Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

80 • Rumah Nenek [cerpen]

Hari ini, aku akan pindah ke rumah Nenek di desa. Ayah dan Ibu sedang ke luar negeri. Daripada aku di rumah sendirian, Ibu menyuruhku tinggal di rumah Nenek untuk sementara waktu. Padahal akan lebih baik kalau aku di rumah sendirian saja. Aku bisa main game, ps, atau bermain futsal bersama teman yang lain. Tapi, Ibu benar-benar bersikeras. Katanya sekalian mengunjungi Nenek setelah hampir dua tahun tidak bertemu.

Bukannya aku tidak mau ke rumah Nenek, masalahnya di sana tidak ada internet! Aku jadi tidak bisa main game dan push rank. Jaringan pun harus berburu di balai desa. Tapi Nenek tidak pernah mengizinkanku ke sana, jadi aku harus pergi diam-diam.

Itu dua tahun lalu.

Sekarang, aku rasa akan berbeda.

Kini aku sudah sampai di depan rumah Nenek. Rumah dua lantai yang terbuat dari kayu itu masih tampak kokoh seperti dua tahun lalu. Padahal sekarang sudah genap empat puluh tahun sejak berdirinya rumah ini. 

Aku masih berdiri di depan pekarangan rumah Nenek, menatap balkon di lantai dua tempat aku biasa bermain dengan salah satu sepupuku atau mendengarkan cerita-cerita legenda Nenek di malam hari.

Ilalang serta rerumputan tajam di depan dan sekitar rumah masih belum juga dipotong. Ditambah lagi semak-semak belukar semakin tumbuh rimbang. Aku sedikit yakin ada ular yang bersembunyi di sana.

"Neil, kenapa tidak masuk?"

Aku spontan menoleh ke belakang. Paman An sudah selesai membereskan dan memindahkan barang-barangku dari mobil ke rumah Nenek.

"Ini baru mau masuk," jawabku lalu berjalan melewati kayu-kayu yang menjadi gerbang rumah Nenek. Tepat di depan pintu merah ini, aku menghela napas panjang sebelum memberanikan diri mengetuk beberapa kali.

"Nek, ini aku, Neil."

Tidak ada yang menyahut. Aku sudah cukup yakin suaraku tidak terlalu pelan. Aku mengetuk lagi lalu pintu dibuka setelahnya.

"Neil sayang, Nenek sangat senang kamu datang."

Nenek langsung berhambur memelukku hingga aku hampir terjungkal ke belakang begitu membukakan pintu.

"Bagaimana kabarmu sekarang, Sayang?" tanya Nenek di samping wajahku.

Pelukan ini ... pelukan kasih sayang Nenek yang tulus. Pelukan hangat yang hanya kudapatkan di sini.

Aku balas mendekap. "Aku sungguh baik, Nek," balasku berbisik di dekat telinga Nenek.

"Nenek senang mendengarnya." Nenek mengurai pelukan kami lalu menatapku dan Paman An yang membawa dua dus di belakang.

"Ayo masuk ke dalam. An, kamu juga. Makan siang sudah disiapkan," kata Nenek lalu masuk terlebih dahulu.

Aku mengikuti di belakang dan tak henti berdecak kagum sembari menggelengkan kepala karena interior di rumah ini masih sama saja ... kuno dan kokohnya. Topi boater yang kukenakan kutaruh di atas meja di ruang kumpul keluarga serta tas-tas yang kubawa dipindahkan Nenek ke kamar bekas sepupuku.

Paman An sudah pergi lagi. Rumah Nenek jadi sangat sepi. Padahal biasanya di musim panas ramai. Banyak adik sepupuku berkunjung dan menginap di rumah Nenek. Sepertinya sekarang hanya ada aku dan Nenek berdua di  rumah ini. Kabar bagusnya, aku tidak perlu terganggu oleh suara anak-anak kecil.

"Nek, kamarku di mana?" tanyaku agak berteriak sambil membereskan isi tas.

"Kamar Andre di seberang taman dalam," balas Nenek dari dapur.

"Terima kasih, Nek!"

Di seberang taman dalam itu ... agak jauh. Kalau ada apa-apa, aku malas berjalan ke bangunan utama karena harus melewati taman kesukaan Nenek yang dirawat seperti anak sendiri. Tapi begitu aku menyebrang taman dalam, aku melihat sesosok perempuan (?) sedang bermain ayunan.

Apa itu? Setan? Duh!
Masa siang-siang begini ada setan?

Tahu, ah! Aku pura-pura tidak tahu dan berjalan cepat melewatinya. Sampai di kamar, aku mengempaskan tubuhku ke kasur, mencoba melupakan kejadian barusan dan sosok itu.

Aku tidak sempat melihat wajahnya tadi. Rambut hitamnya tergerai sepanjang paha, serta sepasang mata yang tertutup poni. Dia seram!

"Neil, makan siang dulu."

Ketukan pintu membuat lamunanku buyar. Aku pun menjawab dengan ogah-ogahan karena memang aku tak lapar, "Baik, Nek."

Lalu, aku membuka pintu dan mengikuti Nenek ke ruang makan. Di sana ada ... tunggu! Sosok tadi? Itu si perempuan (?) berambut panjang!

Sepertinya aku tak dapat menyamarkan raut terkejutku hingga Nenek terbahak keras. Nenek itu memang suka sekali menertawakan kebingungan orang.

Nenek menyentuh bahu sosok itu.

"Neil, kenalkan, ini salah satu sepupumu yang juga sedang menginap di sini. Namanya Marie," ujar Nenek memperkenalkan orang itu. "Marie tidak pernah terlihat di sini karena sejak lahir, Marie tinggal di luar negeri hingga dewasa. Sekarang, Marie akan tinggal di sini pasca kecelakaan pesawat yang menimpa orang tuanya."

• • •

3 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro