butuhkan untuk memasak rendang. Bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, daun jeruk, lengkuas, serai, cabai rawit, garam, dan yang lainnya.
"Sehun, kelapa lo jatuh, tuh."
Aku menoleh sekilas pada Suho yang memperingatkan Sehun bahwa kelapanya terjatuh.
"Makasih," ucap Sehun terburu ke tempatnya setelah mengambil kelapa yang jatuh.
Aku tidak lagi menghiraukan sekitar. Setelah menggiling bumbu dan mencampurkannya pada daging, lalu menunggunya meresap. Fokusku berikutnya adalah memarut kelapa sebelum memasaknya.
"Ada kelapa bubuk dan kelapa cair, kenapa gak pakai itu aja biar cepat? Marut sendiri kan lama."
Aku menoleh pada Kyungsoo yang menghampiriku.
Aku menggeleng. "Saya pikir kelapa yang baru diparut akan lebih segar dan memunculkan cita rasa rendang yang lebih baik, Chef," ujarku tanpa menatap ke arahnya.
"Kamu mau bilang kalau kelapa sasetan itu gak segar gitu?"
Aku terkejut dengan pertanyaan itu hingga membuat telunjuk ku terluka. Meski begitu aku tidak menghiraukannya dan melanjutkan memarut.
"Berhenti."
"Iya, Chef?" Aku menatap Kyungsoo bingung.
"Berhenti, obati dulu luka kamu, saya egak mau makan makanan yang ada darah manusianya," ucap Kyungsoo. Lalu dia melenggang pergi mendekati Kai.
Beberapa saat kemudian dua orang petugas kesehatan menghampiriku dan mengobati luka ditangan ku.
"Waktu kalian tinggal tersisa 30 menit lagi!" teriak Lay.
Otakku benar-benar kosong. Ini bukan yang pertama kali, namun, tanganku tetap terasa dingin. Hidupku dipertaruhkan pada ajang kompetisi memasak ini.
"Itu santannya diaduk yang bener, jangan sampai pecah." Aku melirik Kyungsoo yang tengah menghampiri Sehun.
"Siap, Chef."
"Jangan cuma siap chef, siap chef aja, tapi lakuin apa yang saya bilang, kalo kamu pulang hari ini itu salah kamu sendiri." Kyungsoo berjalan menjauh dari Sehun dengan tangan yang dia taruh di belakang punggungnya.
"Thank you, Chef."
"Ayo-ayo, waktu kalian tinggal 5 menit lagi!" Chanyeol bertepuk tangan di atas kepalanya menyemangati kami.
"YES, CHEEEF!"
Membakar semangat dalam darahku untuk tidak lagi masuk dalam pressure test kali ini.
"STOP!"
Kami semua mengangkat tangan tanda selesai. Aku mengembuskan napas lega melihat hasil masakan ku. Aku cukup percaya diri kali ini.
"Chen, kamu maju ke depan," ucap Kyungsoo.
Panggilannya membuat hati kecilku seketika tercubit. Kepercayaan diri yang tadi membumbung tinggi kini seolah terjerembab ke dalam laut terdalam.
Aku membawa rendang buatanku menuju ketiga mentor yang tengah berdiri tegak di depan sana. Menaruh piring itu perlahan, lalu menyembunyikan kedua tanganku di belakang punggung.
Aku menelan saliva begitu melihat Kyungsoo menjadi mentor yang pertama mencicipi masakanku.
"Ini plating macam apa yang kamu buat?" Kyungsoo memperlihatkan piringku, lalu menaruhnya kembali dengan kasar.
"Maaf, Chef," cicitku.
Aku bahkan menahan napas begitu rendang buatanku itu masuk kedalam mulut Kyungsoo.
Mulut itu mengunyah perlahan dengan alis mengernyit. Aku menahan napas begitu Kyungsoo mengambil tissue dan mengeluarkan kunyahannya. "Kamu mau bunuh saya, ya?" tuduhnya.
Yang sontak membuatku menggeleng. "Tidak, Chef."
Lay dan Chanyeol yang sejak tadi hanya diam kini mulai mendekati meja dan mencicipi rendang buatanku.
"Hey, jangan dimakan itu nanti kalian masuk UGD," kata Kyungsoo yang tidak dihiraukan oleh kedua rekannya.
"Dagingnya lembut, kok. Dimasak dengan tingkah kematangan yang pas," komentar Lay.
Dia kembali mengambil daging dalam piring itu. Yang sontak membuatku tersenyum. Tapi itu tidak bertahan lama karena setelah suapan kedua, Lay. memuntahkan kunyahannya.
"Bumbunya...," Chanyeol menggantung ucapannya setalah mencicipi rendang di hadapannya, "masalahnya bukan cuma di plating aja, tapi juga dibumbunya yang gak konsisten. Yang Lay makan tadi oke kayaknya, tapi buat bagian lainnya super kacau," imbuhnya.
Yang membuatku kembali merasa rendah. Ini sih udah fix tereliminasi.
"Plating kamu buat saya mikir, ini kamu mau ikut MasterChef Indonesia atau mau buka rumah makan Padang, bahkan rumah makan Padang aja jauuuh lebih baik daripada masakanmu."
Kyungsoo kembali berkomentar sambil mencicipi rendang yang ada di hadapannya dengan malas-malasan.
"Tapi bukan cuma itu, masakan kamu ini gak pantas dimakan manusia sama sekali," imbuhnya.
Aku mengangguk sebagai tanda setuju akan perkataannya kali ini. Terlebih ketika Kyungsoo menelan makanan buatanku dengan susah payah.
"Kemungkinan hari ini kamu pulang itu besar, kamu seperti gak belajar dari kesalahanmu sebelumnya. Kamu anggap acara ini main-main aja, kah? Biar terkenal gitu?"
"Maaf, Chef." Hanya itu yang bisa aku katakan.
"Oke, Chen silakan kamu kembali," ujar Lay.
Aku langsung beranjak dari tempat pesakitan ku dengan hati hancur dan pikiran kacau.
"Thank you, Chef."
"Baekhyun, bawa makanan kamu ke depan."
Aku berpapasan dengan Baekhyun yang akan maju. "Semangat," bisikku.
Baekhyun mengangguk singkat sambil melewati ku.
Ada salah satu hal paling menjengkelkan yang baru aku ketahui baru-baru ini. Orang-orang televisi menyuruh peserta terlihat saling bermusuhan dan berbicara dengan skrip yang telah mereka siapkan.
Kami semua terlihat seperti memiliki kubu sendiri-sendiri, ada yang seperti saling berkomplot, menjatuhkan, dan saling menyemangati. Haha, beberapa ratus komentar kebencian membanjiri kolom komentarku setiap kali episode terbaru program ini tayang. Mulutku benar-benar disetting menjijikkan oleh para crew dihadapan pemirsa.
Mungkin itu juga penyebab salah satu peserta pernah ada yang mengakhiri hidupnya.
"Maaf, Chen. Kamu harus pulang hari ini," ujar Chanyeol.
Aku menarik napas dalam. Mengangguk singkat sebagai formalitas. "Thank you, Chef."
Berjalan tegap dengan mengangkat dagu sebagai isyarat pada diri sendiri untuk tetap tegar. Aku keluar dari ruangan itu menuju pintu besar nan gelap. Jalan keluar di mana aku memang sudah tidak dibutuhkan lagi dalam kompetisi ini.
Jika kalian bertanya apa aku sedih? Maka jawabannya adalah, iya. Aku memiliki dua tujuan berada dalam program memasak itu.
1. Melanjutkan cita-cita almarhum abang sebagai seorang koki dan memenangkan kompetisi MasterChef.
Lalu bagaimana dengan tujuan keduaku? Seharusnya dia tengah melakukan bagiannya sekarang.
***
Dinding marmer dan perabotan yang didominasi besi dan keramik seakan tengah mengungkung ragaku dalam dingin setiap menitnya.
Aku memeluk tubuhku menggigil sambil berjongkok di bawah wastafel dapur. Beberapa kali mengedipkan mata demi menghalau kantuk serta dingin yang menjalar hingga kelopak mata.
Rasa tidak tenang seperti tengah ada ribuan orang yang mengancam keselamatanku memenuhi pikiran hingga menjalar ke seluruh sendi.
"Juri MasterChef Indonesia dilarikan ke rumah sakit pada malam dini hari, dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan salah seorang peserta mencuat kala tim dokter mengidentifikasikan racun polonium yang masuk ke dalam tubuh ketiga mentor tersebut."
Dikepala ku. Kini berputar siaran televisi yang aku tonton pagi tadi.
"Lay dan Kyungsoo kini tengah dalam kondisi kritis, sedangkan nyawa Chanyeol sudah tidak tertolong pada pukul 4 waktu setempat."
Tok! Tok! Tok!
Aku berjangkit kaget begitu mendengar pintu diketuk malam-malam seperti ini. Tidak pernah ada yang berkunjung selarut ini sebelumnya. Almarhum abang juga tidak begitu memiliki banyak teman selain mendiang kekasihnya.
Aku bergegas mencari pisau begitu mengira bahwa mungkin saja mereka adalah rampok atau polisi. Aku menutup gorden dapur yang tadi terbuka. Mengunci pintu lantas bersembunyi kembali di bawah wastafel dapur.
Gedoran pintu itu semakin santer terdengar. Mereka bahkan mulai berteriak memanggil namaku.
Aku melirik pisau daging yang aku genggam.
Masih ingat dengan dua tujuan yang pernah aku katakan?
Kalian sudah mengetahui tujuan pertamaku yang gagal bukan. Ingin juga mengetahui tujuan keduaku yang berhasil?
Namaku Chen Aditya Iqbal. Anak kedua dari pasangan Albert dan Joana yang memiliki perbedaan usia 12 tahun. Maksudku, ibuku lebih tua 12 tahun daripada ayahku.
Tapi mreka bercerai kala usiaku menginjak tujuh tahun. Aku juga memiliki seorang abang bernama Xiumin Prasetya. Jarak usia kami terpaut 8 tahun. Aku ikut dengan ayah dan abang ikut dengan ibu kami.
Ayah meningkah lagi diusiaku yang ke-9 tahun. Sehari kemudian ibu meninggal dan sejak saat itu. Aku dan Xiumin sudah jarang sekali bertemu.
Aku yang ikut dengan ayah pindah ke Jakarta, sedangkan Xiumin masih menempati rumah lama ibu kami yang berada di Depok. Kami berdua jarang sekali bertemu. Itu terjadi ketika ayah kami dengan tersirat tidak menyukai kedekatan anak-anaknya sendiri.
Hingga akhirnya diusia ku yang ke-18 tahun, aku mendengar percakapan ayah dengan ibu tiriku.
"Kamu kenapa masih nampung anak dari mantan istrimu itu, sih, Al?" tanya Tiffany. Ibu tiriku.
Ayah menghela napas. "Kayak yang kamu tau kalo anak kita Tao butuh donor ginjal, aku rasa ginjal Chen cocok dengan Tao."
"Jadi maksud kamu?"
"Iya, aku berencana ambil ginjal Chen buat Tap anak kita."
"Setelah donor ginjal itu selesai, kamu bakal buang dia, 'kan?"
"Gak lah, aku bakal kubur dia, orang aku mau ambil kedua ginjalnya, kok."
Mendengar itu. Aku langsung keluar dari rumah dengan alasan bahwa temanku ada yang sakit ketika ada seorang tetangga yang bertanya, "Chen, kenapa kamu keluar rumah buru-buru?"
"Teman sekolah Chen ada yang kecelakaan Tante, saya mau jengukin dia dulu," kataku berbohong. "Bilangin gitu ya Tan kalau ayah atau ibu ada yang nanya. Assalamualaikum!"
Kalian tahu aku pergi ke mana? Rumah satu-satunya keluargaku saat itu.
Kalian tahu apa yang aku dapat setelahnya? Xiumin yang mengakhiri hidupnya di dapur yang saat ini aku berada di dalamnya.
Kalian tahu apa yang membuat Xiumin melakukan itu?
"Xiumin."
"Iya, Chef."
"Kamu mau masak makanan buat manusia atau buat hewan?"
"Manusia, Chef."
"Terus kenapa rotinya ini kayak batu bata?" Kyungsoo melempar roti panggang buatan Xiumin ke dalam tempat sampah setelah itu menendangnya hingga berguling. "Kamu gak layak ada di sini, mending kamu pulang aja."
"Maaf, Chef."
"Kenapa masih berdiri di situ? Saya tadi nyuruh kamu ngapain?"
"Pulang, Chef."
Aku menonton semuanya diinternet. Juga ribuan komentar kebencian yang Xiumin dapatkan setiap kali episode terbaru acara itu keluar akibat skrip keterlaluan yang para crew berikan.
Aku juga baru tahu bahwa kekasih Xiumin mengidap kanker payudara, dan bercita-cita menjadi seorang koki dengan mengikuti kompetisi memasak dan abang berusaha mewujudkan itu.
Kekasih abang meninggal tepat seminggu setelah abang tersingkir dalam acara tersebut. Satu bulan kemudian Xiumin menyusul dengan cara bunuh diri.
Meninggalkan aku sendirian.
"Saudara, Chen! Harap buka pintunya atau kami dobrak!"
Bau anyir menguar bersamaan dengan tetesan darah yang keluar dari kerongkonganku. Bang Xiumin... aku merindukanmu.
❥❥❥ END ❥❥❥
Author notes.
Pas mau klik PUBLIKASIKAN rasanya pengen minta maaf aja😭😭 fanfic ini ditulis udah lama, sambil nonton acara MasterChef sore-sore 😭 aku sendiri sebenarnya gak bisa masak. 😅 Tapi semoga cerpen ini cukup menyenangkan untuk dibaca.
14/10/2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro