XXVII
──────────
Restore Me
──────────
***
XXVII
***
Kaia baru saja merasakan hantaman nyeri luar biasa pada kepalanya. Dia merasa mual dan haus, kedua matanya masih begitu berat untuk dibuka, hidungnya dicucuk oleh sesuatu dan rasanya dingin, apa itu oksigen?
Perutnya? Anaknya!
Kaia langsung menyentuh perutnya yang terasa kebas dan berat. Kenapa bisa? Dimana anaknya? Tiba-tiba Kaia membuka matanya dengan spontan seperti mendapatkan dorongan yang begitu memaksa.
"Anak aku! Anak aku!" lirihnya.
Mamanya, Sandra dan Kalya mendekati Kaia. Dilihatnya mata Kaia telah terbuka dan mereka semua mengucapkan syukur. "Tenang, Kak.. anak Kakak nggak apa-apa, dia udah lahir."
Lahir? Kapan? Kaia menggeleng tidak percaya, lalu siluet matanya menangkap bayangan Indra yang mendekati dirinya mencium keningnya begitu lama, menghantarkan aroma yang sudah lama tidak Kaia jumpai. Aroma Indra yang menenangkan.
Satu persatu, ingatannya muncul, dia dan Zac membeli sandal karena kakinya yang bengkak seperti gajah, lalu Zac yang dihajar oleh Indra dan dia kesakitan.. apa dia melahirkan anaknya sebelum waktunya?
"Anak aku.."
"He's fine.. Dokter bilang kamu dan anak kita perlu istirahat yang cukup." Indra mencium pipinya lagi.
Kenapa Indra ada di sini? Dimana Zac?
"Zac mana?"
Pertanyaan Kaia berhasil membuat Indra terdiam dan Kalya bisa menyadari perubahan raut wajah Indra yang tercengang dan menahan ketidaksukaannya, kini Kalya berusaha menenangkan kakaknya. "Abang Zac pulang dulu, nanti dia ke sini lagi,"
"Benar?" tanya Kaia tak yakin pada Kalya.
"Benar." Kalya mengangguk, menjanjikan apa yang kakaknya inginkan.
Ada rasa puas dalam dirinya ketika melihat wajah Indra, kakak iparnya yang terlihat kecewa setelah Kaia menanyakan pria lain, bahkan bukan dirinya.
"Kaia?"
Suara pria lain masuk ke dalam ruangan, Kaia yang hampir tertidur lagi membuka matanya dan melihat Papanya, yang sudah lama tidak dia temui ada di rumah sakit, di ruang rawatnya.
"Kak, Papa di sini," bisik Sandra pada Kaia.
Kaia mengangguk, dia melihat wajah sinis milik Papanya yang mengintimidasi Indra. Terakhir mereka bertemu adalah saat Kaia dan Indra menikah, Indra menunduk dan mencium tangan Agung, mertuanya.
"Istri keduamu mana?!" tanya Agung tanpa basa basi.
Indra menggeleng. "Saya sudah cerai dengannya, Pa."
Kaia terlihat tidak percaya. "Cerai? Karena menikah siri, jadi mudah untuk kamu mempermainkan pernikahan, ya? Saya mau kamu menceraikan putri saya saja."
"Pa," cegah Sandra pada mantan suaminya itu.
"Anak saya banyak menanggung sakit hati karena kamu, Indra. Papa pikir kamu lelaki yang bisa dipercaya, meskipun saya juga lelaki dan pernah merasakan posisi dimana kalau saya tidak yakin pada istri saya sendiri. Tapi saya tidak pernah meninggalkan istri saya demi wanita lain."
Kaia ingin tertidur kembali, tapi sepertinya Papanya memang tidak akan melepaskan Indra dengan mudah.
"Kalau sudah seperti ini, apa lagi yang mau disalahkan?" ujar Papanya terdengar kecewa. "Papa nggak pernah ikut campur soal kemauan Kaia, tapi setelah ini, ada cucu Papa—dan Papa nggak bisa diam saja, Indra."
"Saya tahu saya salah, saya berdiri di sini sebagai suami Kaia." balas Indra tanpa terdengar keraguan sedikit pun. "Saya adalah kepala rumah tangga, tapi selama ini saya yang bersalah karena memikirkan apa yang ada di dalam otak saya dan tidak memedulikan apa kata Kaia. Saya salah, pikiran saya salah, tapi demi Tuhan.. untuk perceraian, maaf Pa, saya tidak bisa menceraikan Kaia."
Agung berdecak tak suka, dia duduk di sisi ranjang dan memijat kaki Kaia. "Dulu, saya dengar orang pintar berkata; jika salah satu pasangan selingkuh, maka kita berhak mempertahankannya, karena apa? Mungkin, selingkuhan kamu lebih bisa membuat kamu nyaman. Apa Kaia berusaha menarik kamu atau mempertahankan kamu? Saya ragu akan hal itu, harusnya Kaia mempertahankan apa yang menjadi miliknya. Tapi Kaia tidak, bukan? Kamu tahu kalau anak perempuan saya ini sifatnya keras sekali, saya tidak yakin Kaia akan luluh hanya karena maaf kamu."
Benar, Pa... Kaia ingin memeluk Papanya yang mendadak mengerti dirinya dengan baik.
Indra mengangguk. "Saya setuju akan hal itu, saya sudah mengalaminya sendiri. Alih-alih memohon untuk kembali, Kaia memang mengibarkan bendera perang pada saya."
"Nah, kalau begitu kamu sudah tahu jawabannya, bukan? Lalu apa yang kamu mau dari anak saya yang bebal ini? Saya yakin, Kaia tidak akan menghormati kamu sebagai suaminya seumur hidup setelah ini."
Indra malah tersenyum mendengarnya, dia mengusapkan telapak tangannya pada kening Kaia dan menarik napas. "Tidak apa-apa, Pa.. Biar saya yang menghormati Kaia. Mungkin, Kaia lelah menghadapi saya, tapi saya masih punya energi untuk menghadapi Kaia. Saya mau Kaia memanfaatkan energi milik saya."
"Keras kepala," gumam Agung pada menantunya itu. "Terus, cucu saya bagaimana?"
Kaia membuka matanya lagi, informasi yang ingin dia ketahui juga.
"Cucu Papa diawasi dengan ketat. Karena lahir prematur, ada beberapa sistem tubuh yang masih belum kuat. Untuk saat ini, dokter memantaunya dengan baik, asalkan hemodinamiknya stabil, dan tidak lepas dari inkubator."
Kaia ingin menangis sekarang, dia ingin memeluk anaknya!
"Jadi.. kondisinya lemah, bukan? Apa dia masih kecil? Berapa kilo berat tubuhnya?"
"Satu koma tiga kilogram," Indra menyentuh tangannya lagi dan mengusapnya secara perlahan. "Dokter menyarankan ASI Kaia sebagai makanan utamanya, ditambah cairan yang akan diberikan, saya optimis cucu Papa bisa sehat dan pulang bersama kami nanti."
Melihat kegigihan Indra, sebenarnya Agung sedikit waswas. Apa lagi, Kaia juga bukan tipe pemaaf, tapi ya.. apa boleh buat? Itu semua urusan rumah tangga putrinya dan Agung tidak merasa berhak untuk ikut campur.
"Cepetan pulih, Kaia." kata Agung pada Kaia yang masih tergolek lemas. "Kamu nggak apa-apa?"
Kaia menggeleng lemas. "Haus.."
Indra dengan sigap berdiri. "Aku akan tanya dokter ya, Sayang.. tunggu."
***
Tidak ada tanda-tanda ASI Kaia akan keluar, karena anaknya tetap membutuhkan nutrisi, dokter terpaksa menyarankan susu formula sementara untuk asupan makanan yang harus diberikan. Sedih rasanya, kemarin Kaia diizinkan masuk ke ruang NICU, di atas kursi roda dia bisa melihat anaknya yang tengah tertidur tenang di dalam inkubator.
Ada selang panjang yang memasuki mulut anaknya, lalu ventilator yang memasok udara ke dalam paru-paru anaknya. Tapi perawat di ruangan mengatakan kondisi anaknya dalam rentang yang stabil, saturasi oksigen pun selalu dipantau dan beberapa kali anaknya menggeliat tidak nyaman karena alat yang ada pada mulutnya.
Tangisannya tidak ada suara sama sekali, kata perawat lagi itu sudah biasa terjadi pada bayi prematur karena kondisinya masih lemah. Kaia ingin mendengarkan suara tangis anaknya, tapi sepertinya belum waktunya. Untungnya, semuanya normal, ukuran kakinya bahkan hanya seukuran jempol tangan Kaia. Dia begitu kecil sampai Kaia tak tega untuk menyentuhnya atau melukainya.
Karena kondisi anaknya yang tidak diperbolehkan kunjungan lama dan ramai, bahkan intensitas touching perawat pun dilakukan sesekali hanya untuk mengecek pampers, suction ETT[1] dan melakukan kompresi sebelum memberikan susu.
Ada selang OGT[2] pada mulut anaknya sebagai akses untuk memberikan makanan. Bahkan, susu yang diberikan pun diberikan melalui syringe pump[3]. Banyak alat-alat yang menunjang perawatan anaknya, dan Kaia berpikir apakah bayi bisa merasakan rasa sakit? Semoga saja tidak.
Sudah ada perbaikan, kondisi berat badannya naik lima gram dan Kaia merasa lega melihatnya. Di form monitor yang tidak Kaia pahami, setiap pagi perawat ternyata menimbang berat badan anaknya.
"Sus, saya titip anak saya, ya.. kalau ada apa-apa, bilang sama saya." pinta Kaia dengan memohon.
Salah satu perawat mengangguk dan memberikan senyuman. "Ibu yang tenang ya.. di sini, kita menjaga anak ibu dengan sangat baik, kita akan memonitoring terus perkembangannya."
"Tolong ya, Sus.." seumur hidup, Kaia belum pernah memohon pada siapa pun seperti ini, tapi demi anaknya, Kaia siap memohon pada siapa pun. "Boleh minta kontak suster? Suster nggak keberatan, kan? Kalau saya tanya-tanya soal anak saya?"
"Oh boleh Ibu.."
Lalu perawat itu memberikan nomor teleponnya pada Kaia. Berkurang lah, kecemasan Kaia. Setiap jam dinas, perawat yang berbeda akan melaporkan kondisi anaknya, dan Kaia sangat merasa bahagia.
"Mau makan apa, Kaia? Mama pesan bento sama Kalya. Adikmu dari semalam ngerengek pengen bento terus." kata Sandra pada Kaia.
"Samain deh, Ma.. Oh ya, mau minta tolong, kapan ini perbanku di ganti, Ma? Udah nggak nyaman pengen mandi."
"Iya, nanti Mama tanya suster."
Jahitan sesar yang melintang, Kaia tidak menyangka bahwa bagian tubuhnya akan dibelek seperti yang pernah dia lihat di Youtube.
Papanya sudah kembali pulang ke Bali karena ada pekerjaan, mertuanya, Kamila bilang akan datang nanti malam. Dan Indra, yang dia abaikan sejak kemarin tengah berada di kantor. Hah, bodo amat, pikir Kaia.
Maka dari itu, dia membuka aplikasi pesan dan bertanya seseorang yang ingin Kaia lihat sejak kemarin.
Kaia:
Lo dimana ya? Lo nggak
mau kasih hadiah gitu sama
gue? Gue ini udh berjuang
bangkit dari kematian.
Zac Pradipta:
Sibuk Ibu.. Sebentar ya,
mau hadiah apa? Eh, btw
minta aja sama suami lo
yang udh bangkit dari
kubur:) wkwk.
Kaia:
Bangke lo, Zac!
Lagian ya, itu orang gue
cuekin! Abis nggak tau malu
banget...
Zac Pradipta:
Palingan bentar lagi lo
baikan sama dia.
Jadi, gue mau mundur
alon-alon, takut sakit hati.
Kaia:
Prediksi lo agak nyeleneh,
nggak semudah itu lah. Usaha
dulu, ya minimal kasih
aset ke gue gitu..
Zac Pradipta:
Gue kira, setelah melahirkan
lo akan berhenti matre dan
gila. Ternyata nggak.
Kalau gitu, tetap aja, gue
nggak bisa menyaingi suami
lo. Mau idup pas-pasan sama
gue, nggak?
Kaia:
Setelah dipikir2, nggak deh.
Ternyata, susu anak gue mahal
anj, Zac belinya yang mahal lagi.
Trs ya, gue harus matre, mau
ambil alih aset dia baru
gue cerein!
Zac Pradipta:
Kampret, kampret!
Kalau lo mau jadi janda
kaya, pokoknya kasih tau
gue. Nanti, gue jadi bujangan
yang manis buat lo.
Kaia:
Cocok jadi calon gigolo.
Zac Pradipta:
Mulut lo! Udah ah, gue
mau briefing sebentar lagi.
Gue mikir2 dulu, mau
kasih hadiah apa sama lo.
Kaia:
Jangan yang jelek dan
murahan. Trims.
Zac Pradipta:
Punya mantan satu yang
masih gue cinta gini amat
ya Allah...
Kaia terbahak puas melihat pesan terakhir yang Zac kirimkan. Dia dan Zac memang berusaha bersahabat, kemarin Kaia ingat kalau Zac menawarkan sebuah kehidupan sederhana yang menjanjikan. Alias, dia bisa dicintai oleh Zac tanpa syarat, tidak seperti Indra yang sudah menghina cintanya.
Kaia tidak tahu, atau lebih tepatnya dia bingung. Apa dia harus memaafkan Indra? Tapi bagaimana dengan hatinya yang bahkan sudah tidak berbentuk karena Indra yang membuatnya merasakan sakit itu? Lalu, apakah jika dia kembali bersama Indra ada jaminan Desy tidak kembali? Wanita itu pasti akan mengusik kehidupannya bersama Indra.
Terlebih lagi, kini anaknya yang sudah lahir yang harus Kaia jaga. Akal pikirannya mengatakan bahwa sebaiknya dia bercerai saja dari Indra dan memanfaatkan harta gono gini, toh Indra juga pasti tetap akan menafkahi anaknya nanti, benar?
"Makan yang banyak, Kak.. biar cepat pulih," kata Kalya membukakan bento untuk Kaia.
Kaia mengerucutkan bibirnya. "Anak gue belum di kasih nama ih!"
"Oh ya!" Kalya menepuk kedua tangannya. "Papa kasih nama buat anak Kakak!"
"Oh, ya? Siapa?"
"Janaka Nawasewa, kata Papa."
Kaia tersenyum tipis. "Hindu banget anak gue,"
"Ya gimana ya.. Kakeknya kan, Hindu. Janaka itu ayahnya Sinta, kan? Di kisah Ramayana, Janaka itu Raja yang gagah, bijaksana, sabar, dan adil."
Kaia menyentil telinga Kalya. "Berat banget namanya, meskipun artinya bagus.. tadinya mau dikasih nama Bumi aja gitu, atau nggak Dimas."
"Ih.. udah biasa itu namanya!" Kalya mengaduh kesakitan. "Kan, ceritanya begitu... Papa bilang, Janaka punya arti yang bagus, terus Nawasewa juga artinya masa depan yang cerah."
"Gue suka Nawasewa," putus Kaia, dia masih bingung dengan nama Janaka.
"Janaka bagus lho, Kak.. apa mau tanya Mas Indra?"
"Dih?! Nggak akan gue biarin dia kasih nama buat anaknya!" seru Kaia.
Kalya malah tertawa puas. "Cieh.. sudah mulai ingin balas dendam."
"Gue bakalan siksa si Indra Kesuma! Lihat aja nanti!"
"Mau kok disiksa sama kamu, tapi tunggu jahitan perut kamu kering, ya, Sayang."
Berani-beraninya mulut itu.. Kaia langsung menoleh pada manusia tinggi dengan wajahnya yang berhiaskan brewok, ada sisa luka lebam di pelipis dan sudut bibirnya bekas pukulan Zac.
Kenapa juga Indra sudah pulang?
"Ngapain kamu di sini?" tanya Kaia dengan ketus.
"Terus aku harusnya ada di mana? Kan, istriku ada di sini."
"NAJIS!"
Kalya menahan tawanya yang ingin meledak sekarang juga, sementara itu Indra mendekati ranjang Kaia dan merapikan anak rambut Kaia yang lepek.
"Apa sih, pegang-pegang?! Aku belum mandi."
"Iya, tahu.. makanya aku minta seseorang buat bantu kamu keramas."
"Siapa?" tanya Kaia sok tak peduli.
"Temannya, Mama. Kamu bisa keramas di atas ranjang, nggak usah bangun, udah gerah banget kan, kamu?"
Dih.. Kaia ingin menggaruk wajah Indra sekarang juga, bisa-bisanya manusia ini berlaga seperti tidak punya dosa. "Kamu ini sadar nggak sih, Mas?"
"Aku? Sadar banget kok, istriku cantik banget hari ini."
"Mas!" bentak Kaia.
Kalya malas melihat pertengkaran suami istri ini. "Monggo, dilanjutkan ributnya.."
"Aku nggak mau ribut sama kamu, Kaia, Sayang.." Indra hendak mengelus pipi Kaia namun segera Kaia tangkas.
"Jangan sentuh aku, kamu banyak dosa!"
"Iya.." mendadak Indra menatap Kaia dengan sendu. "Aku banyak dosa sama kamu, itu kenapa aku mau menebus segala dosa aku sama kamu, di sini. Mulai hari ini. Mulai detik ini."
Kaia rasa dia harus menceraikan si beruang hitam ini, ah! Kesal!
***
notes:
1] Endotracheal Tube
2] Orogastric Tube
3] Alat yang digunakan untuk memberikan cairan, obat, makanan dalam jumlah tertentu dan jangka waktu yang sudah diatur.
a/n:
Beruang hitam; Indra Kesuma.
Lelaki Necis; Zac Pradipta.
Mau milih yang mana hayoooo?
Pengen banget kasih konflik yang berat, tapi suka kasihan sama yang bakal baca... tujuan aku kan menghibur, tapi ya namanya ujian menikah itu sangat luar biasa.
Makanya, selalu ada salah persepsi ketika seseorang benar-benar disuruh menikah cepat. Padahal, menikah adalah ladang dari sebuah kehidupan yang sebenarnya, dengan menikah kita belajar arti kehidupan sebenarnya bersama—pasangan.
Sistem warga sekitar tuh selalu bilang; cepat nikah kalau udah ada jodohnya ngapain nunggu-nunggu? Padahal, ujian hidup setelah menikah tuh beragam, dan nggak semua pasangan kuat. Cinta benar-benar di uji setelah menikah, bukan berarti menikah itu memberikan dampak buruk, tapi sekarang makin dewasa makin ngerti, nggak cuman perkara duit aja; mental dan kesiapan untuk menikah itu menjadi prioritas nomor satu.
Kalau mau dibahas soal menikah, kayaknya bakal panjang ya... Wkwkwk. Kita diskusi sedikit-sedikit aja, hitung-hitung education untuk yang mau married.
Btw, saya belum married, makanya harus banyak belajar. Yang udah married, boleh kasih pandangannya di section komentar, nanti saya baca yaaaa!
22, Agustus 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro