XXXII
──────────
Restore Me
──────────
***
XXXII
***
Ini terdengar seperti ide yang buruk, setelah Kamila menutup pintu kamarnya entah kenapa Kaia jadi grogi dan jantungnya berdegup sangat kencang.
Ini kenapa mendadak gue kayak anak perawan, sih?
Indra sudah melepas jam tangannya, dia bahkan bersikap tenang. Berbanding terbalik dengan Kaia yang terlihat khawatir, bagaimana jika nanti Indra muntah karena meminum ASI miliknya? Lalu, bagaimana jika Indra malah menelan darah yang keluar dari putingnya? Apa Indra tidak akan merasa jijik?
"Mas," Kaia akan berusaha mencegah. "Nggak apa-apa, aku masih bisa kompres kok,"
Indra malah menggeleng. "Kamu udah demam, Kaia.. mau tunggu berapa lama lagi? Kamu juga pasti ngerasa sakit, kan?"
"Ya tapi Mas, kamu pasti─"
"Jijik?" potong Indra, lalu Indra berjalan mendekatinya tersenyum sambil mengusap puncak kepalanya. "Itu sumber makanan Janaka gimana bisa aku jijik?"
Kaia menahan degupan jantungnya yang sudah mengdangdut sejak tadi. Begini caranya dia bisa jatuh cinta berkali-kali pada Indra Kesuma!
"Mau duduk apa tidur?" tawar Indra.
"Duduk aja," Kaia pikir itu posisi yang baik, daripada tidur dan bisa memancing ke arah yang menuju..
Hng, udah lama.. Nggak dibelai Ayang.. Najis!
Kaia mengumpati dirinya sendiri ketika dia tahu kalau dia merindukan sentuhan Indra.
Indra menyiapkan bantal di belakang punggung Kaia agar menjadi sandaran baginya. Kaia menyandarkan tubuhnya senyaman mungkin, tali kimono itu sudah lepas dan dia sudah bertelanjang di hadapan Indra, hanya tubuh bagian atasnya.
Indra duduk di sisi ranjang, kedua matanya seolah tengah meminta izin pada Kaia untuk menyentuh payudaranya.
"Jahitan sesar kamu masih ngilu?"
"Kadang ngilu, Mas.." jawab Kaia kaku.
Indra mengangguk. "Aku bakal berusaha nggak menekan perut kamu,"
"Iya.."
Sialan, kenapa suara gue mengkeret kayak kucing begini, sih?!
"Shall we?" tanya Indra.
Kini, giliran Kaia yang mengangguk. Ketika Indra menyentuh area payudaranya yang terasa tegang dan penuh oleh ASI, Indra meringis dan menatap Kaia dengan penuh rasa sesal.
"Pasti sakit, ya?"
Nanya lagi..
"Aku bantu, ya?" ujar Indra menatap kedua matanya dengan permohonan.
Kaia tidak ingin menjawabnya, tapi ketika kepala Indra menunduk dan napas hangat bisa Kaia rasakan di sekitar payudaranya, Kaia sempat menahan napas. Dia tidak bisa membayangkan sensasi perih, nyeri yang sudah dia rasakan sebelumnya oleh Janaka.
"Aku bakal melakukannya pelan-pelan, oke?" lirih Indra lagi.
Kaia mengangguk, sesuai apa yang dikatakan, Indra melakukannya dengan cara yang sangat pelan dan lembut. Jari-jari kaki Kaia sudah saling meremat, kakinya mengejang menahan ngilu dan perih, Indra melumat bagian putingnya dengan ujung lidahnya, membasahinya dengan hati-hati dan begitu telaten.
Tidak ada nafsu sama sekali, Indra benar-benar pure membantunya.
"Sshhh," Kaia meringis.
Indra mengangkat kedua matanya dan melirik Kaia yang menahan perih, membasahi puting Kaia dan berusaha membuatnya agar tidak tegang. Kaia tak bisa menahan tangannya untuk tinggal diam, kini kedua tangannya memeluk punggung Indra dan meremas kemeja Indra dengan sangat kencang.
Kali ini, Indra mulai melumatnya secara perlahan, terus begitu sampai akhirnya Indra sedikit menghisapnya. Kaia bisa merasakan putingnya yang tidak mengeras lagi, di dalam mulut Indra, putingnya masih belum bisa mengeluarkan ASI hingga akhirnya Indra menghisapnya lebih kuat dan pada saat itu, sumbatan yang menutup jalan keluar ASI telah lepas begitu saja.
ASI Kaia keluar begitu banyak, Kaia bahkan melihat Indra yang terlanjur menelannya.
"Udah Mas.. udah keluar," Kaia mengatakannya begitu lega dan ringan, rasanya menyenangkan dan ASI nya begitu tumpah ruah.
Kaia langsung menutupinya dengan tissue, Indra mengangkat wajahnya dan tersenyum ketika mendapati bahwa Kaia tidak kesakitan lagi.
"Nggak sakit?" tanya Indra.
"Nggak Mas─oh iya," Kaia langsung meraih beberapa helai tissue dan membersihkan dagu Indra yang terkena cairan ASI-nya.
Kaia meraih leher Indra dan meminta Indra mendekat ke arahnya. "Maaf ya, pasti rasanya aneh buat kamu,"
"Nggak kok," Indra tersenyum senang melihat Kaia yang begitu telaten membersihkan wajahnya dari ASI miliknya. "Enak, rasanya kayak ada ubi,"
Kaia terkekeh pelan. "Tadi sore aku makan ubi, Mas.."
"Hmm, enak.."
Kaia menghentikan kegiatannya yang tengah membersihkan wajah Indra. Di tatapnya mata Indra yang menatapnya dengan begitu teduh dan berani, Kaia seakan melihat sosok Indra pertama kali yang pernah dia temui.
"Makasih, Mas.." ujar Kaia dengan lirih.
"Anything for you," balas Indra.
Kaia mengikat kembali kimononya dan tersenyum tipis kepada Indra. "Udah lihat Janaka? Mau ketemu dia?"
"Udah bobo sama Mama kan dia, aku nggak mau bangunin, sekarang.. kamu istirahat, Sayang."
Duh, amblas hati gue... "Nanti aja, aku.. lapar.."
Indra tersenyum lebar padanya. "Mau makan apa?"
"Yang ada di dapur,"
"Aku masakin mau?"
"Kamu.. bisa masak?" tanya Kaia terkejut.
"Sedikit, paling.. telur tomat orek makanan andalan anak kos waktu di Singapura." jawab Indra dengan malu.
Kaia terkekeh pelan, tidak bisa membayangkan bagaimana wujud telur orek buatan Indra. "Boleh, aku mau coba."
Kedua mata Indra membulat, tak menyangka bahwa Kaia akan meminta kepadanya. "Serius? Aku bakal buatkan dengan sungguh-sungguh untuk kamu,"
"Ya, Mas.. aku mau coba," sama kayak perasaan gue yang mau coba buka lagi buat lo.
Indra tersenyum puas, dia mencium kening dan pipi Kaia secara bergantian lalu menggandeng Kaia menuju dapur. Malam ini, adalah malam yang paling membahagiakan bagi Indra, big thanks pada Mamanya yang membuka gerbang pada Indra agar bisa membantu Kaia malam ini.
Janaka.. Ayah lagi kasih semua cinta Ayah buat Ibu kamu, sabar ya.. Kita bareng-bareng lagi nanti.
***
Indra rela tidur di kamar lain hanya karena ingin menemui Janaka besok pagi. Kaia tidak bisa mengusirnya karena semalam Indra sudah banyak membantunya, dan membuatkan telur orek tomat yang rasanya.. cukup enak, dan masih bisa dimakan, hanya saja Indra masih cukup buruk dalam takaran bumbu.
Pagi ini, Kaia melihat Indra memakaikan baju pada Janaka dengan begitu hati-hati. Janaka baru saja dimandikan, harum tubuhnya bisa dicium di area seluruh penjuru rumah.
"Ini Ayah, Sayang.. iya.. pakai baju sama Ayah ya, maaf ya.. tangannya angkat dulu ya, Nak.."
Kaia tersenyum mengamati Indra yang begitu konsentrasi.
"Kelamaan kamu pakaikan baju sama Janaka," komentar Kamila pada Indra. "Bisa-bisa kamu dikencingin sama Naka!"
Indra tertawa puas. "Nggak apa-apa, Ayah nggak akan marah karena dikencingi sama Naka."
"Ayahmu lagi jago ngomong karena lagi rayu Ibumu, Nak." cetus Kamila mengompori Janaka.
Kaia hanya bisa mengulas senyuman.
"Kaia, kapan mau aqiqah Janaka? Kalian perlu beli dua domba lho,"
"Ah.. ya," Kaia menggaruk tengkuknya. "Karena fokus sama kesehatan Janaka aku lupa kalau Janaka harus aqiqah,"
"Mama buatkan acaranya deh, di rumah Mama aja, ya?"
"Jangan Ma.." cegah Indra yang baru saja selesai memakaikan baju. "Di rumah Janaka aja, sekalian rumah ini juga belum syukuran."
"Oh iya tah? Mama lupa juga.. Ya sudah, bebas kalian. Tentukan tangga aja, Ndra."
Indra mengangguk, karena fokusnya masih pada anaknya, Kamila sengaja ingin menggoda anaknya ini. Maksudnya, bagaimana nasib pernikahan Kaia dan Indra? Karena Kaia terlihat diam di tempat, dan sepertinya tidak ada kemajuan untuk berbaikan. Dan Indra juga sepertinya tipikal pria yang mengalah entah karena takut, malu atau mungkin... Indra tahu diri telah menyakiti Kaia sekian rupa.
"Kaia,"
"Iya, Ma?"
"Zac nggak datang lagi ke sini?" tanya Kamila pada Kaia.
Kaia menggeleng, namun baru saja dia akan menjawab Indra buru-buru menoleh dan menyahut. "Zac suka datang ke sini?! Ngapain dia datang ke sini?!"
Kamila melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Ya ketemu Kaia lah, apa lagi?!"
Indra melengos, menatap Kaia bergantian dengan Mamanya. "Jadi, kalau aku nggak ada dia suka datang ke sini?"
"Cuman buat lihat Janaka, Mas." jawab Kaia.
"Dan apa pentingnya dia lihat Janaka? Janaka anak aku bukan anak dia!"
"Yang bilang dia bukan anak kamu siapa?" balas Kaia dengan berang, kenapa Indra sangat sensitif?
Indra kini menggendong Janaka di pelukannya dan mulai berdiri dengan wajah yang menunjukkan ketidaksukaannya. "Aku nggak akan biarin dia datang seenaknya ke sini tanpa ada aku, memangnya rumah ini bisa keluar masuk sembarang orang?"
"Ini kan rumah Janaka," balas Kaia dengan enteng. "Bebas Janaka dong, mau terima tamu siapa pun."
"Tapi nggak dengan mantan kamu juga, Kaia."
"Mas.." Kaia menatap berang Indra dan mulai berdiri. "Sini, Janaka biar aku gendong aja,"
Indra malah menjauhkan tubuhnya. "Nggak, aku baru gendong dia, kenapa kamu lebih percaya si Zac daripada aku bapaknya Janaka?"
"Astaga, Mas.."
Kamila hanya bisa mengulum bibirnya melihat keributan yang tengah terjadi.
"Aku nggak akan biarin dia datang ke sini, Kaia. Akan aku putuskan, Pak Slamet biar kerja di sini aja,"
"Hei! Terus rumah Mama dijaga sama siapa kalau bukan Pak Slamet?!" protes Kamila, kok bisa jadi satpam rumahnya di seret-seret.
"Aku bisa cari lagi satpam buat Mama!"
"Ya kamu cari yang lain dong, Ndra.." pinta Kamila. "Jangan Pak Slamet,"
"Aku percaya Pak Slamet, Ma. Lagian, bodyguard yang Mama sewa buat tahan aku biar nggak masuk rumah juga oke tuh, boleh aku─"
"Mas!" Kaia menggeleng tak suka. "Jangan berlebihan dong, Zac datang juga karena permintaan aku!"
"Permintaan kamu?!" sepertinya Kaia malah menambah kekesalan Indra. "Kamu lebih sering menghubungi dia daripada aku?! Semalam aja, kalau Mama nggak menghubungi aku karena kamu sakit, kamu bakal telepon Zac dan minta bantuan dia daripada bantuan aku?! Aku suami kamu, Kaia!"
Karena suara Indra yang keras, Janaka menggeliat di gendongan Indra dan merasa tidak nyaman dengan suara keras milik ayahnya.
"Nggak, Nak.. maaf ya, Ayah nggak marahin Ibu kok,"
Kaia mendengus, bisa-bisanya Indra menyabotase anaknya. "Naka! Ayahmu itu cuman bisa marah-marah! Padahal kelakuan dia juga menyebalkan!"
Indra menoleh pada Kaia dengan wajah sumringah. "Oh jadi, aku yang menyebalkan? Bukannya kamu?"
"Sampai saat ini kamu belum menyadari sikap kamu ya, Mas?"
"Kenapa denganku? Kamu yang mengusir aku terus menerus, jadi gimana bisa kamu tahu aku bersikap sebenarnya sama kamu gimana!"
"Aku memang nggak tahu!"
Indra menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Kaia. "Aku sayang kamu! Dan kamu nggak bisa melihat itu semua? Semua orang tahu kalau aku sayang sama kamu, kamu itu istriku!"
Kamila tertawa pelan lalu berjalan mendekati Indra. "Ndra, sini, kasih Janaka sama Mama, kasihan dia dengar suara kamu yang teriak-teriak begitu. Bilangnya sayang tapi nggak bikin Janaka kaget juga kali, pengakuan kamu masih belum cukup."
Indra hanya bisa pasrah melihat Mamanya mengambil anaknya. Kali ini, Kaia terlihat kesal dan pergi meninggalkan Indra menuju kamarnya.
Kamila menggeleng melihat sikap Indra yang ternyata nol besar. "Kamu boleh kelihatan keren di depan Desy, Ndra. Tapi itu semua nggak berlaku buat Kaia,"
Setelah mengatakan itu semua, Mamanya pergi meninggalkan Indra yang kebingungan. Tak mau tinggal diam, Indra menyusul Kaia menuju kamarnya.
***
"Kaia!" Indra mencekal lengan Kaia yang terus menjauh darinya.
"Apa sih, Mas?"
Melihat wajah Kaia yang begitu polos tanpa polesan make up, dan bagaimana lelahnya Kaia mengurus Janaka sendirian membuat Indra terenyuh. Dia tak sampai hati mengajak Kaia ribut apa lagi adu suara seperti tadi, sekarang Indra merasa menyesal.
"Maaf," Indra meraih Kaia ke dalam pelukannya. "Maaf, aku tadi teriak sama kamu,"
Kaia menerima pelukan Indra dan menghirup aroma tubuh pria itu. Hangatnya tubuh Indra dan besarnya tubuh Indra yang melingkupi tubuhnya membuat Kaia rileks, ini seperti Kaia baru saja mendapatkan energi baru karena hangatnya tubuh Indra yang transfer pada tubuhnya.
"Maaf ya, Sayang... tapi tolong, jangan hubungi Zac lagi, ada aku di sini sekarang, ya?" pinta Indra dengan intonasi yang halus. "Seperti semalam, Zac kan nggak mungkin bantu kamu seperti apa yang aku lakukan, kamu boleh memanfaatkan aku, Kaia... melihat kamu terlalu mandiri dalam mengurus Janaka buat aku takut,"
Kaia mengerutkan keningnya heran. "Takut kenapa?"
"Aku takut kamu nggak butuh aku lagi, sementara aku butuh kamu, Sayang..."
Suara Indra sarat akan rasa kefrustrasian, Kaia pun tak sampai hati untuk mengajaknya ribut kembali. Apa lagi, setelah Kaia tahu bahwa usaha Indra untuk bertemu dengannya sejak dulu memang sulit.
"Aku memang bisa urus Janaka sendiri kok," Kaia menenggelamkan wajahnya di bahu Indra.
Indra mencium sisi kepala Kaia dan mengeratkan pelukannya. "Makanya, aku butuh kamu. Janaka di urus sama kamu, terus siapa yang ngurusin aku? Aku juga pengen di sayang,"
Najis.. Kaia tersenyum kecut dan mencubit pinggang Indra hingga pria itu mengaduh. "Minta di urus Desy sana,"
"Kaia..."
"Mas, aku mau tanya, boleh?" Kaia melepaskan pelukannya dan memandang wajah Indra.
"Tanya apa?"
"Selama kamu rujuk sama Desy, apa kamu..." apa Kaia harus mempertanyakannya? Jelas Indra pasti berhubungan badan dengan Desy. Apakah itu pantas dipertanyakan? Tapi dia juga penasaran.. "Kamu.. tidur sama dia?"
Kedua mata Indra membulat secara bersamaan, Kaia mengulum bibirnya malu lalu terkekeh canggung. "Nggak usah dijawab deh, Mas.. maaf ya, aku udah nanya kayak gitu─"
"Nggak," karena tahu Kaia akan menjauh darinya lagi, Indra tetap menahan tubuh Kaia agar dekat dengannya. "Kita selesaikan ini semua, apa yang kamu mau ketahui, aku akan beritahu."
Tapi Kaia tidak sanggup untuk mendengarnya. "Nggak usah deh, Mas... nggak penting juga," Kaia meringis.
"Penting, aku nggak mau kamu banyak berasumsi lagi,"
Kaia menggigit bibirnya, apa Indra akan mengatakannya dengan jujur. "Kamu bakal jawab aku dengan jujur kan, Mas?"
"Ya,"
"Oke..." Kaia menarik napasnya dan memaksakan senyumannya. Bodoh sekali dia ini, sudah tahu bisa membuat hatinya sakit, malah dikorek juga.
Indra membiarkan Kaia duduk di salah satu sofa sementara dia bersimpuh di lantai dan menggenggam kedua tangan Kaia dengan erat seolah takut bahwa genggaman itu bisa lepas darinya.
"Aku tidur dengan Desy,"
See? Lo bodoh banget, Kaia.. Apa yang lo harapkan, sih? Desy sama Indra main petak umpet?
"Dua kali," lanjut Indra lagi. "Karena selama dua kali itu, aku memberikan waktu apakah Desy bisa hamil anakku atau nggak. Tapi jawabannya adalah tidak, itu kenapa dia mengajak aku untuk program bayi tabung,"
Kaia menipiskan bibirnya dan mengangguk maklum. "Wajar, saat itu kamu bilang kamu masih cinta sama dia, Mas.."
"Itu rasa bersalah," Indra menggeleng menyadari apa yang dia rasakan. "Itu bukan cinta, aku lebih takut kehilangan kamu dibandingkan kehilangan Desy yang udah dua kali aku lepaskan. Tapi kamu, aku nggak bisa melepaskan kamu,"
Kaia membuang wajahnya, dia tidak mau menangis di hadapan Indra untuk kali ini, dia harus bisa menunjukkan bahwa pengaruh Desy bukan apa-apa lagi bagi dirinya.
"Jahat kamu, Mas..." ucap Kaia. Hanya itu yang bisa dia lakukan. "Tapi sekarang, kamu... aku... aku nggak bisa percaya sama kamu, Mas..."
"Nggak apa-apa, jangan paksakan diri kamu, tapi tolong.. jangan minta aku buat jauh dari kamu ya, Sayang?"
Indra menangis.
Ya Tuhan.. Indra menangis.
Karena pria itu lebih tahu kalau dia bisa ditendang oleh Kaia kapan saja dari kehidupan wanita yang berstatus ibu dari anaknya itu. Dan rasanya Indra tidak sanggup kalau harus menjauh dari Kaia.
"Jangan pinta aku buat menjauh ya, aku mohon..."
Kaia tak sanggup, dia meraih wajah Indra dan mengusap wajah pria itu yang basah karena air matanya sendiri. Kenapa Indra harus secengeng ini, sih? Licik sekali!
Apa Indra sedang memerankan dirinya menjadi korban?
"Ngapain kamu nangis, Mas..."
"Aku nggak bisa," Indra menggeleng dengan wajahnya yang hancur. "Aku nggak mau pergi dari kamu, kamu hidup aku sekarang... aku nggak tahu bakal jadi apa kalau kamu nggak ada di hidup aku,"
Kaia mengusap pipi Indra, memajukan wajahnya dan mencium kening pria itu. Kenapa sih.. kenapa Indra selalu bisa memenangkan hatinya? Kenapa?
"Aku mohon..." ujar Indra sekali lagi.
Kaia memandangi wajah Indra, pada dua matanya yang basah, dan pada wajahnya yang merana karena kekalahan. "Aku mohon... aku mau hidup sama kamu sama Janaka, aku mohon..."
Melihat bagaimana Indra mengiba padanya, memohon dengan sebuah tangisan, Kaia tidak merasa puas sama sekali. Pembalasan yang Kaia inginkan bukan seperti ini, tapi sepertinya Kaia memang harus menjelaskan apa yang membuatnya masih tidak bisa menerima Indra, mungkin... untuk memaafkan Indra, Kaia bisa.
Dia akan mencoba memaafkan Indra.
"Nangisin siapa, sih? Nangisin aku? Ya ampun, Mas.." ledek Kaia, Indra masih tak malu menjatuhkan air matanya. Wajahnya kian tirus dan ternyata Indra lebih buruk darinya jika sedang menangis seperti ini. "Sshhhh... sudah, jangan nangis, kamu mau mengalahkan Janaka, ya?"
Indra menjatuhkan keningnya di atas lutut Kaia dan mengangguk, bahunya masih bergetar karena tangisan. Kaia mengusapnya secara sabar, membiarkan Indra melepaskan tangisannya saat ini, Kaia bingung apa keputusannya menerima Indra kembali dalam hidupnya ini adalah benar?
Lalu bagaimana dengan keraguan hatinya pada Indra?
"Tolong jadi suami dan ayah yang baik ya, aku nggak minta apa-apa sama kamu, Mas.. cuman mau kamu, bersama Janaka, jangan buat aku marah karena kamu menduakan cinta aku, Mas.. aku masih belum bisa percaya sama kamu, nggak apa-apa, kita nggak perlu saling cinta buat sama-sama, kan?"
Indra tidak mengiyakan dan tidak menolak, ini semua salahnya, hingga Kaia percaya bahwa hidup tanpa cinta adalah sebuah kepastian.
Tapi membayangkan jika akhirnya Kaia bergantung pada pria lain, Indra tidak bisa membayangkannya, dia tidak bisa menerimanya. Dibandingkan itu semua, Kaia berhak atas dirinya, dan dirinya berhak atas Kaia.
Kaia bisa memperalatnya, memanfaatkannya, bahkan Indra sadar, satu-satunya hal yang bisa Indra lakukan saat ini adalah menyerahkan diri dan menerima keputusan yang Kaia inginkan, selagi itu bukan perceraian atau menjauhkan dirinya dari Janaka. Indra tidak mau kehilangan Kaia dari pandangan matanya.
***
a/n:
Begini dulu, jadi teman aja katanya wkwkwk. Sulit nggak tuh? Satu atap, status suami istri tapi cuman jadi teman.
Keputusan Kaia, memang nggak akan bisa diubah secara mendadak, selama ini kan Kaia yang gimana rasain sakitnya dikhianati, jadi kalau dia mau melemparkan diri ke Indra lagi, Kaia harus berpikir berulang kali.
Udah menikah tuh ribet... Kalau Kaia nggak ingat Tuhan, agama, dan gimana dulu orang tuanya, kayaknya memang Kaia bakal sekeras itu buat memperjuangkan hak dia dan menceraikan Indra.
Tapi si Indra ini ternyata menyedihkan banget, bagi Kaia, dia belum pernah melihat laki-laki yang cengeng, menangis menyedihkan, mohon-mohon sama dia. Bahkan, Papanya sendiri aja nggak. Wkwkwk.
Kita lanjut lagi besok ya.
See you guys, happy weekend!
27, Agustus 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro