04 • Pustakawan Muda itu Ternyata Bernama Annelise [cerbung]
Day 4
Jenis tulisan: cerbung (?)
• • •
Kota Asmech, tahun 2001.
Setelah setahun lamanya, akhirnya aku kembali lagi ke perpustakaan kota. Jika waktu itu aku ke sini karena tugas akhirku yang mengharuskan aku mendokumentasikan perpustakaan kota, kali ini aku pergi benar-benar karena keinginanku.
Melelahkan sekali menjadi mahasiswa tingkat akhir. Saking sibuknya aku baru bisa menyempatkan diri pergi ke sini sekarang. Tapi untunglah, tahun ini aku akan lulus. Setelah itu aku akan terbebas dari tugas akhir yang menyebalkan dan segera mencari pekerjaan, seperti ... penjaga perpustakaan misalnya?
Oh, omong-omong soal penjaga perpustakaan ... apakah pustakawan muda itu masih bekerja di sini, ya? Biasanya dia suka berdiam diri di meja pustakawan sambil membaca buku tebal nan membosankan ditemani secangkir teh rosella. Namun aku tak jua melihat batang hidungnya setelah memasuki pustakaloka dan menunggu hampir dua jam di sebuah sofa di samping kiri meja pustakawan—tempat aku mendengarkan cerita-ceritanya satu tahun lalu.
Hari ini memang hari libur. Daripada berpikir, 'apakah dia masih bekerja di sini?' kuganti pertanyaan itu menjadi, 'apakah dia sedang menikmati hari liburnya di luar perpustakaan?'. Mungkin saja, bukan? Bukannya tidak mungkin dia sedang asyik membaca buku di ruang pribadi di rumahnya sambil menikmati secangkir teh dan camilan. Atau barang kali, dia tengah berkunjung ke perpustakaan lain.
Lalu, untuk apa aku ke sini?
Dia tidak ada di sini—tidak, tidak. Tidak hanya dia yang tidak ada. Sedari tadi aku juga tidak melihat ada seorang pun pustakawan yang mengawas atau sekadar berlalu lalang. Dulu, kendati pustakawan muda itu yang tengah mengawas, satu-dua pustakawan lain yang lebih tua sering kali berlalu lalang di pustakaloka. Itu berarti hari ini memang tidak ada pustakawan yang datang. Hanya beberapa pengunjung yang kulihat. Itu pun tidak ramai. Mungkin sekitar belasan orang, tidak termasuk yang di luar pustakaloka atau lantai atas.
Bukankah ini aneh? Atau memang pernah begini sebelumnya di perpustakaan kota? Maksudku, tanpa pustakawan. Siapa tahu ada yang melakukan hal aneh, misalnya mencuri buku, kan? Tapi, pustakawan muda itu juga pernah bilang, keamanan di perpustakaan kota cukup ketat. Memang sih, aku tidak pernah mendengar kasus yang aneh-aneh terjadi di sini.
Lalu, sekarang apa? Apa sebaiknya aku kembali saja?
Yah, mau bagaimana lagi? Yang kutunggu juga ternyata tidak ada.
Dengan langkah gontai aku berjalan menuju pintu kayu yang menjadi sekat antara pustakaloka dengan lorong perpustakaan. Namun, baru saja aku mendorong pintu untuk keluar dari pustakaloka, seorang gadis berambut pirang bergelombang dengan pakaian kasual berwarna cokelat gelap membuka pintu. Tubuh kami hampir bertabrakan.
Awalnya aku menunduk dan berucap maaf. Begitu mendongak, mataku bersitatap dengan mata sebiru lautan yang dibingkai kacamata bulat berwarna putih. Sejenak aku terdiam di ambang pintu. Begitu pun dengan gadis itu. Sampai akhirnya, ia bersuara dan memecah keheningan di antara kami.
"Kau ... Tuan Riel?"
Rupanya memang tak asing. Ya, dia pustakawan muda!
"Pustakawan mu—" Ucapanku langsung terputus begitu mataku tak sengaja membaca nametag yang tertera di dada kirinya. "An—annelise?"
"Iya, Tuan?" balasnya.
Seketika senyumku merekah. Ternyata ... ternyata perpustakaan muda ini bernama Annelise! Ya Tuhan, akhirnya aku tahu namanya!
• • •
Oke, jadinya cerbung ... mungkin.
Aku post sesuai timeline aja deh.
Tadinya cuma ngetik sengalirnya aja, tapi lama-lama keliatan alurnya. Jadi, ya udah.
13 Februari 2021.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro