Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

89 • Matsuri [flash fic]

Gemerincing bunyi bel terdengar menggema. Angin berembus ke timur, membuat bola-bola kaca transparan bermotif bunga aprikot dengan bagian bawah terbuka yang tergantung di besi ikut tertiup angin. Kertas panjang berbentuk persegi panjang dengan berbagai motif seperti ikan dan kembang api terikat di ujung bola-bola transparan. Bergerincing mengikuti irama bunyi bel; saling sahut menyahut membuat suasana festival makin ramai.

Lampion-lampion jingga diletakkan berjejer di dekat pagar kayu agar mempermudah para pengunjung untuk mengambilnya, lantas melepaskannya ke udara saat puncak acara berlangsung. Tak peduli langit sudah berwarna biru gelap ditutupi awan kelabu. 

Ayako menghela napas panjang. Mata sehitam jelaga miliknya menyisir pegunungan di balik meriahnya acara matsuri pertamanya di desa ini. Dendang musik beriringan kerincing bel dan bola kaca transparan membuat suasana tentram beberapa menit lalu buyar; Ayako tidak suka kebisingan.

"Hoshino-san, sedang apa? Ayo ke aula utama." Suara halus perempuan membelai indra pendengaran Ayako. Dengan setengah hati, Ayako membalikkan badan; tersenyum manis penuh dusta.

"Ah, Kiriya-san. Tidak apa-apa, kau duluan saja. Aku masih ingin di sini." Ayako menjawab dengan nada super tenang; terdengar lembut bagi sebagian orang, tetapi tidak untuk Kiriya Rine. Baginya, kata-kata Ayako adalah pengusiran yang diperhalus.

"Tapi ohaha Hoshino-san sudah memanggil. Saya diperintahkan oleh beliau membawa Hoshino-san ke aula utama," balas Rine tak kalah halus lagi lembut.

Senyum Ayako pudar. Memangnya aku ini barang?

Ayako menggeleng, merutuki kelalaiannya yang tidak sengaja ditunjukkan kepada Rine.

"Aku akan menyusul," jawab Ayako tak acuh, lalu membuang muka. Matanya kembali menyisir pegunungan Desa Hinabatto. Dicari-carinya wujud serigala berambut jelaga di antara lebat hutan di pegunungan. Barang kali Guree berkenan datang ke festivalnya, hendak menemui Ayako untuk terakhir kali.

Ketika ia kembali membalikkan badan, Rine sudah menghilang dari pandangan, tanpa bersuara. Agaknya ia melapor pada ibu Ayako. Namun, Ayako tak peduli. Yang ditunggunya sekarang hanyalah Guree. Ayako cemas. Bayangan akan Guree yang tak mendatangi dan mencampakkannya terlintas di benak, menghantui isi pikiran Ayako seminggu terakhir. Guree benar-benar belum menemuinya sejak pelaksanaan festival diumumkan.

"Kamu terlihat kacau, Aya."

Ayako tersentak, buru-buru mencari asal suara. Namun, tak ada siapa-siapa di tepi tebing dengan pepohonan lebat yang menghadap ke pegunungan. Kening Ayako mengerut, tetapi bibirnya tersenyum.

Ia tahu, itu suara Guree. Ayako merindukan suara dengan oktaf rendah yang setengah serak itu.

"Guree!" panggil Ayako.

Sesosok makhluk berwujud manusia dengan rambut jelaga di sekujur tubuh yang dibalut kimono biru polos, serta telinga dan ekor bagai serigala yang mencuat; muncul di hadapan Ayako sehabis melompat dari salah satu dahan pohon.

"Kau tampak cantik dengan balutan kimono merah hati itu, Aya."

Ayako menutup mulutnya dengan tangan kiri. Lututnya luruh; ia jatuh terduduk. Lalu menangis bahagia.

"Kenapa kau menangis? Kau sedih karena aku datang?"

Laki-laki serigala itu berjalan mendekati Ayako; berjongkok di hadapannya sambil mengusap rambut sekelam malam yang disanggul di belakang kepala.

Ayako menggeleng, lagi-lagi masih meneteskan air mata. Jemari mungil nan lentik Ayako menggapai tubuh Guree dan mendekapnya erat; amat erat.

"Kau tahu? Aku merindukanmu, Guree." Ayako berucap terbata, masih sesegukan.

Bibir tebal berwarna merah pucat Guree naik. "Aku lebih merindukanmu, Aya. Dan selamanya akan merindukanmu."

"Kau mengikhlaskanku?"

"Tidak. Sampai kapan pun tidak, Aya."

"Lalu, kenapa kau tidak datang seminggu terakhir?"

Guree terdiam, melepas dekapan Ayako. Mata kelabu Guree menatap intens wajah ayu Ayako yang dihiasi bedak putih dan gincu merah menyala. 

"Karena aku sedang mempersiapkan semuanya, Aya."

"Untuk?"

"Menjadikanmu milikku."

"Kita akan bersama?"

Guree tersenyum. "Tentu," ucapnya pelan, "kita akan selalu bersama, selamanya."

"Selamanya ...." Ayako bergumam. Tatapannya kosong.

"Apa kau sedih karena tidak akan bertemu ohaha-mu lagi, Aya?"

Ayako menggeleng pelan. "Tidak, untuk apa? Toh, kalaupun kau tidak menyelamatkanku, aku tetap tidak akan bertemu Okaa-san lagi."

"Maukah kau pergi sekarang, Aya?" Guree mengulurkan tangan.

Ayako tak kunjung meraih telapak tangan besar nan hangat yang ditumbuhi rambut jelaga itu.

Helaan napas terdengar lagi. Untuk kesekian kalinya, Ayako menatap festival di bawah tebing yang tampak meriah. Orang-orang berkumpul di sekitar aula utama. Barang kali tengah menunggu sang pemeran utama, dan—

—pemeran utamanya adalah dia, Ayako.

"Aku mau, Guree." Ayako menjawab lirih, tetapi senyumnya mengembang.

"Baiklah, Tuan Putri." Guree dengan cekayan menggendong Ayako, membuat gadis itu tersentak, lantas segera melompat ke pegunungan, meninggalkan Desa Hinabatto dan para penunggu sang tokoh utama.

• • •

11 Desember 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro