Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

81 • Lukisan [flash fic]

"Bagus! Ibu foto, ya!"

Kedua ujung bibirku tertarik ke atas, dengan mata menyipit ke arah kamera di tangan Ibu. Satu jepretan lalu Ibu melihat hasilnya sembari berjalan mendekatiku.

"Aduh, Lyra! Senyummu kaku lagi!" keluh Ibu. "Sayang, padahal langit dan pemandangannya bagus."

"Ya, maafkan aku, Bu. Aku, kan, tidak bisa tersenyum lepas seperti Ibu."

Aku membalikkan badan dan mendudukkan bokongku di kursi bulat. Tanganku meraih kuas lalu kuacungkan ke langit. Bentangan langit biru muda dan gumpalan awan putih. Warna palet yang sempurna.

Ibu menyentuh kedua bahuku. "Ibu yakin lukisanmu akan jauh lebih bagus daripada di foto," ucap Ibu, membuatku tersenyum tipis.

Ibu selalu mendukung bakatku.

"Lihat saja nanti, Bu."

Aku mulai mengoleskan ujung kuas pada cat warna biru langit lalu menggoreskan dengan perlahan di kanvas putih di hadapanku. Lantas mencampurkan warna putih dengan biru yang lebih gelap. Tak lupa gumpalan putih kuciptakan di tengahnya.

Kuasku bergerak luwes di kanvas putih seakan menari di atasnya. Kata Ibu, Ibu sangat suka caraku melukis. Luwes, perlahan, tetapi bertenaga. Aku sering kali tidak menyadari lukisanku sudah selesai karena menggerakan kuas saking mengalirnya.

Kicau burung merpati menemani kegiatanku dan memberikan secuil ide. Kutambahkan siluet burung yang terbang tinggi di antara langit dan awan. Lukisanku hampir selesai, namun angin berembus kencang dari timur hingga rambut sebahuku ikut berkibar. Begitu kulihat lukisanku, cat yang belum kering sempurna menjadi agak berantakan. Yang membuatku melongo, bukannya rusak, angin itu justru menambah keestetikan lukisanku!

Dengan senyum bahagia, aku membalikkan badan dan bertatapan dengan Ibu yang sedari tadi menonton di belakang. Wajah Ibu terlihat berbinar dan berseri. Mulutnya terbuka lebar lalu Ibu bertepuk tangan.

"Ya Tuhan, Lyra anakku! Benar, kan, kata Ibu? Lukisanmu pasti cantik!" Pujian Ibu membuat pipiku agak memanas. Ibu menunjukkan layar kamera. Itu fotoku yang sedang melukis dengan latar langit.

"Foto ini juga cantik karena ada kamu dan lukisanmu. Foto ini akan menjadi foto yang paling ibu suka!" kata Ibu, yang langsung mendekapku.

Aku meraih punggung Ibu kemudian membalas pelukannya. "Biarkan aku seperti ini, Bu."

***

Aku rindu pelukan hangat Ibu. Aku rindu senyuman lebar Ibu. Aku rindu raut bahagia Ibu saat melihat lukisanku. Aku rindu Ibu. Aku rindu Ibu ....

Kudekap lukisan terakhir yang kubuat dua tahun lalu ditemani Ibu. Memori itu begitu melekat di benakku. Bahkan suara tawa dan ucapan Ibu masih terngiang hingga sekarang.

Aku mencoba mengabaikan ingatan itu, namun semakin aku ingin melupakannya, semakin pula hasrat rindu menghampiri.

Aku tidak lagi melukis sejak saat itu. Aku melukis karena Ibu, dan sekarang Ibu tidak bisa melihat lukisanku lagi. Aku tidak lagi bisa memamerkan hasil lukisanku pada Ibu. Senyum tulusku yang hanya kutunjukkan pada Ibu turut sirna.

Aku benci melukis; aku benci kuas; aku benci kanvas, serta cat. Karena hobi dan bakatku itu, aku tidak sengaja merenggut nyawa Ibu.

"Lyra, jangan terus memeluk lukisan itu seperti orang gila. Tangisanmu bisa merusak lukisannya." Aku tersentak kala seseorang masuk ke ruangan tempat biasa aku melukis. Pria bersetelan formal dengan jas hitam-penampilannya membuatku ingin terbahak. Orang ini, setelah perginya Ibu, muncul-muncul dan mengakui dirinya sebagai seorang ayah.

"Kalau lukisan itu rusak, pihak museum akan menarik kembali permintaannya dan kita tidak akan dapat uang! Dengar?!"

Aku tak mengangguk maupun menggeleng. Dekapanku bertambah erat seiring kata-kata pria itu yang membawa-bawa nama Ibu.

"Jangan terus menangisi wanita jalang itu! Gara-gara dia, hidupku-hidup kita jadi susah!"

Gigiku bergemeletuk, rahangku mengeras. Beraninya menghina Ibu-!

"Cepat keluar! Mereka sudah datang," dia berbalik tanpa memedulikan tatapan tajamku, "pikirkan ini baik-baik, Lyra. Kalau kau menjual lukisan itu ke museum, hidup kita tidak lagi susah. Dan wanita jalang itu, setidaknya akan bahagia. Dia tak ingin melihatmu hidup menderita seperti saat kau bersamanya."

• • •

4 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro