98 • Ayah, Kapan Kau Pulang? [flash fic]
Ayah, kapan kau pulang? Aku takut.
Hampir tiap malam, aku terbangun karena suara seseorang yang sedang menyapu. Begitu aku membuka mata, banyak rambut bertebaran di sekitar ranjangku. Kemudian, begitu aku mendongak, sesosok makhluk tinggi dan kerempeng yang kepalanya menjulang hingga langit-langit menatapku dengan cengiran yang menunjukkan deretan gigi tajamnya.
Tak sampai di situ, jendela yang semula sudah kukunci rapat-rapat tiba-tiba saja terbuka. Dari sana, aku bisa melihat dengan jelas sosok makhluk hitam tak berwujud yang menatapku dengan mata merah menyala.
Mulanya, aku hanya bisa meneguk saliva dan menahan diri untuk tidak berteriak sampai sesuatu mencengkeram kakiku dan menariknya kuat.
"AYAH!" Tanpa sadar aku meneriakkan namamu ketika wanita tua berkulit putih pucat yang muncul dari kolong kasur makin menarikku dengan kuku-kukunya yang amat panjang dan tajam.
Aku tidak terlalu ingat apa yang terjadi berikutnya karena begitu aku sadar, matahari sudah terbit dan kamarku kosong. Makhluk-makhluk itu sudah tak ada. Jangan tanya seberapa gemetar tubuhku sampai tak punya tenaga untuk berbicara. Bagaimana tidak? Hampir tiap malam, kejadian itu terus terulang, terulang, dan terulang. Aku tak ingat sejak kapan pastinya, tapi ... aku berasumsi ini semua terjadi sejak kau pergi.
Karena itu, tolong pulanglah. Aku tak ingin sendiri di sini.
Aku meringkuk dari balik selimut di sofa ruang tamu, ditemani suara televisi yang menayangkan acara tidak jelas. Suaranya terdengar kresek-kresek sampai aku tak bisa mendengar suara presenter atau apa pun.
"Krskrskrs—Ke ... Li ... krskrskrs—Du … Mu… krskrskrs—"
Aku mengernyit ketika menyadari sebuah suara samar dan bergetar terdengar dari televisi. Begitu aku menyibak selimut, suara ketukan yang berasal dari pintu juga terdengar.
Ayah ... apa itu dirimu?
Tanpa berpikir lagi, aku berlari menuju pintu dan membukanya.
"AYAH!" seruku tak tertahan.
Namun, bukan dirimu yang kulihat, melainkan banyak orang dengan raut yang terlihat sedih dan panik menerobos masuk ke rumah ... menembus melewatiku.
Aku menoleh hanya untuk mendapati beberapa wanita menangis histeris. Kemudian, rumahku—apa yang kulihat selama ini—perlahan berubah menjadi hancur lebur, tampak seperti rumah yang habis terbakar api.
"Di mana mayatnya?" tanya seorang pria.
Pria lain menyahut, "Coba cek kamarnya!"
Beberapa orang lantas bergegas menuju kamarku.
Tunggu, apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa semuanya berubah? Kalian siapa?
Kakiku perlahan menghampiri beberapa wanita yang berkumpul di dekat sofa sembari menangisi entah apa.
"Tuan dan Nyonya. Maaf, kalian siapa?" Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Namun, mereka seperti tak mendengar suaraku.
Aku baru hendak membuka mulut lagi sebelum orang-orang yang tadi pergi ke kamarku kembali sembari meneriakkan sesuatu.
"Mayatnya ketemu!"
"Ada di kamar tidurnya, sudah dalam keadaan gosong. Beberapa bagian tubuhnya sudah hancur lebur!"
Aku membatu. Tunggu ... apanya ... mayat apa? Siapa yang mati terbakar?
Semua orang yang ada di ruang tamu, termasuk diriku, bergegas ke kamar untuk memastikan hal itu. Kemudian, pekikan seorang wanitalah yang menyadarkanku sesuatu; tentang sebuah mayat yang terbaring di ranjangku.
"Ya Tuhan! Maafkan kami yang telat menemukan mayatmu. Andai ayahmu tak tertangkap ... mungkin kami tidak akan tahu kalau rumah ini sudah dibakar olehnya."
Semuanya mulai menggelap. Lalu, aku melihat mereka lagi, tengah tersenyum lembut padaku; seakan mengajakku untuk ikut dengan mereka.
Ayah ... kau jahat.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro