🍒 Bab 1 🍒
🍰🍰🍰🍰🍰🍰🍰
"Teşekkür ederim!" ucap gadis itu mengangsurkan dua lembar uang kertas bernominal 10 TL dan 5 TL* seraya mengambil seporsi baklava pesanannya, kemudian membawanya ke sudut kedai Turkish Delight yang menampakan suasana jalanan sore hari dari balik jendela. (Terima kasih!)
Menggeram pelan ketika ia merasakan manisnya madu yang bertemu tumpukan filo pastry bercampur dengan kacang pistacio, begitu potongan kecil Baklava memasuki mulut dan mengecapnya perlahan. Lagi-lagi gadis berkerudung pasmina biru laut itu memejamkan mata guna menikmati legitnya jajanan khas Turki, dan ia tak pernah bisa melewatkan jajanan ini. Hampir disetiap kesempatan ia akan mampir ke kedai, dan membeli seporsi Baklava yang berisi beberapa varian rasa.
Sesekali Isya kembali melahap potongan baklavanya, juga memandangi para pejalan kaki yang memang banyak terlihat di sekitaran Distrik Sultan Ahmet baik turis asing maupun warga lokal. Lima bulan terakhir ini ia menjadi salah satu orang-orang yang memenuhi jalanan ini, hampir setiap hari ia kemari dengan tujuan mencari kudapan maupun makan siang, juga sesekali mampir ke kedai cepat saji hanya sekedar nongkrong dengan teman sekelas atau mengerjakan tugas kuliahnya.
Arlojinya sudah menunjukkan pukul empat sore dan ia ada janji temu dengan teman sekelasnya untuk berakhir pekan ke Bursa. Menghabiskan sisa baklavanya, Isya segera mengemasi ponsel dan tisu basah ke dalam tas selempang kecilnya.
Isya segera mengayunkan kakinya di sepanjang jalan trotoar Divan Yolu Cadessi menuju Sultan Ahmet Camii. Menyusuri kota Istanbul dengan jajaran bangunan berarsitektur Utsmaniyah membuat kesenangan tersendiri bagi Isya, belum lagi kedai-kedai yang menyediakan masakan khas turki juga beberapa toko souvenir. Paling menyenangkan jika dilakukan pada sore hari seperti saat ini.
Suara riuh pengunjung menyambut Isya setelah lima menit berjalan, dan yang menghisap semua atensi gadis itu adalah warna-warni Bunga Tulip yang bermekaran membuat mata Isya berbinar. Ini pertama kalinya ia melihat bunga yang identik dengan negeri Kincir Angin itu, karena bertepatan dengan musim gugur saat ia datang ke Turki.
Lalu kini ia melihat bahkan menyentuhnya sendiri, tak urung membuat Isya begitu kegirangan. "Masya Allah, cantik banget," gumam Isya yang masih mengelus kelopak bunga Tulip berwarna putih dengan senyum melengkung di wajahnya.
Menepuk keningnya, Isya kembali mengingat apa tujuannya datang ke Masjid Agung Sultan Ahmet ini. "Ya Allah, ramai banget," rutuk Isya masih celingukkan melihat banyaknya pengunjung di sekitaran komplek Blue Mosque.
Berada satu blok dengan Hagia Sophia dan Istana Topkapi, membuat Blue Mosque di akhir pekan seperti ini bisa dipastikan pengunjung membeludak. Berjalan beriiringan dengan para turis asing pun lokal, Isya kembali celingukan mencari teman-temannya.
"Aaesha!" seru sebuah suara seraya melambaikan tangan sebagai penanda asal suara yang memanggilnya.
Isya tersenyum semringah membalas lambaian gadis berambut cokelat kemerahan tersebut. Melewati air mancur besar yang tepat di tengah-tengah komplek, Isya menghampiri teman sekelasnya yang berkebangsaan Turki. "Assalamualaikum, merhaba," sapa Isya pada teman lainnya. (Halo.)
"Waalaikumsalam. Merhaba, Aeesha," sapa balik Anora. (Halo.)
"Nerede, Beytun?" tanya Isya mendapati salah satu temannya yang berkebangsaan Uzbekistan tak ada bersama mereka. (Di mana)
"Asr için dua ediyor," jawab Farrukh seraya memainkan ponselnya. (Dia sedang sholat Ashar.)
ide untuk menghabiskan akhir pekan di Bursa adalah milik Farrukh, lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu yang merupakan kakak dari Ceyda. Salah satu mahasiwa asal Turki yang juga melakukan Study Exchange dengan dirinya. Farrukh bilang rugi kalau sebagai pendatang Isya tidak mengunjungi Bursa dan melihat Ulu Camii selain berwisata kuliner di sana.
Bisa dibilang, Isya yang tinggal di rumah Ceyda selama setahun. Menjadi adik dari Farrukh Demir dan mempunyai orangtua angkat yang notabene adalah orangtua Ceyda dan Farrukh.
"üzgünüm, uzun bekle," ucap Gadis yang hanya memakai celana jins dan tunik itu dengan kerudung segitiga menggantung di kepalanya. (Maaf, lama menunggu.)
"Nevermind."
"hepsi toplandı, değil mi? O zaman gidelim." Usul Anora yang sudah mencangklong tas ransel kecilnya. (semua sudah berkumpul, kan? kalau begitu ayo kita berangkat.)
"Bir dakika, arkadaşım henüz gelmedi." Farrukh menyela seraya menempelkan ponselnya ke telingga. (Tunggu sebentar, temanku belum datang.)
"Kim? Onu biliyor musun. Aeesha?" tanya Beytun yang dibalas dengan gelengan kepala. (Siapa? Kau mengenalnya, Aeesha?)
"I'm sorry, I'm late. Assalamualaikum, merhaba." Pria itu menyapa dan menyalami dua diantarnya.
Suara serak itu jelas menusuk gendang telingga Isya, ia juga senggolan lengan yang berujung dengan sentuhan di punggung tangannya membuat gadis itu tersentak kaget.
Gesekan kulit mereka, membuat jantung Isya berdebar keras. Seperti ada perasaan magis yang tiba-tiba menyerbu masuk memenuhi dadanya, beluk lagi ia merasai sengatan kecil itu. Sejenak Isya mencoba memahami apa yang barusan ia rasakan, karena untuk pertama kalinya ia merasakan bersentuhan dengan lawan jenis.
Isya bahkan tak mampu mengangkat kepalanya karena dadanya yang berdebar hebat, bahkan ia bisa mendengar suara jantungnya menembus gendang telinganya.
"Emir, bu Aeesha'yı tanıtın. Geçtiğimiz yıl Ceyda'nın yerini alan bir değişim öğrencisi." Mau tak mau suara Farrukh yang memperkenalkan dirinya, membuat Isya mengangkat kepalanya. (Emir, kenalkan ini Aeesha. dia mahasiswi study exchange yang mengantikan keberadaan Ceyda setahun ini.)
Meskipun dirinya termasuk gadis yang gampang bergaul, bukan berarti ia tidak tahu jika memandang lawan jenis itu tak diperbolehkan apalagi bukan muhrimnya dan Isya membatasi hal itu.
"Ben Emir ... tanıştığıma memnun oldum." Lelaki yang bernama Emir itu mengulurkan tangannya.(Aku Emir ... senang berkenalan denganmu.)
"Isya ... ini temanku, Emir. Dia dari Indonesia juga," ujar Farrukh dengan bahasa indonesia sedikit terbata-bata.
Mendengar kata Indonesia, kepala Isya begitu saja mendongak. Membuat netra Isya bertabrakan dengan tatap teduh milik pria yang bernama Emir tersebut, tak urung tatapan tersebut membuat darah Isya mendesir tak terkira. Dan hal itu juga berlaku pada si pemilik mata hazel tersebut.
"Masyaallah ...." gumam Isya kembali menunduk menyadari jika matanya terlalu lama memandangi lawan jenisnya.
"Aku Aeesha, panggil aja, Isya." Isya menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan melirik sebentar ke arah Emir yang masih memandangnya.
Ya Rabb! Ini jantung kenapa sih? Kok berdebar-debar gini?
🍬🍬🍬🍬🍬🍬
Dean Akhmad
-27.06.2024-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro