Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

47. My Hot Secretary Ladyboy #ChanChen Ⅳ 🔞

Notes: cerita ini adalah karya remake dari cerita asli karya author kimeiparkyungsoo_12 yang berjudul Seduction Jongdae.

❥❥❥

“Jongdae, kamu tahu, aku dari dulu penasaran banget kenapa kamu gak pernah izinin aku keluarin spermaku di dalam?”

Tubuh Jongdae menegang mendengar penuturan Chanyeol. Dia harus jawab apa? Jongdae tidak mungkin berkata yang sejujurnya, lagipula siapa yang akan mempercayainya? Bahkan Suho pun tidak pernah tahu tentang rahasianya ini.

Jongdae menatap Chanyeol yang berada di atas tubuhnya yang juga sedang menatap dirinya yang sedang terbaring tak berdaya di bawah kungkungannya. Chanyeol menahan kedua tangan Jongdae dan menduduki perut datar sekretarisnya itu.

“Memangnya kalau aku keluar di dalam kamu bakalan hamil seperti layaknya perempuan?”

Kata-kata Chanyeol membawa pikiran Jongdae pada masa lalu, masa lalu tentang dirinya yang sempat hancur lebur dan mengira tak akan pernah bangkit lagi sebelum adanya tawaran beasiswa ke universitas di Jakarta padanya waktu itu.

Jongdae menggeleng dan tersenyum paksa. “Pak Chanyeol, kamu bicara apa, sih?” Jongdae menekuk kakinya. “Saya kan laki-laki, Bapak tidak pernah belajar reproduksi atau bagaimana? Saya melakukannya karena saya ingin berjaga-jaga dari penyakit HIV, itu saja.”

Tetapi Chanyeol sama sekali tak percaya dengan apa yang sekretarisnya itu katakan. “Padahal kamu jarang bohong loh, Jongdae,” komentarnya, “tapi kalau sedang membicarakan ini pasti kamu jadi aneh.”

“Maksud, Bapak?”

“Kalau memang ingin menghindari HIV seharusnya kamu suruh aku pakai kondom atau kamu menolak saja ketika aku ajak untuk berhubungan badan waktu itu, tapi nyatanya apa? Kamu justru menyuruh aku untuk tidak mengeluarkannya di dalam.” Chanyeol mendekatkan wajahnya pada wajah Jongdae, membuat Jongdae menoleh ke samping demi menghindari bibir Chanyeol yang ingin mengecupnya. Alhasil, Chanyeol melampiaskannya pada leher jenjang Jongdae yang mulus, menjilat-jilatinya penuh kelembutan. “Padahal kalau keluarnya di dalam makin enak, loh.”

Jongdae merinding mendengar bisikan seduksi Chanyeol, dia memejamkan matanya erat dengan tubuh gemetar takut, berharap ini cuma mimpi, dia tak pernah membayangkan Chanyeol akan berkelakuan seperti ini padanya.

“Jongdae, main, yuk?”

Jongdae mendongakkan kepalanya kala jilatan Chanyeol mengenai jakunnya, menyesap-nyesap gundukan kecil itu dan menggigitnya sedang. Jongdae berusaha menyingkirkan Chanyeol dengan terus menggerak-gerakkan kakinya, tapi sial tenaga Chanyeol justru semakin menguat pada cengkeraman tangannya.

“Jongdae, gak jawab artinya aku anggap sebagai iya, ya?” Chanyeol tersenyum kesal dengan reaksi Jongdae yang diluar perkiraannya, dia kira akan mudah mengambil hati Jongdae lagi setelah kejadian tadi siang, nyatanya, ayahnya membuangnya dan sekarang pun Jongdae mau membuangnya juga? “Jongdae, jangan gitu dong, padahal aku udah buang keluargaku demi bisa sama kamu, loh?”

“Chanyeol,” panggil Jongdae dengan suara bergetar, dia membuka sedikit matanya dan menatap laki-laki di atasnya itu. “Kamu tuli atau apa? Saya bilang jangan melakukan itu hanya karena orang seperti saya!”

“Seperti kamu maksudnya gimana?”

“Ke-keluarga itu jauh lebih penting dari apa pun.”

“Kamu juga penting banget kok dimataku.”

Jongdae mendecih. “Kalau ternyata saya tidak menganggap kamu penting bagi hidupku, bagaimana? Pak Chanyeol, Anda kan tahu saya cuma kerja.”

“Kamu cuma mengincar hartaku? Jongdae, aku belum jatuh miskin kalau itu yang mau kamu tanyakan.” Chanyeol turun menciumi perut datar Jongdae.

Jongdae mendecih, Chanyeol itu mulutnya kayak perempuan, tak mau kalah berdebat. Lalu dia hampir menjerit tertahan ketika tiba-tiba Chanyeol menggigit pusarnya.

“Aww! Chan!” Jongdae mengerakkan tangan dan kakinya sekuat tenaga untuk mengusir Chanyeol dari atas tubuhnya, tapi nihil. “Kamu ngapain, sih?”

Chanyeol menatap wajah Jongdae dengan senyum tipis. “Main kuda-kudaan, satu ronde aja juga gak apa-apa.”

“Kamu gila, lagi seperti ini malah itu yang dipikirin!” Jongdae menatap tangan Chanyeol yang menahan tangannya ke kasur.

“Kan aku jadi gila gara-gara kamu juga.”

“Mending kamu pulang.”

“Aku udah diusir.”

“Pulang ke rumahmu sendiri.”

“Rumahmu kan juga rumahku, begitu pun sebaliknya.”

“Maksudnya?”

“Itu kan yang kamu bilang beberapa bulan lalu waktu kita seks di sini.”

“Kamu percaya omongannya orang mabuk?” Jongdae belum makan sejak tadi siang, sekarang perutnya perih banget.

Chanyeol kembali tersenyum. “Kalau lagi mabuk kan semua yang keluar dari mulut suka jujur, aku juga percaya waktu kamu bilang ‘jangan keluar di dalam Pak nanti saya bisa-bisa isi’, itu maksudnya hamil gak, sih?”

“Enggak!” Jongdae mengigit pergelangan tangan Chanyeol sekuat tenaga dan menendang perut laki-laki itu hingga terjengkang jatuh dari ranjang.

Jongdae lantas bangkit selama melihat Chanyeol kesakitan, dia berlari menuju pintu tapi dia kembali lagi untuk memungut celananya dan kabur ke luar apartemen, nahas Chanyeol lebih dulu menarik pergelangan kakinya dan membuat Jongdae terjerembab, brak! Kepalanya tak sengaja terbentur pinggiran meja hingga berdarah, Chanyeol bangkit menghampiri Jongdae yang tengkurap di lantai, merintih kesakitan.

Laki-laki itu menarik lengan Jongdae agar bangun dan melemparnya ke kasur, Chanyeol membuka lemari pendingin Jongdae, terdapat berjajar-jajar minuman keras —dengan kadar alkohol tinggi— yang dia beli dan simpan di sana, Chanyeol mengambil dua botol sekaligus, satu dia minum, sementara satunya lagi dia siramkan ke tubuh Jongdae hingga basah kuyup. Sekretaris itu gelagapan ketika merasakan minuman keras itu membasahi tubuhnya dan mengenai luka di kepalanya yang menambah rasa perih yang harus dia derita.

Chanyeol merangkak naik ke atas kasur menghampiri Jongdae yang lagi-lagi hendak kabur, dia menegak minuman itu sekali lagi namun tak menelannya, Chanyeol menekan rahang Jongdae dan memaksa Jongdae mendekatkan wajah mereka dan menyatukan bibir mereka, memaksa minuman keras itu mengaliri tenggorokan Jongdae lewat mulut mereka. Jongdae memukul-mukul dada Chanyeol, tapi itu tak mengubah apa pun, minuman itu sudah masuk ke dalam tubuhnya, membuatnya terbatuk-batuk.

Chanyeol melepaskan wajah Jongdae, namun dia kembali memaksa Jongdae untuk menegak minuman keras itu langsung dari botolnya hingga habis tanpa sisa. Kini, Jongdae yang sudah setengah mabuk hanya mampu terkapar di atas kasur dengan pandangan berkunang-kunang.

“Jongdae, maaf ya, tapi aku udah terlanjur bohong sama papah kalau kamu itu sebenarnya ....” Chanyeol melempar botol berwarna bening itu ke lantai hingga pecah berkeping-keping. “Setelah ini aku janji bakalan selalu bahagiain kamu.” Chanyeol melepas baju Jongdae hingga membuatnya kini telanjang bulat.

Sebenarnya Chanyeol pun tidak ingin memaksa Jongdae dengan cara seperti ini, meski selama ini dia tahu sekretarisnya itu berbohong tentang dirinya. “Jongdae, sekali lagi maafin aku, ya.” Chanyeol mendekatkan wajahnya pada Jongdae dan mencumbu laki-laki yang kini tengah setengah sadar itu, awalnya dia ragu-ragu tetapi ketika Jongdae yang sudah mabuk terbawa suasana dan memberikan lampu hijau, Chanyeol mulai serius memburu bibir sekretarisnya.

“Eumhh!” Jongdae terkejut mendapatkan serangan seperti itu, walau pun ia mabuk, ia masih bisa merasakan benda kenyal yang menempel pada bibirnya. “Pak Chan—ahh—yeol! Enghh!”

Chanyeol terus melumat bibir Jongdae, beberapa kali dia mengigitnya kecil sebelum menyesapnya kuat hingga membuat Jongdae kembali mendesahkan namanya dengan tubuh menggelinjang.

Ciuman Chanyeol turun perlahan, dari dada, turun ke perut, dan terakhir sampai pada penis mungil Jongdae yang masih terbalut celana dalam ketat hitamnya. Chanyeol memberikan kecupan-kecupan ringan yang membuat Jongdae seakan melayang terbawa kenikmatan.

“Enghh, Chanyeol, ahh!” Jongdae menekuk kakinya. “Chanyeol, oh! Saya baru ingat, meeting kita sama pak Widyatama malam ini gimana, ya?”

Chanyeol terkekeh. “Kita lagi beginian masa kamu malah ingatnya sama meeting, sih?”

Jongdae tidak menjawab lagi, dia kini justru sedang menangis karena perlakukan Chanyeol pada tubuhnya yang membuat tubuhnya seketika panas penuh gairah.

Chanyeol tersenyum mendapati reaksi Jongdae, sepertinya dia sudah lupa dengan perdebatan sengit mereka tadi, yah meski pun mungkin setelah sadar sekretarisnya itu akan langsung mencincang dirinya. “Oke-oke, sabar, Jongdae. Aku bakalan bikin kamu merasa keenakan.”

Chanyeol memasukkan penis Jongdae ke dalam mulutnya, kecil, mungkin itu hanya sebesar dan sepanjang jari tengahnya. Rasa hangat rongga mulut Chanyeol membuat Jongdae kembali mendesah nikmat, terlebih ketika Chanyeol mulai menjilati dan meremas-remas penis kecil yang kini tengah menegang itu.

“Uhh ... Chanyeol, ahh!” Jongdae merasa melayang, ia mencengkeram erat sprei untuk menyalurkan rasa nikmat yang diperoleh. Sementara Chanyeol terus bergerak di tengah selangkangan Jongdae dan memberikan servis terbaik kepada kekasih sekretarisnya itu, sampai saat Chanyeol merasa bahwa Jongdae sudah hendak orgasme, dia mempercepat kulumannya. Jongdae melengkungkan tubuhnya. “Ahh! Ahhh! Pak—faster~ ahh!” rancau Jongdae.

Tak berapa lama, Jongdae sampai pada puncaknya, penis itu menembakkan semua spermanya ke dalam mulut Chanyeol, tanpa rasa jijik dia menelan habis semua cairan kental itu.

Chanyeol menatap Jongdae yang masih terengah-engah selepas pelepasan pertamanya. Melihat Jongdae yang dilingkupi kenikmatan dunia, tak pelak membakar nafsu Chanyeol. Chanyeol mengulurkan tangannya mengambil botol kecil putih —lube—yang biasanya dia jadikan pelumas sebelum menyetubuhi Jongdae.

Dia melebarkan kaki Jongdae dan membuka botol tersebut, alih-alih mengoleskannya pada lubang Jongdae atau penisnya, Chanyeol justru menyiram hampir setengah cairan itu ke pantat Jongdae.

Dia menutup kembali botol itu dan melemparnya sembarangan. Chanyeol kembali merenggangkan kedua paha Jongdae dan memposisikan penisnya tepat di tengah lubang sempit itu, Jongdae sempat melirik peπis panjang Chanyeol yang mengacung tegang sebelum akhirnya benda lunak itu melesak masuk ke dalam anus Jongdae.

“Akhh! Chanyeol—ahh! Sa-sakit! Haa!” Jongdae berusaha menutup kakinya, tetapi tenaga Chanyeol yang menahannya terlalu kuat. “Kenapa kali ini lebih terasa besar banget?”

“Jongdae, maaf aku menyakitimu.” Chanyeol belum pernah memerkosa orang, ini pengalaman pertamanya, jadi karena merasa kasihan melihat Jongdae yang belum siap, untuk mengalihkan Jongdae dari rasa sakitnya, Chanyeol mencium bibir ranum sekretarisnya itu, melumatnya dengan lembut.

“Mmhh,” erangan Jongdae keluar dari sela ciuman mereka. Ciuman itu berlangsung cukup lama, sambil menunggu Jongdae terbiasa dengan barang besar Chanyeol yang baru saja membobolnya secara kasar.

Jongdae yang mulai kehabisan oksigen pun menyudahi ciumannya dengan Chanyeol. “Ahh ... Chanyeol move please!” Dengan mata yang sayu dan setengah sadar, Jongdae meminta Chanyeol untuk mulai bergerak.

“Jongdae, kamu yakin? Apa sudah tid—”

“Tak apa bergeraklah, Chanyeol. Kalau kamu hanya diam rasanya sangat tidak nyaman,” pinta Jongdae sambil menggeliatkan tubuhnya.

Chanyeol tersenyum miring. “As your wish, Baby.” Dengan satu kata itu, Chanyeol mulai menggerakkan pinggulnya secara perlahan.

“Ahh, Chan—ah!” Jongdae yang tak ingin hanya diam juga ikut mengerakkan pinggulnya dengan tangan kirinya yang meremas-remas peπisnya sendiri. “Ahh! Chanyeol ... ahh sedikit ke bawah ahh! That's it!”

“Ouhh, Jongdae. You soooo tight!” Setelah beberapa kali bergerak lambat, Chanyeol mulai menyentaknya kuat menumbuk prostat Jongdae dengan keras, membuatnya semakin merancau-rancau tak karuan dengan bokong naik, menyambut penis Chanyeol yang memasukinya.

“Enghh! Ahh, touch that more, Chanyeol! Ahh!”

Mendengar erangan Jongdae, Chanyeol pun menambah kecepatan gerakannya, membuat kulit mereka semakin intens bertabrakan, pun membuat erangan Jongdae semakin kuat.

“Ahh, ahh oh Chanyeol yahh ahh, fall so good ahh ahh oh God! Ah!” Jongdae melingkarkan kakinya pada perut Chanyeol, sementara tangannya memeluk sang dominan erat. “Chanyeol, ahh lebih dalam lagi! Yah!”

Chanyeol terus menumbuk prostat Jongdae, apalagi ketika memandang wajah sosok di bawahnya yang semakin memerah dengan linangan air mata disudut pipinya itu, tak pelak membuat Chanyeol semakin terangsang. Chanyeol menahan pinggang Jongdae ketika merasakan lubang Jongdae semakin mengetat.

“Ahhh, Chanyeol aku mau keluar ahh!” suara Jongdae mulai serak, tapi itu tak menghentikannya mengerang, memanggil nama Chanyeol ketika ia kembali orgasme. “Chanyeol! Chanyeoool!”

Crot! Jongdae terengah dengan pelepasan keduanya di mana spermanya ini keluar mengotori perutnya, meski pun spermanya yang keluar kali ini tak sebanyak sebelumnya.

Sementara itu, Chanyeol masih sibuk menggerakkan pinggulnya maju-mundur, hingga setelah beberapa kali sentakan, Chanyeol mengeluarkan spermanya di dalam tubuh Jongdae.

“Hahh ahh! Chanyeol sialan! Jangan keluar di dalam ... nghh!” peringatan Jongdae sama sekali tak dihiraukan oleh Chanyeol.

“Maaf, Jongdae. Aku benar-benar penasaran denganmu,” sesal Chanyeol. Setelah mengeluarkan spermanya, penisnya mulai melemas dan Chanyeol segera mengeluarkannya dari lubang Jongdae, terlihat cairan kentalnya yang tak tertampung keluar dari aπus Jongdae.

Setelah melepaskan penyatuannya dengan Jongdae, Chanyeol berbaring sebentar di samping Jongdae yang mulai tertidur dengan mulut masih mengumpatinya. Ia mengambil jasnya di samping Jongdae kemudian bangkit kembali untuk membersihkan selangkangan Jongdae, kemudian membersihkan perut dan dada Jongdae mereka berdua yang terkena sperma Jongdae, saat membersihkan itu Chanyeol baru menyadari sesuatu.

“Jongdae, kenapa punyamu warnanya agak beda, ya? Agak bening-bening gitu dan baunya mirip punya perempuan?” tanya Chanyeol saat itu. Meski selalu bercinta dengan Jongdae disetiap kesempatan, tapi biasanya yang selalu membersihkan itu Jongdae. “Apa kamu sakit?”

Jongdae yang setengah sadar langsung sepenuhnya sadar ketika Chanyeol membahas soal spermanya, dia lalu ingat kalau tadi Chanyeol keluar di dalam. Dengan takut, Jongdae memunggungi Chanyeol, menangis dalam diam, membuat Chanyeol semakin dilanda penasaran.

“Jongdae, kamu kenapa?” Chanyeol menarik tubuh Jongdae dan menyelimuti tubuhnya yang telanjang. “Kamu beneran sakit? Kenapa gak cerita sama aku? Kamu gak perlu takut soal biaya, biar itu aku yang tanggung sampai kamu sembuh.”

“Sekarang sudah tidak penasaran lagi, 'kan?” tanya Jongdae tiba-tiba.

Membuat kerutan bingung tercetak jelas pada wajah Chanyeol. “Maksudnya?”

“Iya, saya memang laki-laki, tapi sejak bayi tubuh saya memiliki kelainan. Selamat ya, Pak. Anda laki-laki kedua yang berhasil menghancurkan hidup saya.” Jongdae hendak bangkit, tapi tubuhnya yang seharian bekerja dan belum makan membuatnya lemas dan kembali terbaring.

Chanyeol masih mengerutkan keningnya ketika Jongdae memintanya untuk mengambil obat di laci samping Chanyeol. Dengan nurut Chanyeol mengambil apa yang Jongdae maksud, sebuah pil, bentukan putih, resep dari apotek, tidak ada penjelasan tentang obat apa itu.

“Ini obat apa, Jongdae?”

“Obat yang bikin sperma cowok-cowok gagal menjadi janin,” ucap Jongdae sambil meraih pil tersebut, namun Chanyeol lebih dulu menariknya. “Pak ...? Balikin!”

“Jadi, aku benar? Tentang kamu yang bisa hamil seperti perempuan?”

Jongdae mendengus. “Apa, sih? Ngelantur! Balikin!”

Chanyeol bangkit dari kasur dan pergi ke kamar mandi, dia membuang semua obat-obat itu ke kloset dan menyiramnya. Sementara Jongdae yang mati-matian bangkit dari kasur berteriak histeris ketika melihat obat-obatan yang selama ini dikonsumsinya lenyap tanpa sisa. Ketika Chanyeol menoleh, Jongdae sudah jatuh pingsan di tengah pintu.

❥❥

“Jadi kapan kamu akan bawa calonmu itu?”

Chanyeol menoleh pada Jongdae yang masih pingsan di sampingnya. “Nanti, kalau dia udah siap, Pah.”

Gunawan mendesah di seberang sana. “Aneh-aneh aja kamu, pacaran sama perempuan yang ingin menjadi laki-laki, otakmu itu di taruh di mana, Chanyeol! Terlebih lagi kalian berhubungan badan sebelum menikah? Kalau dia hamil bagaimana?!”

Sebelah tangan Chanyeol yang tak memegang ponsel mengelus kepala Jongdae, di mana luka Jongdae yang disebabkan oleh Chanyeol sudah diobati. Dalam hati ia mengucap syukur rekaman yang ayahnya dapat itu tidak terlalu jelas terlihat.

“Pah, kita kan udah bahas ini kemarin. Chanyeol cuma pengen Jongdae balik ke jalan yang benar, itu aja, kok.” Chanyeol menatap wajah damai Jongdae yang akhirnya dia jadikan tameng, membuat kebohongan lain agar ayahnya kembali mempercayainya. “Chanyeol cinta sama Jongdae, sama halnya Papah yang mencintai almarhumah mamah.”

“Tapi fisiknya sudah dioperasi—”

“Itu gak penting bagi Chanyeol,” ucap Chanyeol memotong perkataan Gunawan. “Yang penting Jongdae bisa memberikan keturunan bagi Chanyeol. Papah kepengen cucu, 'kan? Chanyeol bisa kasih yang banyak, nanti Papah bisa bikin klub sepakbola sama girlband sendiri.”

“Terserah apa katamu, tapi yang jelas Papah ingin bertemu langsung dengan Jongdae. Secepatnya.”

Setelah itu, Gunawan memutuskan sambungan telepon mereka.

“Kamu udah bangun, Jongdae?”

Jongdae yang sejak tadi pura-pura tidur ketika Chanyeol sedang menelepon berjangkit kaget ketika ternyata Chanyeol tahu bahwa dia sudah sadar.

Jongdae menyingkirkan tangan Chanyeol dari atas kepalanya. “Sudah ngomong apa saja kamu sama ayahmu tentang saya kemarin?” tajamnya. “Pak, jangan menyulitkan saya—”

“Aku bilang kalau sebenarnya kamu itu perempuan, tapi karena lingkungan keluargamu yang tak menghargai anak perempuan maka kamu terobsesi ingin menjadi laki-laki dan akhirnya kamu mengubah drastis penampilanmu.” Chanyeol menatap Jongdae yang menutupi tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dagu. “Jongdae, ayo menikah denganku.”

“Enggak,” sela Jongdae. “Chanyeol, kamu tidak sopan sekali!”

“Maaf.” Chanyeol memeluk Jongdae erat. “Jongdae, maaf. Aku gak punya pilihan lain, aku hanya tinggal punya papah, dan aku gak mau kehilangan sosok orang tuaku lagi.”

“Lalu bagaimana dengan saya? Saya juga memiliki keluarga.”

“Apa mereka tahu tentang kamu yang bisa hamil?”

Jongdae awalnya ragu, tetapi akhirnya dia mengangguk. “Mereka mengatakan padaku untuk tidak mengatakan kepada siapa pun tentang kelainanku ini.”

“Aku tahu mungkin mereka menganggap itu aib, tapi Jongdae kamu harus tahu bahwa kamu itu—”

“Bukan, Pak,” potong Jongdae. “Bukan itu alasannya.”

“Lalu?” Chanyeol menatap lekat wajah Jongdae.

Jongdae tersenyum tipis. “Bapak pernah membaca berita tentang seorang remaja yang diperkosa oleh pamannya sendiri hingga hamil, namun masalah tersebut diselesaikan secara kekeluargaan dan akhirnya si remaja itu putus sekolah?”

Chanyeol menggeleng dan Jongdae tersenyum sembari mengusap pipi Chanyeol.

“Kisah hidup saya tidak beda jauh dengan berita itu.” Chanyeol terkejut. “Itu kenapa saya lebih nyaman merantau dan tidak pulang-pulang.” Jongdae merenggangkan pelukan Chanyeol. “Jadi, apa bapak masih mau menikahi saya sementara Bapak sendiri tahu bukan sekali dua kali saya berhubungan seks dengan orang lain? Bahkan sejak kecil saya sudah pernah diperkosa dan hamil?”

Chanyeol tak bergeming.

“Pak, selain alasan yang sudah Anda buat itu, Anda masih bisa memperbaiki hubungan Bapak dengan ayah Bapak dengan memutuskan hubungan kita berdua.”

Jongdae tersenyum menatap manik mata Chanyeol yang terlihat bingung, hubungan mereka selesai sampai di sini. Jongdae beranjak dari ranjang, namun tangannya ditarik oleh seseorang ke dalam dekapannya. Jongdae semakin terkejut ketika Chanyeol mengecup keningnya lembut.

“Jongdae, terima kasih atas kejujuranmu.” Dengan ragu-ragu Jongdae membalas pelukan itu. “Itu yang aku tunggu dari kemarin.”

“Bapak tidak ...?”

“Itu membuatku semakin mantap untuk menikahimu, Jongdae. Kamu orang yang tangguh, jarang-jarang dizaman sekarang ini, 'kan?” Chanyeol menatap manik Jongdae tulus. “Dan berhenti memanggilku dengan sebutan ‘bapak’, aku bukan bokapmu, panggil aja Chanyeol, aku lebih suka itu.”

Chanyeol mengusap air mata Jongdae yang mengalir.

“Jangan menangis, kecuali menangis bahagia,” ucapnya lembut, “lalu bagaimana dengan anakmu dulu?” tanya Chanyeol hati-hati.

Jongdae menggeleng. “Lingkungan hidupku dulu terlalu buruk untuknya, jadi Tuhan membawanya pergi.”

Dalam 29 tahun hidupnya, Jongdae tidak pernah membayangkan akan memiliki pembicaraan semacam ini. Saking syoknya, wajahnya justru berubah tegang. Jongdae tidak begitu yakin apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya, dia hanya menarik tengkuk Chanyeol dan mencium laki-laki itu lembut.

Menyalurkan segala rasa yang dia rasakan melalui sebuah sentuhan lembut bibirnya. Itu bukan ciuman menuntut seperti biasanya, ketika semua rasa yang tak mampu dia ucapkan tersalurkan sepenuhnya, Jongdae lekas buru-buru menyudahinya.

“Wow, kamu keren,” puji Chanyeol. “Jadi mau lanjut ke sesi berikutnya atau—aw!”

Jongdae mencubit pinggang Chanyeol malu. “Jadi, kapan saya harus bertemu dengan ayahmu, Chanyeol?”

“Sekarang aja gimana?”

Jongdae menyembunyikan wajahnya didada Chanyeol. “Nanti saya harus bagaimana dihadapan ayahmu, Chanyeol?”

“Mudah, bilang aja seperti ini, ‘jadi om, om mau dibikinin cucu berapa sama kita?’.” Chanyeol tersenyum lebar ketika Jongdae hampir menangis mendengar jawaban itu.

Sepuluh jam kemudian, mereka bertemu di sebuah kafe yang sudah Chanyeol booking malam itu, laki-laki itu menyemburkan minumannya ketika Jongdae mengatakan kata-kata sama persis seperti yang dia ajarkan pada Jongdae sebelumnya.

Itu cuma bercanda, tapi Jongdae berpikir itu serius? Ajaibnya Gunawan justru luluh dengan ucapan tersebut karena mengira bahwa Jongdae benar-benar perempuan makanya percaya diri mengatakan hal tersebut.

Gunawan memperhatikan wajah Jongdae saksama, seperti kata-kata bohong Chanyeol, fisik Jongdae 60% sudah mirip laki-laki, tetapi hakikatnya dia masih perempuan, Chanyeol sama sekali tidak menyinggung tentang kelainan Jongdae atau masa lalunya. Gunawan juga tidak mungkin memeriksa tubuh Jongdae langsung karena dia adalah laki-laki terhormat.

“Papah beri kalian waktu enam bulan, jika dalam kurun waktu tersebut Jongdae hamil, papah percaya dengan kata-katamu dan kalian harus menikah secepatnya.”

Chanyeol memegang tangan Jongdae yang panas-dingin.

“Tetapi jika sebaliknya, papah akan kembali ke Amerika dan tidak akan pernah menganggap kamu sebagai anak papah lagi. Ingat itu, Chanyeol Wirawan Eko.”

Tubuh Jongdae melemas, dia terkadang mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan untuk perempuan yang dia beli diapotek, apa rahimnya baik-baik saja sekarang?

Tetapi sepertinya dia memang harus bersyukur sekarang, karena sejak malam itu Chanyeol jadi lebih sering menyentuhnya dan hanya dalam waktu empat bulan dirinya sudah isi. Dan seperti kata Gunawan, mereka harus secepatnya menikah sebelum kandungan itu semakin membesar, dengan syarat pernikahan mereka tertutup karena fisik Jongdae.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, akhirnya Jongdae mengunjungi orang tuanya lagi dengan didampingi oleh Chanyeol dan Gunawan untuk melamarnya. Yang membuatnya terkejut adalah bahwa pamannya yang dulu memerkosanya ternyata telah dipenjara selama 25 tahun atas kasus serupa belum lama ini, ketika dia menoleh pada Chanyeol, laki-laki itu hanya tersenyum misterius. Tanpa kata, Jongdae menggenggam tangan Chanyeol erat untuk mengatakan rasa terima kasihnya.

Itu bukan akhir yang bahagia karena sejak keduanya memutuskan melangkah dalam ikatan suci pernikahan, perjuangan mereka meraih kebahagiaan justru baru dimulai.

❥❥ END ❥❥❥

A/N: Yeah akhirnya nikah! Yang penting happy ending dan hubungan mereka sudah jelas. 😆

Sudah deh, gue mau hype teaser Ayang lagi. Seeeee you! 💓


27/10/2022 🌹 Ningtias

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro