Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mortar dan Alu

Ini adalah kisah tentang pemain yang dari nol menjadi andal, dapat dipercaya kawan-kawannya, tetapi setelah mereka lulus, dia sendirian bagai guna alu sesudah menumbuk pakai mortar dicampakkan, berusaha menciptakan dunianya sendiri yang berujung malapetaka.

Jerukilerbaim bergabung.

"Wah, Jerukilerbaim main!"

"Akhirnya! Jerukilerbaim, hai!"

"Jerukilerbaim, ayo sini ke markas!"

Di mana ini? Hamparan perbukitan sangat tinggi. Bunga-bunga aster putih di mana-mana. Namun, sekeliling cukup gelap, tak ada penerangan, pertanda hari telah larut malam. Pemain lain menyuruhnya untuk ke markas, tetapi di mana? Di hadapan, tepi jurang menghentikan langkah. Di bawah sana, obor-obor menyala. Ada sebuah struktur dari tanah dengan pintu di depannya, mungkin itu markas yang dimaksud.

Namun, apa tadi katanya? Turun? Apa-apaan? Bagaimana caranya sampai ke bawah--serendah itu? Ya sudah, dicoba dahulu.

Satu langkah, terjatuh tiga blok, sakit rasanya. Langkah kedua, tergelincir lima blok, tambah sakit. Langkah ketiga, terperosok sepuluh blok, entah rasanya kaki sudah patah. Langkah terakhir, terjun bebas, nyawa melayang.

Jerukilerbaim membentur tanah terlalu keras.

"Jerukilerbaim! Nawr!"

"Hati-hati!"

Baru dimunculkan kembali ke dunia, gerombolan makhluk mengerikan menerkam. Lima zombi berkulit hijau menggigit sampai kulit tersobek melebar, mengoyak daging hingga gumpalan berceceran bersama cairan merah, meminum darah yang mengucur deras dari bahu yang buntung tangan dan paha terpenggal.

Jerukilerbaim dibunuh zombi.

Muncul lagi ke tempat yang berjarak dekat dengan lokasi kematian. Kini giliran monster berwujud kerangka hidup mengarahkan anak-anak panah sampai menembus tengkorak, melubangi dada, memenuhi perut, menyobek tangan dan tungkai. Sampai muntah darah. Darah mengalir begitu deras.

Jerukilerbaim ditembak oleh Skeleton.

Berulang kali berada di lokasi sama. Para zombi dan kerangka hidup mengerubungi, hendak mencabik-cabik dan menembaki. Lalu satu makhluk berbentuk seperti pisang hijau dengan motif loreng tiba-tiba berada di belakang, berkedip-kedip dengan suara mirip sumbu terbakar. Ledakan besar tercipta dengan hancurnya tanah, monster-monster di dekat ikut mati. Tubuh pemain lepas dan terpotong-potong di udara, yang berdiri tinggal kaki kiri, sebagian perut dan dada, kepala hancur separuh. Daging merah berceceran, darah menetes-netes, organ dalam memburai.

Jerukilerbaim diledakkan oleh Creeper.

Tak ada cara lain, begitu dihidupkan, lari sekencang mungkin adalah opsinya. Bersiah menuju tepi bukit, melompat setinggi mungkin, tak menghitung betapa jauhnya dasar jurang. Puluhan blok udara dituruni tanpa pijakan, saat menyentuh tanah di bawah, tulang pahanya retak, tempurung lutut dislokasi, betis dan kering patah, tulang punggung terlepas, tangan membentur sampai bahu bergeser, kulit pembungkus tengkorak mengelupas, tulangnya rengkah, rahang mundur dan lepas menganga, gigi-gigi kemasukan tanah sampai copot. Darah merembes begitu deras dari bagian-bagian yang tanggal dan sobek.

Jerukilerbaim terjun dari tempat tinggi.

Matahari terbit di ufuk timur. Para monster panik berlarian, tubuhnya terbakar oleh cahaya. Lalu mati di tempat. Mereka semua kembali ke kegelapan di dalam tanah. Akhirnya pemain bisa dengan aman turun, kini cukup hati-hati dia punya banyak waktu, menurunkan satu blok, menghancurkan tanah, hingga pada langkah final bisa mendarat dengan aman.

Di dalam struktur dari dinding tanah dan batu bulat yang seadanya--yang mereka sebut markas itu--banyak pemain, kasur, peti-peti, perlengkapan dasar. Ada yang sudah menjinakkan beberapa ekor serigala, tetapi sering menggigit pemain lain. Mereka sebagian sudah keluar menjelajah, menambang dinding gunung, menebang kayu, jadi dia ikut berkeliling.

Ada yang membangun jembatan satu blok saja yang ngeri, menghubungkan ujung dengan ujung di atas jurang. Satu orang merapikan saluran air, membajak tanah dan menanam beberapa bibit tanaman. Beberapa orang membangun kerangka rumah di tempat agak jauh, lalu seseorang diserang zombi dari dalam air yang melempar senjata mematikan tanpa henti, kemudian mati. Pemain-pemain lain ikut terjun ke air untuk membunuh monster itu, sebagian malah mati.

Dia terpikirkan sebuah ide, lagi pula tadi turut terbunuh juga, sungai di sana berbahaya, jadi dia membuat belasan sekop batu, mengumpulkan tanah sebanyak-banyaknya, lalu menutup permukaan sungai dengan tanah yang dia punya, sepanjang markas sampai ke laut dalam.

Malam tiba dia tidak dekat dengan markas, menumpang di salah satu rumah pemain. Sayangnya rumah itu belum ada pintu dan berakhir keduanya dibunuh zombi bayi.

Suatu saat ditemukan bioma ceri nan cukup jauh, dia memutuskan pergi ke sana mengambil beberapa anak pohon, untuk ditanam di tepi lautan. Beberapa kayu yang didapat digunakan untuk membangun rumah jambon kecil di atas sungai yang ditutup silam.

Dia masih takut menjelajah gua. Ketika diajak dua pemain, dia selalu tersesat, bahkan sudah mengekor pun. Gua bagaikan labirin, di depan mata dinding-dinding batu saja. Saat terpisah malah bertemu gerombolan kerangka hidup dan dia mati. Mau mengambil barang, dia jatuh dari lubang dan mati lagi. Ke sana lagi, barang-barangnya hilang. Termasuk baju zirah yang diberi pemain lain. Setelah menyusul dan menemukan geoda ametis, penjelajahan gua usai. Dia juga dapat berlian.

Merasa siap dengan dunia, dia memutuskan bertualang solo. Membasa perlengkapan cukup. Senjata, makanan, kasur. Sampai di titik sepuluh ribu di aksis vertikal, minus sepuluh ribu di aksis horizontal. Dia memutuskan kembali setelah mendapatkan wortel, kentang, bambu, anak pohon akasia, rimba, semangka. Namun, tinggal sedikit lagi sampai markas, dari gua gelap, zombi menyerang, di dekat jurang dia terlempar, barang-barang terbang lalu nyawanya ikut melayang. Tentu saja itu semua tidak bisa diambil karena hilang. Sia-sia petualangannya.

Padahal sebelum ini sempat menjanjikan kepada pemain lain, yang kemudian pergi berdua bersama kawannya, dengan cepat mendapatkan semua yang dia hilangkan, bahkan menjinakkan burung beo juga kucing lucu.

Rasa pesimis menghantuinya, dia tidak punya keterampilan dan pasti pemain lain menghindarinya. Padahal tidak demikian. Dia memutuskan untuk mengasah kemampuan dan mengumpulkan, belajar lebih banyak lagi tentang dunia ini. Lagi pula, semua pemain di sini saling membantu satu sama lain. Dia yakin pasti bakal berjalan lancar.

Tanpa menyadari ada batas fatal antara dunia gim dan dunia nyata.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro