Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

06. Friendzone #ChanChen Ⅰ

Request by soowhat_, happy reading semuanya. ♡♡♡


❥❥❥

"Hachuuuuu!"

Sudah puluhan kali sejak tadi pagi, Chen terus bersin-bersin hingga membuat hidungnya memerah dan terus mengeluarkan ingus.

"Duh, hachuu!"

"Udah minum obat?"

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Chanyeol, tetangga Chen di mana rumah mereka hanya berjarak tiga langkah itu menjemput Si Tetangga untuk berangkat sekolah bareng.

"Makanya kalau nggak kuat minum es jangan minum es, pakai acara ngabisin semua persediaan es krim gua segala, sekarang flu tahu rasa kan lo."

Mendengar ceramah Chanyeol, Chen makin berwajah masam, tangannya terulur untuk menerima sapu tangan dari teman terbaiknya itu, setidaknya mereka sudah berteman sejak SMP.

Sejak umur 13 tahun ketika pertama kali Chen dan keluarganya pindah ke rumah di samping rumah Chanyeol yang adalah rumah milik nenek Chen, dimulai dari ibu mereka yang berteman dekat, kedua anak mereka pun ikut menjalin pertemanan hingga sekarang.

"Iya udah minum obat, berisik, bawel banget, udah dong ngomelnya nanti bukannya cepet sembuh malah overdosis omelan," Chen protes, bahkan setelah Chanyeol menyerahkan helm dan menunggunya naik di belakang motornya, bibirnya terus maju.

"Kayak bebek bunting," ejek Chanyeol.

"Apa tadi lu bilang?" Kalau sedang flu, Chen jadi sedikit budek.

"Pusing juga nggak?" kata Chanyeol meninggikan suaranya yang ngebass.

"Ohh, cuma sedikit, sih. Tapi nanti kalau udah makan bakso anget pake sambal buatannya Budhe Siti minumnya es campur juga bakalan sembuh sendiri, kok," jawab Chen sambil naik ke atas motor bebek biru milik Chanyeol, setelah menyamakan bokongnya, Chen mendekatkan dadanya pada punggung Chanyeol dan memeluknya erat.

Chanyeol menunduk, memerhatikan tangan Chen yang memeluk pinggangnya erat, diam-diam dia tersenyum senang, rasanya sangat geli, seperti ada sesuatu yang menggelitiki perutnya hingga rasanya mau kencing terus.

Chanyeol berdeham. "Kalo pusing mending nggak usah sekolah aja dulu, cuma sehari doang bolos nggak bakalan bikin lo nggak lulus."

"Emangnya gue lu yang sering bolos," balas Chen mengungkit-ungkit kebiasaan buruk Chanyeol, "udah sana jalan, nanti kita telat, Bego!"

Chanyeol mulai menghidupkan mesin motornya. "Iya, iya, Bawel. Kasar banget ngomongnya."

"Ya, kan, gue belajar dari lu." Chen tertawa nyaring.

"Nge, nge, nge. Awas, tuh, mulut kemasukan lalat baru tahu rasa."

Chen makin mengeratkan pelukannya, membuat Chanyeol dapat merasakan dada datar Chen. "Serem banget doanya, jijik tahu."

Chanyeol melirik Chen dari spion motornya. "Cuma bercanda, elah. Serius amat jadi orang."

Laki-laki itu membawa motornya dengan laju amat pelan, tadinya sengaja agar Chen lebih lama menempel padanya, tapi herannya itu masih membuat Chen kedinginan, Chanyeol memperhatikan wajah Chen dari balik spion. Lalu dia baru sadar, bahwa sejak tadi Chen memang sedang flu, tapi bodohnya anak itu malah cuma pakai seragam abu-abu.

Chanyeol mengentikan laju motornya, membuat Chen yang sejak tadi menahan dinginnya angin pagi sedikit lega, namun disaat yang bersamaan juga heran dengan apa yang akan temannya itu lakukan.

"Kenapa berhenti?" bingung Chen ketika melihat Chanyeol turun dari motornya sendiri.

"Udah lo juga turun buruan," suruhnya pada Chen.

"Lu mau ninggalin gue di sini sendirian?" Chen syok, matanya tiba-tiba saja berkaca-kaca siap untuk menangis, padahal dia lagi flu, tapi Chanyeol malah tega banget.

"Lah, malah mewek." SMA tempat mereka sekolah jaraknya cukup jauh dari rumah keduanya, dan tinggal beberapa menit lagi gerbang sekolah akan segera ditutup. "Sebentar lagi gerbang sekolah udah pasti bakal ditutup sama Pak Narto, gua butuh ngebut, tapi nggak bisa gara-gara lo."

"Jadi lu mau ninggalin gue sendiri di sini? Gue aduin ke nyokap lu nanti!"

Tanpa mempedulikan ucapan Chen, Chanyeol menarik paksa Chen agar turun.

"Enggal Chanyeol Susanto!" Chen memberontak, enggan untuk beranjak, tapi tenaganya kalah dari teman raksasanya itu. "Chanyeol! Chanyeol! Nanti kalau gue diculik sama orang jahat terus gue dijual ke luar negeri gimana? Gimana, gimana?"

Chanyeol memutar bola matanya malas mendengar ocehan tak berguna Chen, dia tetap fokus membuka jok motornya dan mengambil jaket di dalam sana, dia mengembuskan napas lega karena untungnya masih meninggalkan jaketnya di dalam, laki-laki yang memiliki tinggi di atas 180 cm itu menyerahkannya pada sang teman.

"Nih, pake, biar lo nggak kedinginan lagi. Gua mau ngebut, jadi pakenya yang rapat."

Chen bengong, dia kemudian tersenyum senang, malu sudah berpikiran yang tidak-tidak pada Chanyeol. "Makasih."

"Iya, sama-sama. Buruan pake." Chanyeol kembali naik ke atas motor.

"Siap, Kapten!" Setelah setengah menit berlalu, Chen berhasil memakai jaket tentara milik Chanyeol yang sangat kebesaran ditubuhnya yang memiliki tinggi jauh lebih pendek dari Chanyeol.

Setelah memastikan Chen aman dibelakangnya, Chanyeol benar-benar ngebut hingga membuat Chen yang tak menutup kaca helmnya harus memejamkan mata.

Hatinya menghangat dan jantungnya berdebar-debar, flunya pelan-pelan sembuh, pagi ini Chanyeol begitu perhatian padanya dan dia sangat menyukainya. Rasanya Chen seperti menjadi Milea dan Chanyeol adalah Dilan.

Keduanya sampai di pintu gerbang sekolah lima menit sebelum benar-benar ditutup.

"Hayoloh, hampir saja bapak tutup gerbangnya, manjat-manjat dah kalian berdua, hohoho."

Chen turun dari motor dan membiarkan Chanyeol memarkirkan motornya.

"Pak Narto jangan suka ngejek nanti perutnya meletus seperti balon hijau, loh," ucap Chen sambil berlari kecil menyusul Chanyeol.

"Eeeehh, bocah semprul! Kurang ajar sama orang tua!"

Chen mendengar umpatan satpam di sekolahnya itu padanya, tapi tanpa rasa bersalah Chen justru berbalik dan menjulurkan lidahnya pada laki-laki berkepala empat itu dengan tangan melambai-lambai seperti monyet; mengejek.

"Wah, run Chanyeol run!"

Chen tertawa puas ketika satpam bertubuh gempal seperti orang hamil tujuh bulan itu murka dan mengejarnya sambil membawa pentungan, Chanyeol tiba-tiba saja sudah ada disampingnya dan menarik tangannya untuk berlari masuk ke dalam kelas dengan tas ditangan mereka masing-masing.

Siapa pun yang lihat juga paham bahwa keduanya saling menyukai, entah sejak kapan perasaan itu tumbuh dalam hati keduanya, tapi selalu ada perhatian kecil yang mereka tunjukkan yang menunjukkan semua itu.

Anehnya seperti obat nyamuk, itu membuat orang-orang yang tadinya tertarik pada Chen atau pun ingin mendekati Chanyeol secara teratur mundur dan memendam perasaan mereka hingga waktu yang tak ditentukan.

Setelah pelajaran pertama usai, pasangan tetangga itu pun janjian untuk bertemu di kantin, sesuai janji Chanyeol tadi malam yang akhirnya kalah taruhan badminton, Chen boleh memakan semua isi kulkasnya dan dia juga akan mentraktir Chen sepuasnya selama seminggu.

"Yang kayak biasanya, ya, Yeol," pesan Chen yang sudah duduk manis di kursi sambil memainkan ponselnya.

Chanyeol yang hendak menghampiri penjual bakso mengelus rambut Chen sambil lalu dengan seulas senyum hangat. "Gua bawain pangsit juga buat lo."

Chen tertawa hingga membuat matanya nampak menyerupai bulan sabit. "Yeay, temen gue orang kaya. Makasih banyak, Chanyeol Sayang."

Kedua langkah Chanyeol sempat terhenti, melirik Chen yang tengah membersihkan hidungnya dari ingus. Dia kemudian mengembuskan napas, hanya sapaan sayang teman akrab, padahal hal yang seperti itu tidak boleh diucapkan dengan mudah, kan, meski mereka sama-sama laki-laki?

Tapi dia adalah Chen Pratama, orang yang akan dengan mudah mengucapkan kata-kata cinta, sayang, dan hal manis lainnya pada siapa pun yang dikenalnya ketika suasana hatinya tengah begitu bagus tanpa memikirkan perasaan orang tersebut.

"Pesanan datang, Tuan Putra!" teriak Chanyeol sambil membawa kedua makanan mereka dan meletakkannya di atas meja, kemudian dia duduk di samping Chen.

"Kok, tuan putra, sih?" protesnya.

"Ya, masa Tuan Putri? Kan, lo cowok, gimana, sih?" Chanyeol menoel pipi tembem Chen yang dibalas cubitan dipaha oleh Chen. "Aw! Aw! KDPT, nih!" teriak Chanyeol sambil mengelus-elus bekas cubitan Chen.

"Kalau KDRT Chenchen tahu karena sering lihat acara gosip bareng Mami, tapi kalau KDPT istilah apa itu?"

"Kekerasan Dalam Pertemanan Tangga, hehe," jawab Chanyeol sambil nyengir.

Chen melongo. "Ihh, nggak banget tahu nggak!" Dengan beringas, Chen memukuli Chanyeol, tapi sama sekali tak ada perlawanan dari laki-laki itu selain hanya mempertahankan diri dari pukulannya. "Rasain, nih! Rasain!"

"Ampun! Ampun! Ampun!"

Prang~~

Pukulan yang Chen lakukan tak begitu sakit, Chanyeol justru begitu menikmati saat-saat kebersamaan mereka. Tapi itu jadi bencana ketika tubuhnya yang bongsor tak sengaja menyenggol mangkuk bakso miliknya hingga tumpah dan pecah.

Seluruh orang-orang di kantin memperhatikan mereka termasuk Budhe Siti si pemilik kantin bakso yang saat ini sudah berkacak pinggang dengan mata melotot murka.

Oh, ingatkan Chanyeol dan Chen bahwa Budhe Siti bukanlah wanita berhati malaikat, dia bahkan pernah menjewer telinga murid hingga memerah karena lupa bayar utang.

Chanyeol menggaruk tengkuknya malu, sedangkan Chen sudah berdiri menunduk dengan kedua tangannya yang menyatu.

"Anu, Budhe, maaf, ya. Chanyeol janji deh Chanyeol bakal ganti mangkuknya sama yang lebih bagus besok," janjinya, dia kemudian melakukan peace, "suwer tekewerkewer."

Chen yang menundukkan kepalanya takut tak bisa menahan gelak tawanya mendengar ucapan terakhir Chanyeol hingga membuat suaranya meledak.

Akhirnya karena tak boleh membeli majalah itu hingga mangkuknya diganti, Chen mengajak Chanyeol makan satu mangkuk bersamanya.

"Tapi minumnya lu beli sendiri, ya, soalnya kan gue lagi flu kalau lu minum digelas yang sama sama gue nanti lu bisa ketularan flunya-"

Chanyeol memotong perkataan Chen, "Iya, iya, gua udah paham. Makasih, ya ... Chen?"

Yang dipuji malah hanya mengangguk sambil menunduk, lalu fokus sendiri mengambil mi dan menyuapkannya ke dalam mulut.

Chanyeol memakai garpu sementara Chen lebih suka memakai sumpit, keduanya makan dipiring yang sama sambil menunduk, membuat keduanya bisa melihat wajah masing-masing dengan begitu dekat dan intim.

"Pipimu memerah, tuh," goda Chanyeol berusaha menyembunyikan senyumnya.

"I-ini karena baksonya terlalu pedas!" balas Chen ngegas, "juga kuahnya yang masih panas!"

"Ohh, kirain karena apa."

"Emangnya lu mikir karena apa, Chanyeol?"

"Deg-degan karena deket-deket sama gua, misalnya?" Mata Chanyeol mendelik, menggoda laki-laki yang begitu dekat posisi duduknya dengan dia.

"Nggak mungkin! Jangan fitnah, ya. Kita bahkan udah sering mandi bar ... eng-uhuk! Uhuk! Uhuk!" Chen menyesal dia memiliki mulut terlalu ringan hingga dengan mudah mengatakan apa yang tidak seharusnya dia katakan terlebih di tempat umum.

Chanyeol malah tertawa puas melihat temannya mati-matian menahan malu dilihatin orang anak-anak lain yang mendengar ucapannya.

Memang benar mereka sering mandi berdua bahkan Chen pernah memegang milik Chanyeol, tapi itu dulu waktu masih SMP, sejak masuk kelas 2 SMA mereka sudah jarang melakukannya.

Ketika dulu Chanyeol tanya kenapa, Chen hanya bilang kalau sekarang mereka sudah besar dan dia merasa malu jika harus melihat milik Chanyeol dan memperlihatkan miliknya pada orang lain.

Chanyeol membantu Chen untuk minum, dia tersedak bakso yang masih bulat utuh ditenggorokan.

"Udah nggak apa-apa? Mau minum punya gua?"

"Udah jauh lebih baik," ucap Chen dengan mata berair. "Makasih."

"Mau ganti makan bubur?"

"Lu pikir gue bayi?"

"Iya, lo masih kayak bayi dugong dimata gua."

Sekarang Chen benar-benar ingin pulang ke rumah lalu menangis sepuasnya. "Gue aduin lu ke Tante Citra."

"Yee, beraninya ngadu-AW! Sorry! Sorry! Bercanda, doang, gua!"

Lagi-lagi, Chanyeol dengan sengaja memancing Chen agar menganiayanya, meminta ampun ketika habis-habisan dipukuli padahal dia sendiri justru menikmatinya.

Orang-orang di kantin memperhatikan keduanya, seperti dunia hanya milik mereka saja. Seluruh warga sekolah SMA Gajah Mada sudah terbiasa melihat pemandangan tersebut.

❥❥❥

Memuakkannya adalah, seberapa banyak waktu yang keduanya sudah habiskan bersama, rasanya masih saja tetap kurang dan mungkin jika diberi kesempatan untuk hanya hidup berdua seumur hidup, mereka tak akan menolak.

Chen tak tahu tepatnya kapan, tapi dia mulai memiliki ketertarikan pada temannya itu, ketertarikan yang bisa dikatakan sebagai jatuh cinta, pada tetangga yang selalu memetik gitar setiap malam untuk sekadar mengusir jenuh yang diam-diam sambil mendengarkan musik lewat headset dia juga ikut bernyanyi bersama di kamarnya sendiri yang bersebelahan dengan kamar Chanyeol.

Saking dekatnya, tak jarang Chanyeol menginap di rumah Chen dan begitu pun sebaliknya. Dalam keheningan malam yang hanya diterangi cahaya bulan, lampu-lampu kamar Chen selalu padam setiap malam, dalam keremangan itu, susah payah Chanyeol mencuri lihat paras manis sang sahabat kala terlelap menjemput mimpi di sampingnya.

Alih-alih beristirahat, memandangi wajah Chen setiap kali dia menginap atau pun Chen menginap di rumahnya adalah yang selalu Chanyeol lakukan.

Jika memang tabiat aslinya kurang ajar, mungkar dia akan diam-diam mencuri foto Chen atau secara sengaja melakukan skinship yang cukup intim. Tetapi, ayah dan kedua kakeknya selalu menasihatinya untuk menghormati orang yang kita cintai dan menjaganya, dan Chanyeol menghormati Chen.

"Gua akan melindungi lo dalam hening."

Chanyeol tak tahu apa yang Chen rasakan padanya, yang Chanyeol tahu bahwa temannya itu selalu merasa nyaman dan bar-bar setiap kali bersamanya.

Mungkin dibeberapa kesempatan Chanyeol akan dengan percaya diri mengatakan bahwa dia lah satu-satunya cowok paling keren se-Jakarta, lalu dengan senyum konyol menggoda Chen yang memang tabiatnya suka malu-maluin diri sendiri.

"Kayaknya malam ini gue nggak bisa main ke rumah lu dulu, deh. Kata mami suruh istirahat biar cepat sembuh." Chen itu anak mami banget, makanya dulu sempat diolok-olok dan sering jadi bahan usilan. "Makasih udah anterin pulang sampai depan rumah, Chanyeol."

"Sun dulu, dong?" Chanyeol lagi-lagi nyengir.

Chen membuka aplikasi Google translate. "Sun? Maksudnya matahari? Ada apa sama matahari?" Dengan polos dia kemudian mendongakkan kepalanya dengan mata menyipit.

Chanyeol menepuk keningnya lelah, setelah membuang napas kekesalan, dia kemudian menarik kedua bahu Chen dan menghadapkannya padanya. "Sun. Ci-um pi-pi." Dengan percaya diri, Chanyeol mendekatkan pipi berisinya pada Chen sambil memejamkan mata.

Chen tahu, Chen tahu, Chen tahu! Tapi mana boleh teman melakukan yang seperti ini? Ini serius atau bercanda, sih? Batinnya.

Tiba-tiba saja satpam komplek perumahan yang mereka tinggali melintas, Pak Paijo sedang berpatroli. Chen melambaikan tangannya, menyuruhnya mendekat. Setelah sampai, Chen menyuruh Pak Paijo berdiri di tempatnya tadi berdiri di hadapan Chang yang masih memejamkan matanya.

Setelah dirasa pas, tanpa mengatakan apa pun, Chen langsung melesat masuk ke dalam rumahnya.

Bibir Chanyeol mulai monyong-monyong, Pak Paijo yang melihatnya jadi jijik, karena muka Chanyeol makin lama makin dekat, Pak Paijo memukul kepala Chanyeol dengan tongsis yang selalu dibawanya untuk nge-vlog.

Chanyeol dan Chen selalu memiliki waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaan mereka, tapi tak ada satu pun dari keduanya yang melakukannya.

Mereka sama-sama berpikir, jika kata cinta itu akhirnya terucap, jika akhirnya tertolak pertemanan mereka yang hangat ini bisa-bisa jadi canggung. Parahnya lagi jika seandainya mereka putus, itu akan menjadi hal paling kacau untuk menghancurkan pertemanan yang sudah mereka bangun selama ini.

Setidaknya itu yang masih Chanyeol pikirkan sampai akhirnya dia mendengar rumor bahwa Chen ditembak oleh teman sekelasnya, sekarang Chanyeol merasa benar-benar telah kehilangan Chen sebagai teman dan calon pendamping hidupnya.

❥❥❥TBC...❥❥❥

A/N: selamat malam semuanya, seperti biasanya mohon kritik dan saran. Oh, jangan lupa request cerita bagi yang belum request, itu KOTAK IDE ada dibab dua, scroll aja ke atas, request yang banyak, yaaa. Gue tungguin.

26/05/2022 🌹 Ningtias

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro