Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

60 • Jemari dan Sihir [flash fic]

Jemari telunjuknya meliuk-liuk di lantai keramik seperti cacing. Jari-jari lain baik di tangan kanan maupun kiri bersusulan terlepas dan mulai menggeliat. Anak laki-laki dengan rambut panjang sepunggung seperti perempuan hanya menunduk memandangi jari-jarinya yang terlepas. Kesepuluh jarinya kini sudah putus, dengan darah merah kehitaman yang tak berhenti mengucur deras.

Mendadak, pintu ruangan didobrak keras. Lampu yang semula padam kini menyala. Mata bocah laki-laki itu menyipit. Seorang wanita berpakaian hitam dan apron putih dengan rambut hitam kelam yang disanggul menghampirinya. Sebentar lagi dia pasti akan memekik kira-kira seperti, _Astaga Tuan Muda! Apa yang Anda lakukan?_

"Astaga, Tuan Muda! Apa yang Anda lakukan?!"

Mengabaikan si _maid_ yang mengkhawatirkannya, si bocah laki-laki justru terkikik karena itu tebakannya benar.

"Aku tidak melakukan apa pun kok, Bi," jawab Tuan Muda dengan cengiran yang menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi.

"Tidak melakukan apa pun? Tapi jari Tuan—!"

Bocah laki-laki itu segera berdiri, membekap mulut si maid dengan kedua telapak tangannya yang mungil.

"Ssst." Dia mendesis pelan.

Ekor mata si maid menatap tangan tanpa jari milik Tuan Muda. Tanpa sadar ia bergidik. Perlahan ia mencoba melepaskan tangan Tuan Muda.

"Jari-jariku gugur lagi. Tenang saja, nanti juga tumbuh. Bibi, kan, tahu itu," kata Tuan Muda.

Bibi mendesah, menatap jari-jari yang tengah menggeliat di lantai dengan jejap sebelum ia berjongkok dan mencoba memungut jari-jari sang tuan muda.

"Saya tahu, tapi Tuan Muda, keadaan Anda makin parah akhir-akhir ini. Tolong izinkan saya untuk memberi tahu Penyihir Besar."

Sang Tuan Muda langsung mengernyit begitu mendengar nama Penyihir Besar. Dia tak ingin ke sana. Orang tua itu sangat menyebalkan. Dan dia tak mau disihir.

"Tidak perlu, Bi," tolak Tuan muda. "Lagi pula Ayah tak akan senang dengan ini. Lebih baik dia tidak mengetahuinya," cicitnya.

"Ah, Tuan Besar." Bibi langsung bangkit. Telapak tangannya menadah jari-jari Tuan Muda.

"Bibi cukup diam dan menutup mulut. Dengan begitu Ayah tak akan tahu."

Bibi bungkam sejenak. Keraguan meliputi hatinya. Kendati demikian, ia tetap mengangguk. "Baik, Tuan Muda."

"Bagus," ujarnya sebelum melengos ke luar ruangan, meninggalkan Bibi yang harus membersihkan genangan darah dan noda merah di kursi yang tadi diduduki Tuan Muda.

Setelah membuang jemari menggelikan itu ke tempat sampah di belakang rumah, Bibi kembali ke ruangan semula. Kain lap putih yang agak basah bahkan tak bisa membersihkan lantai keramik berpola persegi. Bercaknya masih ada. Bibi berdecih lantas melangkah mendekati pintu dan menguncinya.

Tidak boleh ada yang melihat, bahkan jika itu Tuan Muda sekalipun.

Bibi menyunggingkan senyum. Suara langkah kakinya menggema. Ia berjongkok lalu menapakkan telapak tangannya di lantai tersebut. Sedetik kemudian, bercak merah yang menempel sirna seketika, seakan sebelumnya tak pernah ada darah di sana.

Cara ini selalu menjadi alternatif untuknya. Bibi punya sedikit sihir; alasan mengapa ia tidak terlalu kaget saat tahu Tuan Muda bisa melepas jari-jarinya. Pun saat noda membandel di lantai tak kunjung hilang hanya dengan sehelai kain lap basah. Bibi bisa menghilangkan segala sesuatu, bahkan melenyapkan jari-jari Tuan Muda yang menggelikan dan orang-orang yang melihat-nya—sihir ia dan Tuan Muda.

• • •

25 April 2021.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro