VII
─────────
Restore Me
─────────
***
VII
***
Pria sempurna macam Indra Kesuma itu sepertinya sudah diberi cap penanda oleh Malaikat bahwa dia tidak lagi memerlukan cinta, kasih sayang, dan segala urusan duniawi yang bisa menyebabkan pria itu kecewa dan patah hati.
Maksudnya, Kaia pikir, Indra Kesuma bisa mendapatkan wanita mana pun yang dia inginkan dan itu tinggal tunjuk. Heck, Kaia salah berpikir kalau Indra Kesuma masa mau-mau saja dengan dirinya.
Kesuma Steel, adalah perusahaan engineering yang tidak Kaia mengerti, tapi perusahaan itu memang besar dan memiliki setidaknya sepuluh anak cabang perusahaan yang tersebar di Indonesia, Singapura, Thailand dan Shanghai.
Karena pertemuan mengikuti jadwal Kaia, akhirnya pertemuan dilakukan secara malam hari dan rasanya Kaia mengalami penurunan self esteem secara drastis.
Indra Kesuma open house untuk dirinya dan Mamanya yang kini tengah ternganga melihat seluruh interior rumah dengan kesan galak di luar, mewah, ganteng brutal, gaya tropis modern yang bisa membuat siapapun melirik dua kali ke arah rumah ini. Masalahnya, bukan minimalis lagi, tapi maksimalis.
"Kaia, rumah Indra sebesar ini Mama jadi takut kesasar." bisik Mamanya di telinga Kaia.
Kaia mengerucutkan bibirnya, tidak ada kerjaan sekali Mamanya ini, memikirkan sampai sejauh itu. Memang berniat mengelilingi rumah Indra Kesuma?
Di luar halaman, Tante Mila dan salah satu wanita dewasa dengan garis wajah yang sama dengan Indra Kesuma membuat Kaia menahan napasnya.
Shit, kenapa gue mendadak menciut kayak keong begini, sih?
"Akhirnya.. Masuk, Nak.. Masuk." Tante Mila menyapa Kaia, memeluk dengan hangat.
Kaia merasa sangat diterima, lalu dia melirik pada wanita yang berdiri di sisi Tante Mila. "Ini Kaia yang orang Bali itu, Ma?" tanya wanita itu pada Tante Mila.
Pandangan matanya masih belum lepas dari Kaia. Malam ini, Kaia hanya mengenakan blouse sederhana tanpa lengan dengan sentuhan boho hingga disisi kedua lengannya diberikan renda kecil yang mempermanis lengan Kaia yang telanjang, dan jeans berwarna abu pudar tentunya, tak lupa dengan flat shoes Charles and Keith miliknya.
"Iya, Ivory. How, she's so pretty right?"
Wanita bernama Ivory itu mengangguk dengan senyuman. "Cantik, cocok untuk Indra. Hai, Kaia," katanya pada Kaia kini. "Gue kakaknya Indra, just call me Ivory, okay?"
Kaia mengangguk dengan senyumannya. "Oke, Ivory, nice to see you here."
"Nice to see you too. Oh ya, Indra sudah kelar mandi belum, yah."
"Lihat sana, kasih tahu Kaia sudah datang." titah Tante Mila pada Ivory.
Perkenalan itu cukup singkat, Kaia masuk ke dalam rumah dan bisa menghirup aroma cendana yang kuat namun lembut yang bisa merileksasikan otot-otot sarafnya yang tegang.
Gila, batin Kaia. Rumah orang kaya memang banyak macamnya, tapi kalau macam seperti ini sih, Kaia pikir sayang sekali kalau yang tinggal di dalamnya hanya satu orang. Minimal, Kaia pikir harus ada tiga orang anak yang bisa meramaikan suasana rumah dengan jarak umur yang sudah Kaia pikirkan. Anak pertama menuju anak kedua, di batasi lima tahun, dan dari anak kedua menuju anak ketiga dibatasi umur tiga tahun. How sweet? Dia harus rajin membuat anak nantinya.
But, wait─apa dia baru saja memikirkan pembuatan anak bersama Indra Kesuma di rumah pria itu sendiri? Gila lo, Kaia...
"Halo, selamat malam semuanya."
Suara itu..
Kaia menoleh ke belakang dan mendapati Indra Kesuma tengah berjalan dengan setelan serba hitam malam ini. Rambutnya masih setengah basah, Kaia jadi gemas sendiri dan ingin membantu Indra Kesuma untuk mengeringkan rambutnya, long sleeve hitamnya dipadukan oleh celana bahan yang membuat Indra Kesuma terlihat dewasa, dengan kedua lengan sleeve yang sudah tergulung ke siku memperlihatkan betapa alot dan besarnya lengan Indra Kesuma.
Tolong, gue terlalu banyak menganalisis dia.
"Selamat malam juga Nak Indra.. Terima kasih sudah menerima kami di rumah besar ini, saya senang sekali rasanya bisa datang ke sini."
Mamanya ini memang terlihat sangat kampungan, Kaia hanya bisa meringis lalu dia menyerahkan paper bag dengan logo laundry itu. Jelas, dia tidak hanya berniat datang bertemu dan berbincang dengan Indra Kesuma, tapi dia juga mengembalikan jas Brioni itu.
"Mas, ini jas yang Mas pinjamkan pada saya. Terima kasih banyak."
Indra menerimanya dengan senyuman. "Sama-sama, Kaia. Padahal, saya nggak ingat jas ini ada sama kamu."
Hng, ada berapa cewek yang udah dikasih jas sama lo, Mas... Kaia tersenyum lagi. "Well, kalau saya kepikiran terus, soalnya bingung gimana mau mengembalikannya. Tapi ternyata Tante Mila akhirnya memberikan jalan, jadi saya bisa bertemu dengan Mas Indra kembali."
"Apa kamu senang bertemu dengan Indra, Kaia?" tanya Tante Mila dengan spontan.
Kaia mengerjapkan matanya, jangan sampai dia terkena jebakan Batman karena terlalu banyak mengagumi Indra Kesuma. "Ah, ya.. Anu, masa saja nggak senang─akan terdengar bohong nantinya."
Tante Mila, dan kakak Indra Kesuma, Ivory tertawa mendengar ucapannya. "Oh ya.. Pasti kamu sudah diberitahu oleh Mama kamu, kan, Nak? Tante punya niat untuk mempersatukan kamu dengan Indra anak Tante."
Mau.. Kaia tadinya ingin menjawab seperti itu. Tapi ya, gila juga sih. "Ah ya.. Semalam Mama sudah memberitahu saya, Tante."
"Ya.." Tante Mila tersenyum kembali. "Papa kamu mengatakan iya, dan semuanya dikembalikan pada kamu. Pasti terlalu cepat ya, Sayang?"
Kaia mengangguk, dia melirik Indra Kesuma yang juga tengah menatapnya. "Saya nggak pernah kepikiran atau membayangkan kalau saya akan punya suami tahun ini─maksud saya, apa lagi pernikahan." jelas Kaia pada semuanya. "Hidup saya seluruhnya diisi oleh pekerjaan, kumpul bersama teman, happy-happy dan pergi berlibur demi melepaskan penat. Dan daftar memiliki suami, belum saya masukkan ke dalam rencana hidup saya tahun ini. Tapi yah.. Ternyata, Tante dan Mama memang berniat untuk membuat saya dan Mas Indra saling mengenal satu sama lain. I think, it's fine, apa yang salah dari pernikahan, bukan?"
Tante Mila dan Ivory menatap Kaia dengan takjub setelah mendengarkan jawaban Kaia yang tak biasa bagi mereka.
Kaia menarik napasnya dan tersenyum lugas. "Kalau menurut Mas Indra sendiri, bagaimana?"
"Saya?" tanya Indra menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, Mas. Karena pernikahan ini ditujukan untuk kita berdua, saya nggak berpikir untuk bertanya pada Tante Mila atau Ivory."
Tante Mila, Ivory dan Mamanya sontak tertawa mendengarnya. Indra Kesuma menunduk sekilas hanya untuk menyembunyikan senyumannya. "Saya skeptis sama jawaban kamu tadinya. Apa lagi, saya duda—saya hampir saja bilang pada Mama saya kalau sebaiknya Mama tidak berharap lebih."
"Mas Indra, duda hanya sebuah status." jawab Kaia dengan tenang. "Mau duda, mau bujangan, itu nggak menjamin sebuah pernikahan akan lancar-lancar saja. Banyak tantangannya, jadi memang sebuah pernikahan dibuat untuk dua orang yang sama-sama punya keberanian untuk maju."
Lagi-lagi, jawaban Kaia membuat Tante Mila dan Ivory berdecak senang. Mamanya menggenggam tangan Kaia, dan berusaha menenangkan ambisi Kaia yang ingin memperjelas status pentingnya pernikahan dalam idealismenya.
"Saya senang mendengarnya." timpal Indra. "Jadi, nggak ada masalah dengan status saya sebagai duda, benar?"
"Nggak ada." jawab Kaia dengan mantap.
Indra mengangguk kembali. Lalu, pria itu melirik Mamanya. "Ma, bisa aku bicara dengan Kaia? Di ruang kerjaku."
"Kenapa nggak di sini, Ndra?" tanya Tante Mila yang terdengar tidak setuju.
"Nggak bisa, ini urusan aku sama Kaia. Dengan cara ini, Kaia bisa menentukan pilihannya, Ma. Can you please give me and Kaia some place for us?"
Tante Mila akhirnya menyerah dan mengangguk. "Oke deh, jangan diapa-apain Kaia-nya, Ndra."
Peringatan itu membuat Kaia sebal, memangnya dia anak kecil yang bisa dijahili oleh Indra. Tapi yah, kalau Indra menjahilinya dengan satu ciuman malam ini─lumayan untuk test drive, pikir Kaia, maka tidak apa-apa.
Indra berdiri di hadapannya dan mengajak Kaia menuju ruang kerjanya. Selama perjalanan menuju ruang kerja Indra, rumah itu hampir seluruhnya dilapisi oleh kaca yang bisa membuat Kaia melihat ke arah luar dimana kolam berisikan tanaman teratai yang terkena lampu sorot taman membuatnya terlihat sangat indah.
Ruang kerja Indra terletak di arah barat rumah hingga posisinya berada jauh dari bagian carport dan garasi rumah, di arah kiri tubuh Kaia terdapat satu kaca tebal yang memberikan pemandangan belakang rumah. Di sana, ada taman yang luasnya Kaia bisa pikir dengan rumah ini totalnya satu hektar lebih?
Segera, Indra membuka ruang kerjanya dan alangkah mendominasi aura yang dimiliki di dalamnya. Interior all black, hanya sentuhan emas dan sage green di sisi dinding yang mempercantik mata yang melihatnya. Terdapat lukisan besar yang menggambarkan sebuah pedesaan, dan ruangannya sangat khas dengan aroma Indra yang mahal.
"Duduk saja, Kaia."
Dan itu lagi.. Ketika Indra menyebutkan namanya, kenapa Kaia ingin mengerang? Sial, dia sudah gila.
"Oke," putus Kaia yang duduk di salah satu sofa berbahan velvet putih dan terasa dingin.
Indra duduk di sisinya dengan santai setelah menutup pintu ruang kerja. Terdengar beberapa kali Indra menguncinya, Kaia berusaha bersikap tenang─pikir saja, alasan privasi, Indra memilih untuk mengunci ruang kerjanya.
"So, Kaia.. Sebelum kamu datang ke rumah saya, maafkan saya sebelumnya karena saya sudah mencari tahu siapa kamu sebelumnya." kata Indra memulai percakapan.
Oh jelas, masa iya orang seperti Indra Kesuma mau-mau saja menikah dengannya. Pasti ada satu dari lain hal yang Indra Kesuma dapatkan, apa selama ini hidupnya diikuti oleh bodyguard khusus seperti di film? Karena jika iya, Kaia mendadak pening. Dalam satu bulan ini dia sudah mengunjungi dua kelab, hangout bersama Andrea, dan bertemu janji dengan dua pria random yang dia temui di kelab.
Sorry to say, Kaia tidak pernah menganggap serius pria-pria yang dia temui di kelab. It's just, for have fun. Tapi Kaia bersumpah, bahwa terakhir dia melakukan seks adalah enam bulan lalu bersama Zac, sisanya dua pria random yang dia temui hanya sekedar make out dengannya.
"Nggak apa-apa, Mas. Saya mewajarkan apa yang Mas Indra lakukan." jawab Kaia berusaha bersikap tenang.
Indra tersenyum dan mengangguk. "Kamu masih suka pergi ke kelab?"
"Oh?" Kaia tercengang ditembak pertanyaan seperti itu. "Satu minggu ini, saya libur mendatangi kelab karena tidur di rumah."
Indra mengangguk lagi, geez... Jangan bilang, setelah menikah Indra tidak mau Kaia datang ke kelab dan harus menjadi istri sholehah.
"Kalau kamu menikah dengan saya apa kamu siap dengan semua aturan yang saya berikan nantinya?"
Tuh kan.. Feeling gue tajam banget ya Allah. "Aturan untuk tidak main ke kelab, hangout dan sebagainya?"
Indra mengangguk. "Untuk hangout saya masih bisa toleransi, tapi untuk kelab. Tidak."
Tegas sekali, seperti petugas Paspampres.
Kaia menarik napasnya, menggaruk tengkuknya yang tak gatal guna menghilangkan rasa gugup karena tatapan Indra Kesuma sialan! Dia seperti ditelanjangi secara terang-terangan kalau begini caranya.
Tapi Kaia tidak menerima kekalahan, dia kan seorang bitch─salah, maksudnya seorang coach yang sudah ahli mengendalikan tatapan-tatapan nakal seorang pria.
"Saya mengerti, Mas. Lagian, mana ada suami waras mengizinkan istrinya main ke kelab bersama teman-teman pria lainnya, betul?"
Indra mengangguk lagi. "Ya, and I'm just trying to be honest with you, nggak bohong kalau saya memang tertarik dengan kamu."
La.. La... La.... "Syukurlah," Kaia berkata sambil mengusap dadanya. "Saya juga tertarik sama Mas."
"Kamu sangat sopan sekali, mantan istri saya menyebut nama saya terang-terangan tanpa embel-embel Mas."
Apa itu nilai plus Kaia? "Saya lebih muda dari Mas Indra soalnya." balas Kaia dengan kurang ajarnya, sengaja memancing sejauh mana pengendalian Indra. "Kalau boleh tahu, kenapa Mas bisa cerai dengan mantan istri, Mas?"
Indra terdiam, melihat Kaia dengan tatapan yang sesungguhnya bisa membuat Kaia mengerti bahwa Indra tidak bisa menerima, atau tidak siap menjawab Kaia.
Kaia terkekeh pelan. "Mm, nevermind, Mas. Jangan dijawab kalau memang nggak siap."
"No, I'm gonna tell you."
"Ya?"
Tatapan Kaia masih setia membalas tatapan Indra yang tidak tajam, tapi tidak juga bersahabat. "Saya mandul, saya tidak bisa memberikan keturunan. Apa kamu siap menerima saya, Kaia? Karena mantan istri saya, menginginkan seorang anak, dan Mama saya─Ibu Kamila terlalu banyak mengintervensi kehidupan menantunya, dan itu juga yang membuat saya dan mantan istri saya terpecah belah karena saya yang kurang tegas pada saat itu."
What? Bagaimana.. Maksudnya, duh, Indra Kesuma mandul?
"Mas.." Kaia terbata-bata, sial dia tidak boleh memperlihatkan tatapan khawatir seperti ini. "Maksud saya, bagaimana Mas bisa tahu Mas mandul?"
"Dokter yang sudah memvonis saya." jawab Indra.
Kaia memaksakan senyumannya. Apa berarti jika dia menikah dengan Indra dia tidak akan bisa memiliki anak? "Tapi saya bukan istri Mas, bisa saja kesuburan kami berbeda."
"Dokter yang sudah memvonis saya, Kaia." jelas Indra lagi lebih tegas. "Mama saya tidak tahu soal ini, dan kemungkinan─kasusnya akan menjadi sama dan Mama akan menganggap bahwa kamu yang memiliki masalah."
That's crazy.. Kaia pernah panik karena Zac melakukannya tanpa pengaman, dan dia telat satu minggu saja sudah ketar-ketir. "Apa Mas skeptis dengan masa depan? Sometimes, saya berpikir manusia terlalu mengandalkan orang lain untuk bertanggung jawab akan kebahagiaan mereka."
"..."
Kaia terkekeh pelan menyembunyikan rasa panik dan shock karena kenyataan bahwa Indra Kesuma yang dia kagumi ini punya rasa insecurities. "Mungkin, Tante Mila berpikir dengan adanya seorang anak di kehidupan pernikahan Mas dan mantan istri Mas, kebahagiaan kalian akan lengkap. Tapi menurut saya itu sebuah pola pemikiran yang salah."
"Kaia, saya adalah penerus keluarga."
"Saya paham." Kaia menarik senyuman lagi, kenapa rasanya begitu berat? Mungkin, karena baik Kaia maupun Indra sama-sama menghadapi pelik?
Tapi karena rasanya tidak adil kalau Kaia pun tidak membeberkan keresahannya. "Saya, juga nggak semudah yang Mas Indra pikir. Terlebih, keluarga saya. Mas mungkin sudah tahu, Papa dan Mama saya yang menikah beda agama, ataupun kini Mama saya yang hanya tinggal bersama adik saya. Terkadang, dulu saya berpikir kenapa orang-orang selalu nggak mau mengambil tanggung jawabnya sendiri, termasuk Papa saya."
Kaia menahan napas untuk pertama kalinya. "Selama bertahun-tahun, Papa saya adalah kepala keluarga, dan Mas Indra harus tahu bahwa orang yang pernah saya anggap bisa memberikan kebahagiaan secara penuh tidak hanya pada saya, tapi pada Mama juga ternyata tidak bisa memenuhi segalanya."
Kedua mata Indra menatap Kaia tanpa mau melepas satu sama lain. "Papa menyalahkan orang lain, menyalahkan saya, menyalahkan Mama, menyalahkan adik saya. Terkadang, saya berpikir apa kehadiran saya hanya untuk disalahkan terus menerus? Tidak."
"..."
"Tadi, Mas Indra bilang bahwa mantan istri Mas banyak mendapatkan intervensi dari Tante Mila." Kaia menarik senyuman, dia tahu kenapa akhirnya Indra bisa bercerai, rumah tangga mereka terlalu banyak diikut campuri oleh orang luar. "Padahal, sejujurnya kebahagiaan Mas Indra, kebahagiaan mantan istri Mas Indra, ataupun kebahagiaan orang tua Mas Indra itu bukan tanggung jawab kita."
"..."
"Karena yang sebenarnya terjadi adalah, kebahagiaan adalah tanggung jawab kita sendiri. Termasuk, kehadiran anak dan sebagainya dalam pernikahan. Kalau orang lain bikin kita bahagia, atau kita yang membuat orang lain merasa bahagia, itu namanya bonus. Tapi tetap saja, bahagia adalah diri kita sendiri yang menentukan."
Memang sulit, kenapa juga manusia-manusia selalu menuntut kebahagiaan pada orang lain? Alih-alih, membuat kebahagiaan untuk dirinya sendiri.
"Coba Mas Indra tanya sama diri Mas Indra sendiri, deh." ujarnya lagi dengan senyuman membalas tatapan Indra yang sangat... Pure? Tulus, dan terlihat rapuh disaat bersamaan. "Hati kita, bahagianya kita, kesenangan kita, kesedihan kita, kesulitan kita, dan masa depan kita? Ada di tangan siapa kalau bukan tangan kita sendiri sebagai pemilik kehidupan?"
"..."
"Mungkin Mas Indra putus asa dengan vonis dokter, tapi apa dokter itu Tuhan? No, first of all, kita yang bertanggung jawab atas segalanya. Kalau pada saat nanti Mas Indra dan saya diberikan kesempatan menjadi orang tua, maka itu artinya Tuhan memberikan bonus kebahagiaan untuk kita."
"Wait─" Indra menahan napasnya setelah mendengarkan kata-kata Kaia. "Apa itu artinya.. Kamu... Menerima saya dan kekurangan yang saya miliki?"
Kaia mengangguk, entah kenapa dia menerima Indra Kesuma dan segala kekurangan dan ketakutan yang pria ini miliki. "Iya,"
"Kaia, saya─"
"Mas nggak berani?"
"Saya berani. Saya mau kamu."
Astaga, Kaia tidak menyangka bahwa jantungnya bisa berulah saat ini. Gila, ini sih, namanya lebih bahagia dibandingkan saat Kaia menerima pernyataan cinta dari Zac.
Kaia mengulas senyum, begitu pun Indra. "Kenapa kamu membuat saya luluh semudah ini, Kaia? Apa yang kamu punya?"
"Saya nggak punya apa-apa." jawaban jujur yang bisa dia berikan pada akhirnya hanya itu.
***
a/n:
Gais... Si Kaia ambil keputusan sembrono begini apa karena kebelet pengen menikah dengan duda tampan kek Indra Kesuma? Meskipun sudah tahu masalah Indra Kesuma? Worth it nggak kira-kira untuk Kaia?
Duh.. Si Mas Duda enteng banget ngomong; Saya berani. Saya mau kamu.
2 Agustus 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro